Chapter VIII : Kuntilanak Hamil

22 4 0
                                    

Malam itu aku merapikan beberapa berkas milik pasien yang datang ke klinik tempatku bekerja. Aku adalah bidan yang baru dipindah ke desa ini. Desa yang agak jauh dari perkotaan. Di desa ini aku disediakan sebuah rumah untuk tinggal selama menjalankan tugas. Lokasi klinikku berada di jalan utama desa, tapi suasananya lumayan sepi dan agak jauh dari rumah-rumah warga. Sebenarnya ada beberapa warung dan pangkalan ojek di samping klinik, tapi malam-malam gini mereka sudah tutup. Sementara di belakang klinik ada persawahan milik warga.

Selesai merapikan berkas-berkas, aku pun mulai menyapu lantai klinik. Malam ini niatnya aku akan menginap di klinik karena aku tidak berani pulang malam. Biasanya kalau selesai berjaga seharian di klinik, aku pulang pada sore hari. Agak menakutkan kalau harus pulang malam, karena jalanan menuju rumah yang disediakan untukku cukup gelap dan sepi. Tapi ternyata, keputusanku untuk tidak pulang ke rumah menjadi keputusan yang salah!

Pukul 22:30 aku memutuskan untuk tidur di sofa depan. Klinik ini sebenarnya hanya bangunan kecil dengan dua ruangan. Satu ruangan periksa, satu lagi administrasi. Lalu ruang tunggu di bagian depan dengan beberapa sofa dan kursi. Di sofa inilah aku memutuskan untuk tidur dengan selimut. Di luar gelap gulita, tidak ada penerangan sama sekali meski ini jalan desa. Angin dari luar sedikit masuk melalui ventilasi. Udara jadi sejuk. Aku pun mengantuk dan dalam beberapa menit aku pun tertidur.

Tok ... Tok ... Tok ....

Aku membuka mata dan mendadak terbangun dari tidurku karena pintu depan klinik diketuk. Yang pertama kali kulihat adalah jam dinding, apakah aku bangun kesiangan? Tidak. Ternyata jam masih menunjukan pukul 01:15 dini hari. Siapa yang datang ke klinik jam segini? Aku mengambil kacamata dan memakainya. Selimut aku sibak dan segera bangkit dari sofa.

Kakiku bergegas berjalan menuju pintu untuk mengecek siapa yang datang. Barangkali ada situasi darurat. Sesampainya di depan pintu, aku memasukkan kunci dan memutarnya. Pintu pun aku buka. Angin dingin langsung masuk seketika saat pintu dibuka. Dan ternyata tidak ada siapa-siapa di luar sana. Suasana malam begitu sepi, bahkan suara jangkrik pun tidak ada.

"Halo?" panggilku memastikan tidak ada orang.

Setelah itu aku pun memutuskan untuk kembali masuk. Akan tetapi aku langsung terkejut usia melihat ke dalam klinik. Di lantai klinik, ada jejak kaki tanah seseorang yang berjalan menuju ke ruang periksa. Seketika aku terdiam, mulai ketakutan. Badanku pun gemetar. Pandanganku mengarah ke ruang periksa, siapa yang ada di sana? Siapa yang masuk ke sana? Sejak tadi aku di depan pintu tidak ada orang yang masuk.

"Astaghfirullah," ucapku dengan nada pelan. Mulutku mulai komat-kamit membaca doa yang aku bisa. Aku tahu ada yang tidak beres di sini.

Aku memberanikan diri untuk berjalan ke ruang periksa. Jantungku berdetak sangat kencang saking tegangnya. Sesampainya di depan ruang periksa, aku membukt pintu dan melihat ke dalam. Tidak ada siapa-siapa di sana. Buru-buru aku kembali berjalan ke depan dan menutup pintu. Kuambil handphone-ku yang ada di meja kecil dan menelepon seseorang.

Aku menelepon Pak Andre, ketua RW yang bertanggungjawab di daerah tempatku tinggal. Aku mau meminta tolong agar dijemput. Harapanku, Pak RW masih bangun jam segini karena setahuku dia cukup rajin meronda. Sayangnya, saat dibutuhkan Pak Andre malah tidak mengangkat telepon. Sambil menunggu telepon diangkat, jejak kaki di lantai aku bersihkan dengan kain pel hingga bersih.

Tok ... Tok ... Tok ....

Tiba-tiba pintu depanku kembali diketuk. Aku pun langsung melempar kain pel dan langsung lompat ke sofa Selimut kupakai untuk menutup sekujur tubuh. Aku sangat ketakutan. Kuharap Pak Andre mengangkat, tapi belum juga ada jawaban dari teleponku. Yang kubisa saat ini hanyalah berdoa dan mencoba untuk tidur sampai pagi.

Jagad Mistis Nusantara Vol. 2 (Kumpulan Cerita Horor)Where stories live. Discover now