BAB 13

109 21 3
                                    

Author's POV


"... Aku udah muak sama semua ini!"

Akhirnya sesuatu mencuat kembali dalam ingatan Naya. Sebuah memori dari dua tahun lalu yang sempat terkubur. Waktu itu, Naya hendak pergi mencari tempat sepi untuk meluapkan isak tangisnya karena sang ibu mengatakan bahwa dirinya sudah lelah dan ingin berhenti menjalani pengobatan.

Naya terpikir untuk pergi ke rooftop rumah sakit waktu itu. Entah di lantai berapa, pintu lift terbuka dan seseorang menahan pintu lift selama beberapa saat agar tidak tertutup. Naya mendengar suara gadis kecil dan suara perempuan dewasa waktu itu.

Flashback.

"Nessa, kamu nggak boleh begini, Sayang."

"Mama yang nggak boleh begini! Aku nggak mau pergi ke Singapura atau ke manapun itu! Mama ngerti nggak sih? Aku capek, Ma! Aku udah muak sama semua ini!"

"Sayang, kamu mau ke mana?"

"Jangan ikutin aku! Aku pengen sendiri!"

Tak lama, gadis kecil berpakaian pasien rumah sakit masuk ke dalam lift seraya mendorong tiang infusan. Naya melihat wajahnya sekilas, sebelum gadis itu berbalik membelakangi Naya. Gadis itu cantik sekali. Wajahnya kelihatan pucat. Kepalanya ditutupi kupluk berbahan rajut berwarna putih.

Ternyata tujuan mereka sama, yaitu rooftop rumah sakit. Bahkan mereka sama-sama berdiri di balik tembok pembatas dan hanya berjarak beberapa meter.

Naya berdiri dan menarik nafas panjang berkali-kali. Ia mengeluarkan isak tangisnya yang sudah ia tahan sejak beberapa saat lalu. Dadanya sesak sekali. Merasa ada yang memperhatikan, Naya menoleh ke samping kanan. Terlihat gadis cantik tadi sedang berdiri beberapa meter di samping kanannya dengan wajah basah berurai air mata. Raut wajah mereka berdua persis sama. Penuh kesedihan sekaligus tanda tanya waktu menatap satu sama lain.

Tanpa ragu, Naya melangkah mendekati gadis itu. "Kamu pasien rumah sakit ini?" tanya Naya. Gadis itu mengangguk. "Udah berapa lama dirawat di sini?"

"Beberapa bulan."

"Kalau boleh tau, sakit apa?"

"Kanker."

Sepasang mata Naya berair lagi. Hatinya sakit membayangkan gadis kecil yang kelihatannya seumuran adiknya—Darrel, harus berjuang melawan penyakit ganas itu.

"Orang tua kamu pasti terpukul banget. Tapi kamu tau nggak, apa yang bakal bikin mereka ngerasa jauh lebih sedih ketimbang waktu tau kamu mengidap penyakit itu?" tanya Naya. Gadis di hadapannya menggeleng. "... Liat kamu nyerah untuk jalanin pengobatan," sambung Naya membuat air mata gadis di hadapannya luruh lagi.

"Maaf ya, tadi aku nggak sengaja denger pembicaraan kamu sama mama kamu, karena aku lagi di dalam lift. Dan maaf juga kalau kamu nggak suka denger aku bicara kaya gini. Semuanya pasti berat banget untuk kamu. Dan aku yakin semua orang ngerti bahwa kamu capek jalanin pengobatan. Tapi, tolong bertahan, ya? Jangan nyerah untuk sembuh. Pasti udah cukup berat untuk mama kamu waktu tau bahwa anak cantiknya sakit. Jadi jangan bikin beliau makin sedih dengan bilang bahwa kamu nggak mau lanjutin pengobatan."

Naya memberanikan diri untuk meraih salah satu tangan gadis di hadapannya, waktu ia mulai terisak pelan karena mendengar apa yang Naya ucapkan. Entah sejak kapan gadis itu melepaskan infusan di tangannya. Naya mengusap punggung tangan gadis itu dengan lembut.

"Hidup memang kaya gini. Kadang bikin kita marah dan ngerasa sakit setengah mati sampai bertanya-tanya 'kenapa harus kaya gini?'. Tapi kehidupan memang selalu ada manis dan pahitnya. Jalan hidup setiap orang udah diatur Tuhan dengan skenario terbaik. Tugas kita cuma berusaha jalanin semuanya dengan baik."

Babu || Kim Junkyu (Re-write)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang