Membaca dengan serius rentetan kalimat di atas kertas putih bernilainya, Jeno mengangguk dengan bangga.

"Apa perlu kita rayakan?" Tanya Jeno.

"Tentu saja! Ayo ke bar."

Jeno menghela napas setelah mendengar tawaran dari Mark. Berkas itu dia simpan ke sisi meja.

"Berhenti mengajakku mabuk-mabukan, Mark. Kau tahu aku tidak minum alkohol."

"Malam ini saja! Ayolah, kau hanya tidak mau, bukan tidak bisa. Minum sekali tidak akan membuat dunia kiamat, Jeno. Hanya untuk merayakan proyek besar kita."

Jeno tampak menimang perminataan Mark.

Yang dikatakan sekretaris sekaligus temannya ini memang lah benar. Semua akan baik-baik saja, toh Jeno bukan maniak alkohol.

"Hanya untuk malam ini. Itu juga karena kau dan tim yang mengerjakan proyek ini berhasil dengan sangat baik."

"Jangan lupa bonus untuk hasil kerja keras kami."

"Cek rekening kalian tiga hari lagi."

Medengar itu, Mark tampak memundurkan langkahnya, lalu tiba-tiba saja membungkuk kepada Jeno dengan penuh hormat.

"Terima kasih, Tuan Lee."

"Berhenti bertingkah menggelikan, atau aku benar-benar akan berubah menjadi atasan otoriter."

Mark kembali menegakkan tubuhnya, lalu berdecih pelan. "Memangnya selama ini tidak?"

.
.
.

"Halo, Sayang? Astaga, eomma mimpi apa ya sampai anak Jung Jaehyun ini minta dihubungi?"

Ini sudah masuk jam makan siang dan Jeno masih betah berada di ruangannya, sibuk mengangkat telepon yang masuk dari sang ibu.

Syukurlah karena Doyoung menghubungi Jeno kurang dari satu hari sejak dia meminta tolong pada Xiaojun.

Mungkin, kalau ibunya itu masih belum juga memberi kabar, Jeno akan memutuskan untuk menyusul.

Mau bagaimana lagi, rasa penasarannya sudah sampai pada tahap frustasi.

"Eomma, berhenti bepergian bersama appa."

"Kenapa? Eomma kan tidak selingkuh. Toh yang mengajak ke London itu appamu, bukan eomma yang meminta."

"Tapi kalian jadi sulit dihubungi kalau sudah begini. Eomma tahu tidak kalau aku sudah berusaha menghubungi Eomma sejak kemarin?"

Jeno dapat mendengar suara kekehan dari dari balik ponselnya.

"Maaf ya, Sayang. Ponsel eomma mati satu harian kemarin."

"Hm, tidak apa, tidak perlu minta maaf. Yang penting, kalian pulang dengan tanpa membawa nyawa lain."

"Hah? Apa maksudmu, Jeno?"

"Jangan melakukan hal yang akan membuatku menjadi seorang kakak."

Jeda terjadi selama beberapa saat, mungkin Doyoung tengah mencerna apa yang dimaksud oleh anak tunggalnya itu.

Hingga selanjutnya, suara gelak tawa bisa Jeno dengar dengan jelas.

"Tapi, itu bukan hal buruk juga."

Mata Jeno membola, dia bahkan menatap ponselnya beberapa saat.

"Eomma, jangan lakukan! Aku sudah kepala tiga!"

"Iya.. iya, eomma hanya bercanda. Kau kira eomma masih sanggup mengandung apa?"

THE WINTER SUNRISE [NOREN ft. Chenle]Where stories live. Discover now