5 - Ketahuan!

729 129 38
                                    

"Jendra?" Panggil Kaia.

Jina terhenti ketika melihat teman-temannya sudah berada dihadapannya dengan tatapan bertanya-bertanya.

"Kalian ngapain disini?" tanya Jendra, tentu saja dia heran. Tidak ada satupun dari mereka yang memberi tahu akan kesini, Kaia sendiri sudah bilang akan membatalkan kedatangannya ke rumah Jendra.

"Lo ngapain sama Jina?" kini Jehan bersuara.

"Mami...kita masuk ke dalam aja boleh ga?" bisik Jia pada Jina yang hampir tidak terdengar oleh yang lainnya.

"Kamu bilang yang sakit kan anak Bi Nini. Mereka berdua anak Bi Nini?" tanya Kaia

"Kemarin kamu bilang, Jina juga cuman nebeng kan? Kok sama kamu sekarang?" lanjut Kaia dengan serentetan pertanyaannya.

"Kamu kenapa bohong?" tanya Kaia kembali sambil menatap Jendra.

Rentetan pertanyaan dari Kaia membuat Jendra bungkam seribu bahasa, tidak tau harus menjawab apa. Jendra sendiri tidak berani menatap langsung mata Kaia, rasa bersalah memenuhi dirinya.

"Ehmm, kayaknya kita harus jelasin ke mereka deh, Jen," usul Jina.

Perkataan Jina justru terdengar ambigu dan menimbulkan banyak spekulasi dari teman-temannya. Tak sedikit yang berpikiran Jina dan Jendra berselingkuh. Apalagi diposisi Kaia yang tengah dibohongi oleh Jendra.

"Mami...Jia pusing," bisik Jia pada Jina.

"Hmm, Gu—gue ke atas duluan ya, nganterin Jia dulu," ucap Jina meninggalkan teman-teman yang lainnya. Mereka hanya bisa menatap kepergian Jina dengan segudang pertanyaan di kepala mereka.

"Jio...Jio juga ikut duluan ke atas ya," cicit Jio yang langsung berlari mengikuti Jina dari belakang.

Jendra pada akhirnya mempersilahkan teman-temannya untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

"Gue ke atas bentar ya," Jendra langsung meninggalkan mereka ke atas.

"Selingkuh ya mereka?" ceplos Harris yang mendapat tatapan tajam dari Jehan. 

Kaia hanya bisa menghela napas, tidak tau harus berpikir apa lagi. Kini pikirannya dipenuhi hal yang negatif. Dia hanya bisa berharap semua hal negatif yang ada dipikirannya saat ini tidak benar-benar terjadi. Terlebih, dia mengenal baik Jina dan Kaia yakin Jina bukanlah tipe perempuan seperti itu.

Di kamar Jendra, Jia sudah berbaring dan berusaha memejamkan matanya. Sedangkan Jio duduk disampingnya.

"Kalian disini dulu ya, jangan keluar kecuali kalau mendesak," ucap Jendra dari balik pintu.

Jina menyelimuti Jia, lalu tangannya ditarik oleh Jendra untuk keluar.

Sebelum menuruni anak tangga, Jendra bertanya pada Jina mengenai bagaimana mereka akan menjelaskan mengenai Jio dan Jia.

"Lo yakin mau bongkar semua Ji?" tanya Jendra.

"Mau gimana lagi? Lo mau Kaia dan yang lainnya mikir aneh-aneh?"

"Kita bisa bilang mereka sepupunya Bi Nini."

"Masalahnya adalah eksistensi gue, bukan soal Jia atau Jio. Lo gak liat mereka heran kenapa gue bisa tiba-tiba sama lo? Mana gue masih pake seragam kemarin lagi."

"Jadi?"

"Yaudah jelasin ajalah ke mereka, percaya syukur enggak yaudah," pasrah Jina. Tidak ada lagi alasan yang bisa digunakan selain jujur. Semua ini juga di luar kendali mereka.

"Gue sama Kaia gimana?"

Jina merespon malas, mereka yang punya hubungan kenapa dia yang jadi disuruh berpikir, "Jen? Lo bisa ngurus itu nanti kan? Gue yakin Kaia pasti bisa coba ngertiin semuanya," ucap Jina sekenanya.

Hello Mom Dad!Where stories live. Discover now