Asa

88 14 2
                                    

Hallo guys, Angger balik lagi.

Ini ceritanya bakal beda sama season 1 ya guys. Bukan Angger yang manja kke dulu lagi, tapi Angger dewasa yang itulah pokoknya.

Btw, jangan lupa vote dan komen ya.

Typo tandai

Enjoy

*****

“Ayah! Ayah! Itu, Asa mau itu Ayah.”

Bocah pipi gembil itu asik menunjuk salah satu pedagang permen kapas di sebrang jalan.

Sore ini, selepas Angger pulang bekerja. Aldino memutuskan untuk membicarakan anak yang ada di pangkuannya di luar. Seperti sekarang, duduk di bangku taman kota yang mulai sepi pengunjung.

Angger berdecak kesal, “Kau bicara pada siapa, huh?!”

Bersama dengan jari mungil yang menunjuk Angger, anak itu memekik girang, “Ayah!”

Dengusan kesal lagi-lagi terdengar. Angger muak, jujur saja.

Hampir 10 menit di sana pun membuatnya tak mendapatkan pencerahan apapun. Terlebih lagi, Aldino si pelaku yang mengajak ——Menggeret——nya ke sana pun tak membuka suara bahkan memberi tanggapan mengenai bocah kecil yang mengaku bernama Angkasa.

Aldino kerap kali tersenyum saat melihat wajah bulat milik Angkasa, tak khayal membuatnya ingin menerkam wajah manis itu dengan kecupan sayang.

Lelaki itu menurunkan wajahnya. “Angkas——”

“Asa, Paman! Asa, panggil Asa Asa, oke?” sela bocah itu membenarkan perkataan Aldino.

Aldino memasang wajah paham, kemudian balik bertanya, “Asa mau itu?”

Dibalas anggukan oleh Angkasa, ia memutar badannya agar menghadap lelaki yang memangkunya sekarang.

“Boleh, Paman?”

Belum sempat Aldino menjawab, anak itu sudah lanjut berkata, “Asa ingin ... sekali. Boleh ya, Paman?” pintanya sembari mengatupkan kedua tangannya.

Di sebelah mereka, Angger menatap jengah keduanya. Kalian masih ingatkan? Angger tidak suka anak kecil, sama sekali tidak! Berbeda dengan pria jangkung di sebelahnya yang begitu menyukai anak kecil.

Memangnya, apa yang lucu dari bocah kecil seperti itu? Begitu pikir Angger.

Angger tak banyak paham mengenai anak-anak, yang itu hapal adalah, mereka sungguh mengganggu, berisik, bandal dan yah ... sulit diatur, dan Angger tidak suka itu. Kendati dirinya yang pada masa remaja saja masih demikian pada Ayahnya.

“Oke, satu saja ya,” balas Aldino menyetujui. Ia mengangkat Angkasa dalam gendongannya. Membawa anak itu ke tempat salah satu penjual permen kapas, meninggalkan Angger sendirian.

Angger berdecak sekali lagi, “Dia merebut milikku!”

Kalau boleh jujur, ada rasa cemburu dalam dirinya. Namun, sekuat hati ia menyangkal hal itu. Bahkan, selama ini ia juga acuh terhadap perhatian yang Aldino berikan, meskipun terkadang dalam satu waktu itu amat ingin dimanja dengan lelaki itu.

Sudah dikatakan bukan, Aldino salah satu dari banyaknya manusia yang mau berperan sebagai Ayah pengganti untuknya.

Berbeda dengan rasa kecemburuan milik Angger, Angkasa yang kini asik berdebat dengan Aldino pasal bentuk apa yang akan mereka beli.

Angger; EverlastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang