Chapter VI : Handphone Terkutuk

29 5 0
                                    

Malam itu sepeda motor yang dikendarai Dayat berjalan di jalan kampung. Tak lama kemudian, ia membelokkan motornya memasuki pekarangan rumah berwarna biru yang merupakan kediamannya. Mesin motor berhenti bersuara dan lampu pun mati. Dayat turun dari motor dan mendekat ke wanita tua yang duduk di teras.

"Ya Allah, bocah dari mana lu baru balik jam segini? Ngelayap bae lu gua liat-liat," ucap wanita tua itu.

"Yaelah, Mak. Namanya juga anak muda." Tak lupa Dayat mendekat dan mencium tangan ibunya. "Liat nih, Mak. Dayat baru beli handphone," ucap Dayat sambil mengeluarkan handphone dengan merk Sony Ericsson dari saku jaketnya.

"Lah iya, cakep bener itu hape. Beli di mana lu?" tanya Ibu Dayat.

"Barusan beli second di Jatinegara, ada kameranya tuh." Dayat memamerkan handphone baru ke ibunya.

"Lah iya itu, ada kameranya. Baguslah bakal fotoin gua nanti ya," jawab Ibu Dayat sambil tersenyum lebar.

"Siap, Mak!"

Usai menyapa sang Ibu, Dayat masuk ke dalam rumah guna mengecek kelengkapan handphone. Setelah di cek, tidak ada yang salah dengan handphone itu. Semua berjalan normal dan masih bagus. Sesuai dengan ekspektasinya. Kini ia bisa senang memiliki handphone baru yang bisa ia pamerkan ke teman-teman kampusnya.

Hari pertama Dayat memakai handphone itu, tidak ada gangguan sama sekali. Tidak ada eror dan tidak ada yang rusak. Lalu di malam harinya, Dayat tengah sibuk menyalin semua nomor telepon dari handphone lamanya yang sudah jadul. Sambil duduk di atas kasur, ditemani suara radio dan sepoi-sepoi angin malam dari jendela, Dayat fokus dengan handphone barunya.

Tiba-tiba handphone berbunyi. Sebuah panggilan masuk di handphone baru Dayat. Tapi Dayat sendiri tidak kenal nomor yang meneleponnya. Karena penasaran, ia mengangkat telepon dan menempelkannya ke telinga. Tidak ada suara siapa-siapa di sana.

"Halo?" ucap Dayat.

"Tolong, tolong, saya kesakitan. Tolong!" ucap lirih seorang wanita dari dalam handphone.

"Hah? Ini siapa? Ada apa, Mpok?" tanya Dayat sedikit panik.

"Tolong, tolong." Suara wanita meminta tolong itu terus terdengar tanpa henti. Dayat mulai kebingungan, suara wanita itu terdengar miris dan lirih. Tapi di sisi lain juga mulai menakutkan. Bukan hanya handphone, radio yang sedang memutar lagu mendadak berubah menjadi suara tak jelas seperti radio rusak.

Dayat yang panik langsung mematikan telepon tersebut. Saat telepon ia matikan, radio pun kembali normal. Tembang Cinta Tanpa Logika dari Agnes Monica kembali terdengar. Saat itu pikiran Dayat sudah aneh-aneh. Ia langsung menutup jendela dan gorden, kemudian mulai rebahan di atas kasur untuk segera tidur.

Sayangnya, telepon itu bukan hanya sekali masuk ke handphone-nya. DI malam-malam berikutnya setiap pukul 21:16 malam, nomor misterius itu selalu menelepon ke handphone baru Dayat. Dan telepon tidak akan berhenti bila tidak diangkat. Saat diangkat pun, yang terdengar hanyalah suara rintihan dan minta tolong seorang wanita. Lebih ngeri lagi, bahkan kini diikuti suara tangisan. Dayat berusaha mengabaikan semuanya dan mulai terpikir untuk menjual handphone yang baru dibelinya.

Pada suatu malam, tepatnya Jum'at malam Dayat sedang rebahan di kasurnya. Jam menunjukkan pukul 20:00. Tiba-tiba handphone miliknya berbunyi, Dayat langsung kaget dan ketakutan. Selama beberapa detik ia tidak mau mengangkat telepon. Tapi setelah ia lihat, ternyata temannya Aldi yang meneleponnya malam itu. Ia pun lega dan mengangkat telepon.

"Halo, Di? Ada apa nih?" tanya Dayat saat mengangkat telepon.

"Ah, lama banget lu angkat telepon gua," ucap Aldi dari telepon. "Ini temen-temen hari Minggu mau ke Dufan. Lu mau ikut gak? Kalo lu ikut, gua ikut nih!"

"Ke Dufan naik apa, Di? Motor gua mau dipake hari Minggu sama bokap," jawab Dayat.

"Kata si Yanto sih naik Angkot bapaknya Titin. Cuma nanti gua tanya—" Tiba-tiba Aldi berhenti bicara. "Yat? Itu suara apaan dah?"

