Dengan berani, Devan berjalan ke arah kamar mandi untuk memastikan. Aldo mengekorinya dari belakang.

Pintu kamar mandi agak tertutup sedikit, Devan mendorong pelan itu lalu yang mereka temukan hanyalah gayung yang sudah terjatuh di lantai serta air dalam bak mandi yang tenang.

"Mampuslah! Nggak ada orangnya itu!" Aldo mendadak histeris sendiri.

"Aneh amat tiba-tiba jatoh sendiri." Devan tidak merasa takut melainkan heran, kenapa gayung bisa jatuh sendiri padahal tidak ada yang menyenggolnya.

Kemudian, dia mencuci gayung tersebut lalu meletakkannya kembali di atas bak mandi.

"Udah, selaw. Mending balik ngopi, ayo!"

Aldo menggeleng kuat. "Pindah aja kita lah, Van. Nggak benar ini hawanya dari tadi udah sa bilang."

Keduanya sepakat pindah ke ruang tamu alih-alih kembali ke meja makan. Mereka semua sudah dua tahun tinggal di sini. Tidak pernah ada kejadian aneh seperti barusan. Tapi, pagi ini untuk pertama kalinya mereka berdua dikagetkan oleh gayung yang jatuh di kamar mandi.

"Siapa yang jatohin barang?" Naufal keluar dari dalam kamar, sepertinya juga ikut mendengar suara gayung jatuh barusan.

"Jatoh sendiri, Pal. Nggak bohong! Ko tanya Devan, nih!" ucap Aldo meyakinkan.

Naufal melirik ke arah Devan yang tetap tenang dan tidak merasa takut seperti Naufal.

"Ini kagak kebalik, nih? Aldo yang ketakutan sementara Devan santai aje?" Sontak Naufal langsung terbahak melihat kedua temannya.

Devan tampak berpikir keras. "Gue cuma ngerasa aneh, kenapa gayung bisa jatoh tanpa ada dorongan?"

Aldo tepuk jidat. "Aduh, ko orang anak dkv bukan anak fmipa. Nggak usah itu mikirin teori kenapa gayungnya jatuh sendiri."

Naufal jadi ikut duduk bersama mereka. "Mungkin lagi pengen jahil itu."

"Siapa? Setannya?" Devan menyebutnya tanpa basa-basi yang langsung mendapat geplakan dari Aldo.

"Jangan sebut-sebut!"

"Tapi nih, lo berdua emang kagak ngerasa aneh sama kejadian akhir-akhir ini?"

Aldo yang baru ini mendengar gayung yang jatuh sendiri bingung. "Hah? Sebelumnya memang ada juga?"

Devan kembali mengingat apa yang Letta ceritakan waktu itu. "Ah, gue inget! Suara perempuan nangis pas sore-sore itu, tuh! Sampe sekarang juga gue nggak tau itu siapa."

Mendengar penuturan Devan barusan, Aldo malah makin memepet Devan. "Ah, yang bener aja. Halusinasi Letta aja itu."

"Kalo halu doang mah, masa kompakan sama Rania ngehalu suara perempuan nangis?" Naufal ikutan berteori.

"Tapi nih, coy. Masa kosan kita tiba-tiba jadi angker gitu aja? Aneh, lah. Kan sebelom-sebelomnya juga aman-aman aja, nih. Nggak ada gangguan aneh-aneh."

Naufal manggut-manggut setuju dengan apa yang dikatakan oleh Devan. Dia menjetikkan jarinya saat ide muncul di kepalanya. "Gimana kalo kita ruqyah aja ini rumah?"

Devan mencebikkan mulutnya. "Nih, yang di sebelah gue beda servernya, njir! Iya kalo setannya islam, kalo ternyata buddha gimana?"

"Ya, suruh si Aldo panggil biksu aja, kelar dah, tuh! Double protection! Dijamin, setannya bakal ngibrit karena dikepung pake dua server, coy!" Naufal jadi paling bersemangat soal idenya untuk meruqyah rumah kosan ini.

"Ko jangan kasih ide aneh-aneh, Fal. Cukup udah cukup!" Aldo semakin bergidik ngeri.

"Mending gini, "Devan nampak berpikir lagi. "Kita lihat aja dulu beberapa hari ke depan, kalo gangguannya makin parah, baru kita ruqyah ini rumah."

Kosan 210Where stories live. Discover now