11 | Perempuan Berbaju Putih

Start from the beginning
                                    

Letta mengangguk paham. "Chika ke mana?"

"Ada di kamar. Lagi tidur, biarin. Bete dia abis balik kelas tadi, dosennya mungkin nyebelin kali, ya."

"Pake motor gue apa lo nih, Kak?"

Rania menunjukkan kunci motor yang memiliki gantungan boneka panda lucu itu ke hadapan Letta. "Motor gue aja. Yuk, buruan."

Kemudian mereka keluar. Rania yang mengemudi sementara Letta duduk manis di belakang. Seperti dugaan Letta sebelum berangkat tadi, matahari begitu terik. Terasa menusuk. Syukurnya baik dia maupun Rania memakai helm. Jadi, kepala mereka aman dan tidak akan pusing saat sedang berada di jalan raya seperti sekarang.

Rujak yang mereka beli tidak jauh dari sebuah sekolah dasar Muhammadiyah di daerah Sagan. Yang pertama kali memberi tahu rujak itu adalah Chika. Lalu entah kapan, anak-anak kosan lain jadi terbiasa membeli rujak di situ. Biasanya Rania akan membeli rujak di depan Rumah Sakit Sakinah Idaman, tapi hari ini dia lebih memilih rujak di Sagan dan mengajak Letta untuk menemaninya.

"Kok nggak ada, ya?" Rania menengok ke kanan dan kiri, mencari tukang rujak langganannya itu saat keduanya sudah sampai di tempat tukang rujak tersebut biasa berjualan.

Letta membuka kaca helmnya. "Dia nggak jualan kali, Kak hari ini."

"Duh, masa iya? Jualan terus tau hampir setiap hari."

"Coba tanya ke tukang es teh itu dah, Kak. Kali aja tau ke mana si amang rujaknya."

Rania turun dari motor lalu berjalan ke penjual es teh tersebut. "Ibu, maaf mau tanya. Tukang rujak yang biasanya mangkal di sini, nggak jualan ya, hari ini?"

"Pindah, Mbak jualannya. Udah semingguan ini nggak di sini lagi." Dengan logat Jawa yang kental si Ibu itu menjawab sambil tersenyum.

"Oalah. Pindah ke mana ya, kalo boleh tau?"

"Sekarang jualannya deket asrama putri Aceh. Mbaknya tau, nggak? Lewat Panti Rapih juga bisa." Ibu itu menunjuk ke arah kiri jalan raya.

Rania mengangguk. Jaraknya tidak terlalu jauh syukurnya. "Ah, begitu. Esnya boleh deh, Bu, dua, ya."

Karena tidak enak hanya bertanya keberadaan si tukang rujak itu, Rania akhirnya membeli 2 gelas es teh manis. Lumayan, berhubung cuaca sangat terik siang ini. Meminum es teh akan melegakan tenggorokannya. 

"Oh, ya, boleh. Saya bungkuskan sebentar, ya, Mbak."

Letta yang memperhatikan dari motor agak sedikit bingung. Kenapa Kak Rania malah membeli es teh? Katanya cuma mau tanya soal si tukang rujak.

Setelah pesananya selesai, Rania membayar sambil mengucapkan terima kasih. Dia berjalan menuju Letta yang sedari tadi sudah menunggu di motor.

"Kak? Lah, kok malah beli es teh?"

Rania terkekeh lalu menyodorkan satu gelas es teh manis itu kepada Letta. "Nggak enak kalo cuma nanya doang. Kata si Ibu yang jual es teh, tukang rujaknya pindah, coy."

Letta menyedot es tersebut, terasa menyegarkan tenggorokannya. "Hah? Pindah ke mana?"

"Katanya sih, sekarang jualannya di depan asrama putri Aceh itu. Pernah lewat kagak lo?"

Letta bingung. "Gue jarang lewat sini, apalagi tau itu asrama, Kak. Asrama anak-anak Depok aja gue kagak tau di mana, apalagi punya orang Aceh!"

Rania terpingkal mendengarnya. "Bener juga, ya."

"Ya, udah ayo ke sana, deh. Pake maps nggak?"

Rania mengangguk. "Boleh. Jangan sampe salah nunjukkin arah ya, Ta."

Kosan 210Where stories live. Discover now