22.2

7.3K 870 52
                                    

Keluar dari halaman belakang dengan wajah kusut masai, Prasada dan Lengkara masing-masing terjebak dalam kekhawatiran. Baru saja segala yang riuh menjadi sedikit tenang. Mereka perlahan menebus apa yang dihutang pada Rengkah di masa lampau sembari memperbaiki kerenggangan. Lalu sekonyong-konyong hari ini datang dan menampar dengan kasar.

“Selanjutnya bagaimana?”

Memaksa Rengkah menerima perawatan psikologis tidak mungkin dilakukan. Membiarkan situasi tetap demikian, tetapi mereka tidak siap dengan konsekuensi hal yang sama kembali terulang di masa depan.

“Kita bicarakan lebih lanjut dengan Dokter Iyama. Aku tidak ingin mengambil langkah yang salah dan berujung bahaya bagi Rengkah.” Kepala Lengkara berdenyut setiap kali memikirkannya. Semesta benar-benar tidak pernah sehari membiarkan ia merasa lega. Selalu saja masalah datang menerpa.

Jika itu hanya melibatkan dirinya, Lengkara biasa saja. Namun, jika itu melibatkan Rengkah, ia tidak bisa tidak dihantui gelisah.

“Sekretarisku akan mengatur jadwalnya. Lalu—”

“Kalian ....” Suara semerdu lonceng perak menyela dari arah belakang keduanya. Belum sempat menoleh, wanita dengan selendang putih menutupi bahunya telah berjalan melewati mereka selagi berkata, “Kemari ikut aku.”

“Rengkah?”

Berhenti dan kemudian menoleh sejenak, Rengkah memberi kode lewat gerakan mata untuk mereka berjalan menuju halaman depan rumah. “Cepatlah!”

***

Bibi Nama menyajikan jus cranberry, sedangkan Rengkah sibuk menyeduh teh dan menuangnya ke cucing yang telah dibilas dengan air hangat. Seusai itu Bibi Nama kembali ke halaman tengah dan Rengkah mendorong masing-masing cucing ke tuannya. Satu untuk Prasada dan yang lain untuk Lengkara.

Meski tidak suka menghadapi dua orang tersebut, Rengkah terpaksa mengejar kembali mereka setelah mengusirnya. Ia baru mengingat perihal identitasnya yang baru terungkap serta kehadiran Yeza. Meski mengatakan dirinya tidak menginginkan penjelasan, Rengkah masih tetap dihantui penasaran. Alhasil sekarang ia menyeret Lengkara dan Prasada untuk mengetahui kebenaran.

“Apa maksud tindakan kalian semalam?”

Prasada mengambil teh yang Rengkah berikan. “Itu ...”

“Berikan aku jawaban paling masuk akal.”

“Setelah operasi, aku dan Kakek sudah merencanakan untuk mengungkap identitasmu. Karena menunggu momen yang tepat, kami berpikir melakukannya di hari ulang tahunmu. Namun, itu ternyata terlalu lama dan banyak hal terjadi yang membuat kami menyegerakannya. Awalnya akan dilakukan setelah peristiwa di hotel Astaka, tapi tampaknya kau tidak akan menyetujuinya.” Lengkara meringkas yang pernah dijelaskannya, tanpa membawa embel-embel masa lalu mereka.

“Lalu kau pikir karena dilakukan sekarang, aku akan menyetujuinya?”

Prasada menggeleng. “Tidak. Tapi setidaknya, ini momen paling terbaik untuk menampar mereka yang berani bermain api denganmu, Rengkah.”

Dilihat dari skala kesempatan, Rengkah tidak bisa menyangkal momen ini terlalu tepat untuk digunakan. Nama Rengkah tengah menjadi sorotan. Jika pengumuman identitasnya dilakukan setelah perjamuan Hotel Astaka, mungkin hasil akhirnya tidak semenggemparkan sekarang.

Kemerosotan saham Grup Lenja merupakan peringatan keras yang akan ditanam di hati semua orang. Generasi ketiga sendok emas yang pernah menyerang Rengkah diam-diam membuat pemahaman, bahwa ia adalah jenis orang yang tidak boleh mereka lawan. Karena jika masih bersikap ofensif, dua grup besar siap menyatakan perang dan memberikan hukuman tepat seperti yang Grup Lenja rasakan.

Rengkah LengkaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora