Ruangan dengan cat dan barang yang berwarna serba putih itu terdengar bising sejak pagi tadi. Musik dengan volume kencang dengan sengaja diputar gadis berambut kecoklatan yang kini tengah sibuk dengan kuas dan kanvas. Di pipinya ada sedikit coretan cat yang entah ia menyadari itu atau tidak.
Suara ketukan yang cukup keras mulai terdengar. Gadis itu mengecilkan sedikit volume musik dari speaker dan berjalan pelan menuju pintu kamar.
Dari balik pintu, berdiri seorang wanita cantik yang kini raut wajahnya terlihat kurang ramah. Begitu pula dengan gadis itu yang menyambutnya dengan mimik serupa.
Kedua mata wanita itu menelisik seisi ruangan yang terlihat cukup berantakan kemudian sedikit menghela napas, "bisa bicara sebentar?"
Gadis di hadapannya sedikit mengangguk, "go ahead. Disini aja." Balasnya.
"Dibawah. Mama tunggu 5 menit." Ujarnya ketus kemudian pergi meninggalkan gadis itu.
Dengan sedikit kesal, gadis itu membuka sarung tangan karet hingga celemek kulit yang ia kenakan, menyimpan nya di atas kursi kemudian berjalan keluar ruangan menyusul wanita tadi.
Langkahnya membawa gadis itu menuruni satu per satu anak tangga hingga sampailah ia di sebuah ruang luas yang tersedia sofa, meja kaca dan pernak pernik rumah tangga lainnya.
Gadis itu sedikit tersenyum remeh ketika melihat seorang pria yang sepertinya berusia sedikit lebih tua dari wanita tadi.
"Al.. you know that I'm gonna married next week." Tutur wanita itu sesaat setelah Alena, gadis itu, bergabung duduk di sofa.
Alena mengangguk kecil seakan telah menduga pernyataan tersebut, "congratulation. You don't have to worried about me anyway. Aku bisa urus hidup aku sendiri. Toh selama ini juga gitu kan?" Ujarnya sedikit berbisik di akhir kalimat.
Wanita itu, Kamila, menatap anak semata wayang nya sesaat. Tatapan kesal juga kecewa. "Kamu harus ikut mama."
Alena tersentak, mimik wajahnya seketika berubah kesal. "What? No. Aku gak akan pernah pergi dari ini. This is my place!"
"Bukan!!" Sentak Kamila. Air mata yang telah menumpuk perlahan mengalir, matanya menatap tajam membalas tatapan Alena, "ini rumah eyang. Kita gak punya hak disini, kamu tau itu, Al."
Alena mengangguk pelan, "oke.. kalo aku gak bisa tinggal disini, mama bolehin aku kontribusi lagi di bisnis papa."
"Alena! Harus berapa kali mama bilang kamu gak bisa ikut bisnis itu, kamu itu perempuan. Mama biayain kamu sekolah di Art School supaya apa? Supaya kamu gak kaya papa! Don't be selfish, Al!"
Alena terdiam. Begitu pun dengan pria yang duduk di samping Kamila. Sesaat Alena tersenyum miris, air matanya kini ikut mengalir perlahan. Ia terkekeh kecil, "selfish? Salah.. kalo aku cuma pengen pertahanin satu - satunya tempat yang penuh sama kenangan papa? Salah.. kalo aku juga pengen bahagia? Siapa yang egois, ma? Gak cukup selama ini mama atur hidup aku? Alena gak boleh ini alena gak boleh itu!! Hah?! Aku gak pernah bantah, ma. Dari kecil sampe sekarang apapun yang mama minta selalu aku turutin! Masih gak cukup?"
Kamila tersentak ketika tangannya dengan lembut di genggam oleh pria disamping nya. Ia memejamkan matanya rapat - rapat. Tangisannya memekik di ruangan hening ini. Hanya sesaat, menarik napas dalam - dalam kemudian menatap Alena yang kini menatapnya dengan sayu. Terlihat luka batin mendalam dari tatapan itu.
"Sekarang aku ngerti kenapa papa ninggalin mama duluan." Ujar gadis itu kemudian pergi meninggalkan Kamila yang tersentak dengan pernyataan tak terduga dari anak gadis nya.
YOU ARE READING
BETWEEN "A Dark History" | On Going
RomanceAlena Valeria. Gadis itu telah lama tenggelam dalam kesunyian. Sejak kematian ayahnya, dia menjelma menjadi sosok yang dingin, menjauh dari dunia, dan menutup rapat hatinya. Tak ada yang bisa menembus tembok yang ia bangun. Bahkan mantan kekasihnya...
