11 | Perempuan Berbaju Putih

Start from the beginning
                                    

"Naufal semua yang masak?" Devan bertanya saat mengambil nasi ke piringnya.

"Omeletnya mah Nopal. Kalo tumis kangkungnya mah jelas urang." Farris mengatakannya dengan bangga sambil menunjuk mangkuk yang berisikan tumis kangkung itu.

"Kalo tahu sama tempe gorengnya si Jazmi, nih. Semoga aja nggak keasinan dah." Naufal tertawa setelahnya.

Jazmi juga ikut tertawa. "Dijamin enak! Takaran garemnya udah pas iki!"

"Enak. Bikin sa punya mata melek. Padahal masih agak mengantuk tadinya."

Farris tertawa melihat Aldo yang tengah mengunyah tahu goreng itu. Matanya masih menyipit karena kantuk yang tertahan.

Semuanya sarapan dengan nikmat. Beberapa kali sambil mengobrol singkat mengenai perkembangan tugas masing-masing. Semuanya dibuat terkejut saat Aldo bilang kalau dia akan menghadiri wisuda pada bulan depan.

"Anjir! Cepet pisan maneh, Do!" Reaksi yang diberikan Farris membuat Aldo tertawa.

"Papa yang suruh. Katanya jangan lama-lama di Jogjanya."

"Ini kalo mau ngumpul lagi berat, nih. Kita kudu jemput dia ke Manado masalahnya." ucapan Naufal disetujui oleh yang lain.

"Definisi berat diongkos buat main doang." Devan menambahkan.

Jazmi geleng-geleng kepala sambil berdecak. "Kalian ki piye, sih? Kae loh, Papanya seng nduwe tambang nang Sulawesi. Nek masalah ongkos wes tenang wae. Yo ora, Do?"

Aldo mengangguk. "Tenang aja. Sa bisa bayar ongkos pesawat pp. Tapi untuk jajan, ditanggung masing-masing, ya."

Farris mengangguk mantap. "Urusan jajan mah kan, ada si Devan. Aman atuhlah."

"Aing deui, anjir!" Devan mengikuti logat Sunda seperti Farris saat sedang berbicara. Suara tawa kembali menggema mengisi dapur. Suasana hangat ini yang nantinya akan susah untuk diulangi kembali.

***

Aletta berulang kali mengecek kalender di hadapannya. Berharap tanggal itu tidak bertabrakan. Sayangnya, tanggal yang dia pilih untuk pergi bersama teman-teman seangkatannya saat ospek itu bertepatan dengan jadwalnya kerja kelompok di salah satu mata kuliah yang paling dia tidak suka.

Terpaksa, Letta menghubungi salah satu temannya dan mengatakan bahwa dia tidak bisa ikut acara tersebut dikarenakan harus mengikuti kerja kelompok bersama teman sekelasnya. Temannya mengerti dan berkata tidak apa-apa. Letta bisa ikut di lain waktu. Dengan rasa bersalah, beberapa kali dia mengatakan maaf.

"Letta, Ta! Jadi mau beli rujak apa nggak?"

"Bentar, Kak Ran! Tungguin, jangan ditinggalin." Letta menutup laptopnya, lalu menuju rak gantung pakaiannya.

Dia meniup poninya. Kebingungan saat memilih baju yang akan dia pakai keluar. Siang hari ini sangat terik. Letta tidak mau memakai outer yang tipis karena akan membuat kulitnya terasa kebakar. Pilihannya jatuh pada sebuah hoodie cream bergambar kelinci lucu, hadiah dari salah seorang teman saat Letta berulang tahun beberapa bulan yang lalu.

Menyemprotkan parfum ke pergelangan tangan lalu mengambil maskernya. Pokoknya Letta tidak mau belang setelah pulang membeli rujak.

"Lama amat anak gadis siap-siapnya." Rania berkomentar saat Letta menutup pintu kamarnya. Dia hanya menyengir lebar.

"Sekalian beli apalagi, Kak?"

"Gre nitip mogu-mogu sama beberapa cemilan. Anaknya tadi buru-buru banget, kayaknya sih, ada urusan."

Kosan 210Where stories live. Discover now