0.20

3.8K 510 37
                                    

Vote dan komen jangan lupa!!

Enjoy it~

_____________________

Kali ini, sakit kepalanya bukan lagi hanya perkara banyaknya berkas yang harus dikerjakan, tapi juga bagaimana takdir membawanya sejak dua bulan lalu.

Jeno berdiri menghadap ke arah jendela ruangan di kantornya, mata tajamnya melirik ke bawah sana, melihat bagaimana semua orang sibuk dengan urusan masing-masing.

Pria itu bukan hanya membuang waktu sambil menghayal—karena pada kenyataanya, Jeno tengah berusaha untuk menghubungi seseorang.

Ponsel di tangannya terlihat sedang menyambungkan panggilan dengan satu nama di kontaknya.

"Angkatlah."

Tepat setelah gumaman Jeno terlontar, nada dering berubah menjadi sebuah panggilan.

"Halo?"

"Xiaojun Hyung, bisa aku bicara dengan Eomma? Sejak kemarin aku sudah mencoba untuk menghubunginya, tapi tidak bisa."

"Oh, Jeno. Tuan Doyoung dan tuan Jaehyun sedang liburan, mungkin ponselnya sengaja dibuat mati."

"Liburan? Ke mana? Ck, kenapa selalu bertingkah kekanakan sih."

Jeno mulai menggerutu. Kenapa kedua orang tuanya itu, sulit sekali untuk diam di satu tempat dalam waktu lama?

Apalagi saat Jeno benar-benar sudah bisa mengurus anak perusahaan sendiri seperti sekarang.

"Ke.. London. Apa mereka benar-benar tidak memberitahumu?"

"Tidak, Hyung." Jeno mendengus. "Kalau begitu, aku minta tolong pada Hyung untuk memberitahu pada mereka, khusunya Eomma, kalau aku ingin bicara padanya, ya?"

"Baiklah, nanti akan aku sampaikan."

"Kalau begitu aku tutup, terima kasih, Hyung."

"Ya, tidak masalah, Jeno."

Telepon terputus. Jeno hanya bisa melihat ponsel di tangannya dengan tatapan kosong.

Tampaknya, Jaehyun dan Doyoung benar-benar pergi hanya berdua. Bahkan sekretaris ibunya itu, tidak ikut dalam agenda liburan mereka.

Pantas saja sejak kemarin dihubungi tidak pernah bisa, ternyata dua sejoli itu tengah sibuk menghabiskan waktu liburan di eropa.

"Awas saja kalau aku tiba-tiba punya adik. Aku tidak mau kalau adikku bahkan lebih muda dari anakku."

Gerutuan Jeno terus terdengar, ponselnya dia simpan ke atas meja, lalu kembali duduk pada kursi kebanggaannya.

Tentu saja kembali bekerja. Toh, dia tidak mendapatkan informasi yang dia cari.

"Jeno."

Pria Lee itu mendongak, menemukan Mark yang masuk ke dalam ruangannya.

"Aku membawa berkas yang harus kau tanda tangani."

"Hm, terima kasih. Letakkan saja ke atas meja," ucap Jeno sebelum kembali menatap layar laptopnya.

"Ada kabar baik yang ingin aku sampaikan."

Perhatian Jeno berhasil direnggut lagi. Kini, dia mencoba untuk fokus pada ucapan sekretarisnya itu.

"Apa?"

"Penawaran kerja sama kita, berhasil disetujui tanpa harus mengorbankan lima puluh persen dari saham perusahaan."

Ujung bibir Jeno langsung tertarik tipis saat mendengar kabar itu, bahkan tangannya terulur untuk melihat bukti berkas yang Mark bawa.

THE WINTER SUNRISE [NOREN ft. Chenle]Where stories live. Discover now