Pembeli itu kini berdiri di depan meja kasir, memperhatikan Tao yang tidak bergeming dan hal itu membuatnya ikut melihat ke arah si kasir memaku pandangan. Hanya sepersekian detik, sebelum si pembeli kembali menatap Tao lalu kali ini berdeham pelan.

Tidak ada respon.

Tao masih menonton tayangan televisi yang masih membahas tentang Kris Wu.

"Aku sangat tersanjung melihatmu menonton tayangan tentangku dengan sangat serius, Tao"

Suara itu lembut meski terdengar rendah dan berat, dan hanya butuh waktu sedetik untuk membuat Tao terkejut, sadar dari kegiatannya menonton televisi. Ia buru-buru meminta maaf dan tanpa melihat si pembeli, Tao meraih barang belanjaan yang diletakkan di meja kasir untuk di hitung.

Belum sampai barcode kemasan berada di depan alat infrared, gerakan Tao terhenti lalu mengangkat kepalanya. Melihat seorang pria yang sedikit lebih tinggi darinya, mengenakkan topi dan pakaian tanpa lengan yang menunjukkan otot bisepnya, lalu helai berwarna hitam yang mengintip dari balik topi yang pria itu kenakan.

Oh tidak, itu Kris Wu.

Dan Kris Wu sedang tersenyum kecil padanya saat ini. Dan Tao tidak tahu bagaimana ekspresi wajahnya saat ini. Pasti sangat konyol. Sangat teramat konyol.

Detak jantungnya langsung meningkat, terlebih saat dirinya baru menyadari jika tadi ia begitu serius menonton tayangan di televisi.

Oh, shit.

Ingat jika minimarket itu berada di area hunian mewah?

Yap, banyak selebritis tinggal di area itu dan salah satunya adalah Kris Wu.

Dan malam ini bukanlah pertama kalinya Tao bertemu aktor tersebut saat bekerja. Tapi sesering apapun ia bertemu Kris Wu, rasanya tidak membuat reaksinya berubah dan tidak lantas membuatnya berhenti gugup atau bahkan salah tingkah.

"Sudah lama aku tidak kemari, aku baru ada waktu untuk bersantai" Kris mengatakannya meski Tao tidak menanyakan apapun. Lucu melihat Tao yang menanggapi dengan anggukan kepala cepat, menunjukkan jika si kasir masih saja grogi melihatnya.

Tapi wajah ramah Kris seketika hilang digantikan ekspresi penuh tanya saat menyadari jika Tao memakai masker malam ini. Kerutan terbentuk di dahinya.

"Kau sedang sakit, Tao?" Tanyanya penasaran. Si pemilik nama pun mengangkat kepalanya, lalu menggeleng lagi.

"T-tidak, aku baik-baik saja" sahutnya.

"Lalu kenapa kau memakai masker?" Tatapan mata Kris saat ini seolah sedang menyudutkan Tao.

Tao refleks memegangi masker hitamnya. "A-ah, ini....tadi aku sempat bersin beberapa kali, jadi kupikir sebaiknya aku memakai masker"

Tapi Kris terlihat tidak puas dengan jawaban itu. Kerutan masih terlihat menghiasi dahinya, dan dia begitu tajam memperhatikan Tao yang sedang menghitung barang belanjanya. Dan ketika Tao bergerak untuk menyibak sebagian poninya ke belakang agar tidak mengganggu, Kris melihat bekas aneh di pelipis pemuda itu.

"Tunggu" ia berkata tiba-tiba hingga membuat Tao berhenti melakukan pekerjaannya.

Tao berdiri penuh antisipasi saat melihat Kris mengulurkan tangan ke arahnya, berusaha berpikir apa yang harus dia lakukan disituasi seperti ini. Namun nyatanya Kris hanya menyentuh kepala dan menyibak poninya ke belakang.

Kris melihat memar berwarna kebiruan di pelipis Tao. Saat ia merabanya dengan ibu jari, ia mendengar Tao mengaduh, dan itu tandanya jika memar itu baru saja terbentuk.

"Lepas maskermu" ujarnya tanpa menarik tangannya kembali. Tao menolak dengan menggelengkan kepala, tapi Kris tidak cukup sabar hingga ia tidak menyadari jika ekspresinya saat ini berubah menjadi serius.

"Don't make this difficult, Tao. Take off your mask" suaranya juga terdengar lebih tajam.

Tao tidak tahu mengapa Kris menjadi agak seram saat ini. Tatapan pria itu memang selalu tajam, tapi tidak se-seram ini, dan nada bicaranya jika terdengar memerintah, membuat nyalinya menciut. Tao tidak memiliki pilihan lain selain menuruti Kris, maka dengan hati-hati ia pun melepas maskernya.

