9

2.2K 631 34
                                    


Jemima melirik jam di pergelangan tangan sambil mengembuskan nafas kesal berkali-kali. Sebelumnya tidak pernah ada orang membuatnya menunggu. Sampai saat ini tim dari yayasan yang akan ikut berangkat ke Ternate belum tiba juga. Kalaulah pria itu bawahannya, pasti sudah ditinggalkan sejak tadi. Setidaknya menerima surat peringatan. Kunjungan ke Pulau Obi telah disepakati sejak kemarin. Dari delapan klinik yang direncanakan, Jemima hanya akan mengunjungi satu tempat saja untuk peletakan batu pertama. Selebihnya menjadi urusan tim CSR yang terjun langsung mengurus semua.

Akhirnya dari kejauhan terlihat sosok Dokter Chandra muncul bersama dua orang lainnya dengan membawa ransel besar di punggung. Pria itu datang lima menit sebelum waktu yang dijanjikan. Langkahnya terlihat santai. Rambutnya yang sudah mulai panjang diikat satu. Kembali Jemima menggeleng kepala. Sementara ia dan timnya mengenakan pakaian yang terlihat lebih formal.

"Hai, saya belum terlambat, kan?" tanya pria itu seolah tidak merasa bersalah.

"Belum Dok, tapi anda sudah membuat kami menunggu hampir tiga puluh menit dari kesepakatan awal. Apa bisa setelah ini kita lebih on time?"

Wajah Chandra memerah seketika, membuat Jemima sedikit senang. Cukup sulit untuk membuat pria itu memperlihatkan emosinya.

"Setahu saya kata on time berarti tepat waktu. Dan kami sama sekali tidak terlambat. Kenalkan ini Dokter Radith, dan Dokter Arumi. Mereka yang akan bergabung dengan tim kita." Sepertinya Chandra enggan memperpanjang masalah.

Jemima menyalami keduanya dengan kesal. Rombongan segera menuju pesawat milik keluarga Richard. Sebuah rahasia umum jika sang ayah tidak akan membiarkan anak-anaknya pergi tanpa pengawasan dan pelayanan kelas satu. Karena itu para bodyguard dan asisten pribadi yang mengurus segala keperluan Jemima ikut serta. Gadis itu juga membawa anjing peliharaan. Tim NSA meninggalkan orang-orang yayasan jauh di belakang.

"Begini amat Dok, ikut pesawat orang kaya." bisik Dokter Radith.

"Ikuti saja mau mereka. Sudah jelas-jelas kita datang tepat waktu sesuai kesepakatan. Salah mereka kenapa datang lebih awal, biasanya tim kita yang selalu menunggu."

"Orang seperti mereka kadang aneh memang Dok."

"Sudahlah, siap-siap saja. Setelah ini telinga kita harus lebih lebar mendengarkan omelannya. Lihat saja nanti."

Saat akan menaiki pesawat, Chandra segera membantu Dokter Arumi mengangkat ranselnya. Hal ini tidak lepas dari tatapan kesal milik Jemima. Seolah pria di depannya sama sekali tidak mengindahkan protesnya tadi. Selesai take off dan pesawat berada posisi stabil, Chandra segera memimpin briefing. Mereka membicarakan acara yang akan dilaksanakan besok. Kali ini Jemima tidak terlihat protes. Lebih banyak diam dan meminum wine-nya. Wajahnya masih terlihat belum ramah. Chandra membiarkan dan terus menyelesaikan tugas.

Selesai briefing, semua orang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Termasuk Chandra yang memeriksa laporan yang akan dikirim besok. Jemima memilih menatap pria itu dari balik kacamata hitam. Mencoba memberi penilaian tanpa diketahui siapa pun. Struktur rahangnya menunjukkan kalau Chandra adalah sosok yang tegas dan keras. Terlihat juga bagaimana cara pria itu berbicara dengan timnya. Entah kenapa sampai saat ini ia merasa hubungan kerja mereka tidak akan berhasil. Setelah acara besok sepertinya ia akan menyerahkan pertemuan pada tim saja. Agar tidak perlu berdekatan dengan Chandra.

Tiba-tiba pria itu mengangkat wajahnya dan mereka bertatapan. Chandra memberikan senyum sambil mengangguk. Sebenarnya Jemima sedikit merasa kesal karena ketahuan. Namun, segera menepis perasaan itu. Semua orang memilih melakukan pekerjaan masing-masing. Hingga kemudian Chandra berdiri menuju kursi tempat Hillarius, Manajer CSR Nusantara Sukses Abadi duduk. Pria itu melewati kursi milik Jemima. Dengan sopan membungkukkan tubuh saat mata mereka bertemu. Tak lama terdengar kedua pria di belakangnya tertawa.

KALAU MASIH, CINTA KEJAR SAJAWhere stories live. Discover now