"Hah suara apa sih, Di?" tanya Dayat kebingungan.

"Itu lho, kaya ada suara cewek minta tolong. Lu lagi di mana sih?" Aldi kembali bertanya.

Sontak hal itu membuat Dayat kaget. "Hah? Cewek apa? Gak ada cewek di sini, Di. Gue sendiri kok di kamar," tegas Dayat.

Aldi terdiam sejenak. "Tuh, kan! Lu lagi ngapain, Yat? Suaranya jelas banget lho di sini! Ada suara cewek minta tolong, nangis-nangis. Lu gak lagi ngapa-ngapain anak orang, kan?" tanya Aldi yang curiga.

"Enggaklah, Gila!"

"Ih sumpah, suaranya jelas banget! Suara cewek, masa sih gak ada cewek di sekitar lu? Soalnya gue—"

Belum sempat Aldi menyelesaikan kalimatnya, Dayat langsung mematikan handphone-nya karena ketakutan. Ia melempar handphone ke meja kemudian langsung berbaring di kasur. Dayat memejamkan mata, berusaha untuk tidur. Wajahnya penuh keringat dan badannya gemetar. Suara telepon berbunyi dari handphone miliknya. Tapi ia abaikan, mau itu telepon dari Aldi atau dari wanita misterius ia tidak peduli. Yang ingin dia lakukan hanya satu, tidur.

Singkat cerita, akhirnya Dayat ikut ke Dufan bersama Aldi, Titin, Yanto dan Rusmin. Mereka menikmati berbagai wahana di sana. Titin yang membiayai semua tiket masuk dan teman-temannya. Maklum, ayahnya adalah juragan angkot dan banyak uang. Mereka menghabiskan waktu dari siang hingga malam dan mencoba semua permainan.

Puas bermain seharian, mereka memutuskan pulang setelah makan sekitar pukul 19:00. Titin mengarahkan mereka ke pintu gerbang Dufan untuk berfoto bersama. Saat itu suasana masih ramai karena belum terlalu malam.

"Yah, kamera gua kodaknya abis nih!" ucap Titin.

"Yah gimana sih?" ucap Rusmin. "Si Aldi tuh dari tadi foto-foto mulu!" tambahnya.

"Haha, maaf ya. Yaudah deh, pake handphone barunya si Dayat tuh! Ada kameranya, bagus!" kata Aldi memberikan saran.

"Oh, boleh!" Dengan senang hati Dayat menyerahkan handphone-nya ke Titin. Lalu supir angkot yang sedari tadi menunggu di luar pun mengambil foto mereka dengan menggunakan handphone Dayat. Puas foto-foto, mereka pun memutuskan pulang dengan menaiki angkot lagi.

Dayat turun dari angkot di depan gang kampungnya. Ia lanjut jalan kaki untuk menuju rumahnya. Jam menunjukkan pukul 20:30. Dayat berjalan sambil mengecek hasil foto yang diambil di Dufan tadi. Ia senyum-senyum sendiri melihat foto-fotonya. Akan tetapi, ada hal janggal yang nampak dari beberapa hasil foto tersebut.

Setahu Dayat, jumlah orang saat berfoto ada lima orang. Tapi dari hasil fotonya, ada enam orang. Dayat bingung melihat sosok wanita tak dikenal yang berdiri di posisi paling kiri, tepatnya di sebelah Yanto. Ia kemudian memperbesar dan memperjelas foto tersebut. Terlihat wanita tak dikenal itu berwajah putih pucat, rambut berantakan, dan baju yang berdarah-darah. Seketika ia menghentikan jalannya.

Dayat ketakutan karena ada penampakan di fotonya, tidak hanya satu tapi tiga foto semuanya ada penampakan wanita itu. Dayat ketakutan, wajahnya pucat, keringatnya mengucur deras dan badannya gemetar. Dayat semakin panik saat tiba-tiba ada telepon masuk, dari nomor wanita misterius yang menerornya selama ini.

Entah apa yang ada dalam pikirannya, Dayat lalu megangkat panggilan telepon itu dan menempelkan handphone ke telinganya. Belum sempat Dayat bicara, tiba-tiba wanita misterius langsung bicara melalui telepon: "Yang ada di foto itu saya, Mas! Hihihi!"

"Aaaaaaaa!!!" Dayat teriak ketakutan dan sontak langsung melempar handphone tersebut ke arah kebun singkong yang gelap. Ia langsung lari ketakutan menuju rumahnya.

Sejak kejadian itu, Dayat tidak pernah lagi mencari atau memegang handphone itu. Ia tidak mau memiliki handphone itu lagi. Sejak membuang handphone tersebut, hidup Dayat menjadi tenang. Tidak ada lagi teror, telepon misterius dan gangguan lainnya. Dayat lalu melanjutkan hidupnya dengan damai dan kembali memakai handphone Nokia lamanya.

Jagad Mistis Nusantara Vol. 2 (Kumpulan Cerita Horor)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora