1. Rumah No.58

156 9 2
                                    

Untuk cerita ini fiksi ya jangan beranggapan nyata ya mungkin di beberapa bab aku tambahin cerita asli nya ya. Selamat membaca dan semoga terhibur ️❤️❤️
.
.
.
.
.
.
.
30-Desember-1964

Hujan masih membasahi Bumi Pertiwi, dari tadi malam langit tidak henti-hentinya menetaskan air. Suasana pagi ini, diselimuti dengan keheningan. Di jalan pun hanya beberapa mobil dan kendaraan umum yang lewat.

Kring kring kring

Tepat jam 06:20 bunyi jam weker dari kamar Ruli dan Emmy. "Emmy, bangun sudah jam 6 lewat 20. Sana ambil wudhu solat." Perintah Ruli kepada adiknya .

"Iyo mbak, mbak ndak solat?", tanya Emmy kepada Ruli sambil menggosok-gosok kedua matanya. "Mbak lagi datang bulan" jawab Ruli yang sedang membuka jendela. "Oh gitu toh, ya sudah aku ke kamar mandi dulu yo." Hanya anggukan kepala sebagai balasan dari Ruli.

Kamar kedua di tempati oleh Amelia dan Juwik. "Mbak, mbak, bangun sudah pagi ndak solat subuh?" tanya Juwik sambil mendorong tubuh Amelia berharap akan bangun. "Iya, kamu saja duluan nanti aku menyusul setelah kamu balik ke kamar". Jawab Amelia dengan mata masih terpejam.

Kamar Ahmad Yani

Yani, masih tertidur dengan keadaan memeluk Edi. Begitu juga sebaliknya Yayu memeluk Untung. Selang beberapa menit kemudian, Edi terbangun dari tidurnya.

"Pak, bapak, sudah pagi bapak ndak solat?", tanya Edi kepada sang bapak. Beberapa kali tepukan kecil di pipinya, Yani pun terbangun. "Opo,di?" tanya Yani sambil perlahan membuka matanya dan melihat Edi yang sudah duduk menghadap ke arahnya.

"Sudah pagi pak, ndak solat?" tanya Edi.
"Waduh sudah jam segini!" jawab Yani dengan menepuk keningnya pelan. Melihat Yayu masih terlelap tidur Yani dengan sigap membangunkan sang istri. "Buk, buk, ayo bangun solat subuh dulu."

Yayu melihat Yani dengan pandangan sedikit buram, Yayu mengubah posisinya menjadi duduk. "Aku lagi datang bulan mas, mas solat saja." tanggap Yayu. Yani pun berlalu meninggalkan Yayu dan kedua anak lelakinya di kamar. Sembari mengikat rambut dengan asalan, perlahan ia membuka jendela. Hujan masih mengguyur Jakarta, "Sudah dari tadi malam hujan".Kata Yayu sendiri.

Jam 07:50

Harum wangi nasi goreng dari arah dapur, Yayu sedang membuat sarapan pagi untuk anak-anaknya dan Yani. Tampak dari arah kamar kedua, Amelia dan Juwik berlarian. "Mbak Amel, kembalikan ikat rambut ku." Juwik merengek sambil melompat dan tangannya meraih-raih ikat rambut yang diangkat tinggi oleh Amelia.

"Makanya jadi orang jangan pendek, jadinya mudah di ganggu kan." jawab Amelia sembari tertawa dan menoleh ke arah Juwik. Tanpa di duga-duga Yani berdiri ke arah mereka lari dan sudah lengkap dengan baju dinas nya sambil  berkacak pinggang.

Bughh...

Akibat tidak menoleh ke depan Amelia menabrak dada Yani. "Ada apa ini, pagi-pagi sudah membuat keributan tidak enak sama tetangga tau ndak." Hanya hujan yang bersuara, Amelia dan Juwik menunduk takut akan Bapaknya.

"Kok pada diam, ayo jawab pertanyaan bapak kenapa kalian lari-lari!", desak Yani kepada kedua anak perempuannya. "I-i- itu pak, mbak Amelia ambil ikat rambut aku." jawab Juwik dengan terbata-bata. Pandangan Yani sontak mengarah kepada anak ketiga nya.

"Yang Juwik bilang tadi benar, Mel?." Pertanyaan Yani tidak Amelia jawab,  selang beberapa menit kemudian Amelia baru menjawab pertanyaan bapak nya. "Iyo pak, aku ambil tadi tapi niatnya hanya bercanda saja pak.Juwik saja yang menganggapnya dengan serius." jawab Amelia dengan sedikit melotot kepada Juwik.

Anak Emas Soekarno Yang Tersingkir Where stories live. Discover now