Terlihat Iqbaal mendekati 2 gedung tua yang berjarak kurang lebih 1 meter itu, suasana di sini tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang, beberapa orang yang berhasil membuat Iqbaal bergidik ngeri, pemandangan segerombolan pria-pria tua yang memainkan kartu judi dengan asap rokok yang mengepul, wanita-wanita bertubuh gempal dengan muka bantal yang sibuk merumpi, anak-anak kecil yang berlari bermain berlalu lalang di tengah jalan dengan baju compang-camping seperti tidak terurus, Iqbaal bergidik. Tempat ini mengerikan. Jauh dari kesan mewah.

"Apa benar gadis itu tinggal di sini?" tanyanya ragu kepada dua orang pria berjas bertubuh tegap yang sedari tadi mengiringinya.

"Iya tuan, kami yakin gadis yang dimaksud tuan tinggal di sini,  kami sering membuntuti dia," pria dengan name tag-Karel itu menjawab dengan lugas. Dia adalah pengawal Iqbaal, sedang pria satunya lagi adalah Aldi yang bertugas sebagai Driver Bank di Dhiafakhri Company Bank.

"Dia benar-benar menarik," Iqbaal tersenyum misterius.

Iqbaal menyuruh Karel dan Aldi untuk bertanya dengan orang-orang itu untuk menunjukkan kamar yang di tempati gadis bernama 'Hanna Leonella'.

Setelah tahu, Iqbaal segera pergi ke sana. Tapi, tidak dengan Karel maupun Aldi. Ia sendirian. Kini, Iqbaal tengah berdiri di depan sebuah kamar dengan nomor 6, ia mengamati pintu kamar itu dengan intens, di sana tertuliskan sebuah ukiran kayu dengan nama 'Hanna Leonella dan Steffie'. Iqbaal tersenyum, lalu menaruh setangkai mawar merah dengan sebuah amplop berwarna keemasan ke bawah pintu.

"See you tomorrow," ucapnya berpamitan kepada pintu(?) Setelah selesai, Iqbaal turun dan menghampiri Karel dan Aldi, lalu pulang.

******

Semburat warna oranye menghiasi langit sore saat ini. Hanna tengah melamun menatap jalanan, ia masih bingung dengan sambungan telepon pagi tadi, apa maksudnya dengan 'Sepulang anda dari Blank Time anda akan tahu maksud saya,' namun, sampai sekarang Hanna tidak tahu apa maksudnya itu, mungkinkah dia salah sambung? Sepertinya iya, tapi kenapa suaranya terdengar yakin bahwa dia mengenal Hanna bahkan pernah menciumnya? Setahu Hanna  hanya ada satu pria yang menyebalkan yang berhasil mencuri ciuman pertamanya! Hanna menggigit bibirnya gelisah. Atau pria itu penguntit?

Hanna mendesah. "Dasar aneh!".

"Siapa yang aneh?" Steffie melirik Hanna.

Mereka kini tengah berjalan memasuki gang kecil untuk sampai ke rumah susun mereka.

"Pria yang meneleponku tadi pagi," ujarnya.

"Pria? Siapa?" Steffie bertaut alis.

"Entahlah, aku juga tidak mengenalnya," aku Hanna mengangkat bahu tak acuh.

"Oh. Mungkin dia salah sambung," Steffie memberi pendapat.

"Mungkin,"

"Kenapa tidak mencoba menelepon balik?" tanya Steffie.

"Dia menggunakan nomor pribadi," Hanna memanyunkan bibirnya. Steffie memutar bola mata. Langkah kaki mereka kini tengah menapaki tangga untuk sampai ke kamar mereka.

"Ada-ada saja…" Steffie menggeleng, namun raut wajahnya seketika berubah, "oh aku tahu!" senyuman Steffie mengembang sempurna. Hanna menatapnya dengan tampang bertanya.

"Apa mungkin dia itu pelanggan yang telah kau celakai?" tiba-tiba saja tawa Steffie meledak di antara tangga di bangunan tua ini. Oh yang benar saja! Hanna memutar bola mata kesal.

Steffie puas dengan kalimatnya yang menurutnya sangat lucu, tapi tidak dengan Hanna yang dongkol karena Steffie kembali mengejeknya kecerobohannya.

Dangerous IqbaalWhere stories live. Discover now