Kris melihat luka di sudut bibir Tao dan dia tidak senang. Tangannya yang semula berada di kepala Tao pun kini berpindah menyentuh luka di sudut bibir pemuda itu dan sukses membuat Tao mendesis kesakitan.

"Apa ada yang merundungmu?" Kris bertanya lagi, kali ini baik ekspresi dan suaranya tidak bersahabat. Tao menggeleng. "Kau terlibat perkelahian?" Tao menggeleng lagi.

Untuk sesaat Kris hanya memandangi luka dan memar di wajah Tao, kemudian beralih menatap matanya yang membuat si kasir berdiri tak nyaman.

"Tunggu di sini" ucapnya yang kemudian beranjak dari meja kasir.

Tao dibuat kebingungan ketika Kris menjauh dan menghilang di balik rak-rak minimarket. Mau tak mau ia pun harus menunggu sampai Kris kembali, dan pria itu meletakkan sebuah obat berbentuk krim dan plester luka, ketika ia selesai menghitung barang belanjaan pria itu Kris segera mengambil kantong belanjanya dan memberi isyarat padanya dengan tangan.

"Kemari, ikut aku" ucapnya tanpa menunggu respon dari Tao.

"Huh?" Tao mengernyit tidak mengerti.

Kris berjalan menuju jajaran kursi yang tersedia di minimarket itu, biasanya orang-orang duduk di sana untuk menikmati makanan atau cemilan yang sudah mereka beli. Tapi seingatnya tadi Kris tidak membeli makanan apapun kecuali tiga kaleng bir.

"Kemari lah Tao, duduk di sini" Kris memanggil lagi, kali ini ia sudah duduk disalah satu kursi.

"T-tapi aku sedang bekerja"

"Minimarket sedang tidak ada pembeli dan duduk di sini tidak akan membuatmu kehilangan pekerjaan. Cepat, kemarilah"

Tao sebenarnya ragu, tapi melihat keseriusan di wajah Kris dan bagaimana pria itu menunggu dirinya untuk beranjak membuat Tao tidak memiliki pilihan lain.

Begitu Tao sudah duduk sesuai dengan perintah Kris, pria itu membongkar isi kantong belanjanya dan mengeluarkan obat yang tadi dibelinya. Dan betapa terkejutnya Tao ketika Kris tiba-tiba mendekat dan dengan hati-hati mengolesi luka di sudut bibirnya dengan krim tersebut.

"Kau harus menjaga dirimu dengan baik" kata Kris saat ia sibuk mengoleskan krim obat itu. "Kau tidak tahu, bisa saja seseorang bersedih karena kau terluka" imbuhnya lagi, kali ini ia selesai memberi obat dan menatap Tao.

Tao berkedip. Ia tidak mengerti mengapa Kris mengatakan hal semacam itu.

"A-ah..." Dia tidak tahu harus bicara apa. "T-terima kasih..." Ia berusaha tersenyum meski kaku.

"Tapi kurasa kau sedikit berlebihan" tambah Tao lagi.

Kris menghela nafas, meletakkan krim obat di atas meja. "Kau tidak pernah tahu jika ada orang lain yang peduli padamu"

Tao semakin tidak mengerti.

"Kuharap kau bisa menghargai dirimu lebih baik. Dan ingatlah jika seseorang menganggap mu berharga" Kris menyentuh pipi Tao dan memberi usapan kecil di sana.

Tao tidak mengerti mengapa Kris mengatakan hal seperti itu. Pria itu memang sudah tidak terlihat seram seperti sebelumnya, bahkan dari nadanya bicara terkesan lembut dan penuh perhatian. Tapi Tao semakin tidak mengerti saat tiba-tiba muncul dorongan untuk menangis hingga membuat bibirnya terkunci rapat.

"Kau bisa memberitahuku jika ada yang mengganggumu. Sekarang temani aku minum" kali ini Kris mengatakannya dengan senyuman di wajahnya. Entah mengapa hal itu membuat Tao lega, meski aneh dan tidak ia mengerti.

Tao baru saja membuka kaleng bir miliknya saat Kris tiba-tiba berceletuk.

"Apa kau tahu seperti apa tatapanmu saat melihat berita tentangku tadi?"

Dan benar saja, Tao yang hendak menegak birnya pun urung melakukannya dan mengangkat kepala, menatapnya dengan mata membulat dan rona malu di wajahnya. Kris tertawa, dan mereka terlibat obrolan ringan malam itu.

p. r. o. m. p. tWhere stories live. Discover now