Aghniya dibuat semakin bingung dengan sikap Sarah yang berbeda. Dirinya bertanya-tanya, kesalahan apa yang Ia perbuat sampai-sampai Sarah menjauh.


***

Aghniya kembali ke kelas dan memutuskan untuk tidak pergi ke kantin. Ia juga sedang tidak bergairah untuk melakukan sesuatu, hanya duduk di bangkunya dan bermain ponsel.

Ponsel Aghniya memang benar-benar dihidupkan, tetapi dia tidak benar-benar memainkan ponsel. Bosan dengan ponsel, Aghniya menyandarkan pundaknya. Ia menatap Rujhan dan teman-temannya masuk ke dalam kelas, termasuk Rafi.

Rafi adalah sosok yang tegas, dingin dan cuek. Aghniya sendiri banyak terkagum saat melihat Rafi, ada aura berbeda di diri Rafi.

Aghniya tersadar dari lamunannya saat seseorang meletakkan makanan di atas meja Aghniya. Ada sebuah corndog yang dilumuri saus sambal dan mayones, dan yang meletakkan makanan tersebut adalah Rujhan. Aghniya ingin menolak, tetapi tidak enak karena banyak teman-teman Rujhan yang memperhatikan.

Namun saat mengambil corndog pemberian Rujhan, netra Aghniya bertemu dengan Sarah. Ia mau menghampiri Sarah, namun tatapan yang diberikan Sarah sangat mematikan. Aghniya memutuskan untuk membiarkan Sarah dalam beberapa waktu.

Bel sudah berbunyi saat makanan Aghniya tersisa setengah. Sisa makanannya langsung dimakan dalam satu suapan, alhasil mulut Aghniya penuh. Dari belakang terdengar suara tertawa kecil, Aghniya melirik ke belakang dan suara tawa pun terhenti, hanya tersisa senyuman Rafi.

"Pelan-pelan aja Ni, gurunya juga belum datang." Peringat Rujhan.

Selang beberapa menit, guru sejarah memasuki kelas dengan membawa tumpukan kertas. Guru laki-laki itu membuka dengan salam dan beberapa pertanyaan tentang kondisi murid-muridnya.

"Baik, dalam beberapa hari lagi kita akan mengadakan perkemahan. Mungkin guru-guru lain sudah banyak memberikan wasiat kepada kalian, dan ada beberapa wasiat juga dari Bapak."

"Tolong persiapkan diri kalian lebih matang lagi. Yang perlu kalian ketahui, bahwa saya akan menjadi salah satu penguji kalian disana. Bapak mau kalian menyiapkan satu buku tulis kosong untuk pematerian. Sampai disini ada yang mau bertanya?"

Rujhan mengangkat tangannya, dan berbicara saat diizinkan bicara.

"Pengelompokan disusun saat kita masih di sekolah atau saat di lokasi perkemahan?"

"Nah untuk masalah kelompok, ini saya sudah menyusunnya. Aghniya, tolong bagikan kertas ini ke teman-teman kamu,"

"Baik Pak," Aghniya mengambil semua tumpukan kertas yang diperintah dan membagikannya kepada teman-temannya.

Setelah Aghniya selesai membagikan kertas, Pak Sidiq mulai menjelaskan semua tentang kelompok. Mulai dari nama-nama kelompok mereka, ketua kelompok dan juga membacakan peraturan kelompok.

Barulah setelah selesai menerangkan semuanya, Pak Sidiq memulai kegiatan belajar mengajar.

"Sst, Aghni.."

Aghniya melirik ke arah Rujhan yang memberikan kode lewat bisikan.

"Kita sekelompok," Bisiknya lagi dan Aghniya hanya mengangguk sambil tersenyum. Padahal Ia juga sudah tahu tentang itu.

"Aku ketuanya, nanti kamu yang bantu Aku ya?" Kembali Rujhan berbisik.

"Insya Allah, masih ada Rafi juga kan?" Balas Aghniya dengan berbisik.

"Iya sih, tapi Aku mau kamu yang bantu,"

"Lihat aja nanti, Aku gak janji ya?" Rujhan mengangguk paham dan kembali pada materi yang sedang dijelaskan Pak Sidiq.

Pengelompokan yang kemarin dilakukan lewat undian, dibatalkan. Karena banyak ketidak setujuan dari murid-murid, yang pada akhirnya dibuat ulang oleh Pak Sidiq dengan perjanjian harus menerima keputusan yang ada. Dengan keputusan akhir, Aghniya berada satu kelompok bersama Rafi, Rujhan, Nadia, Maulana, Nisa, Nur, dan Cahaya. Dengan Rujhan yang mengajukan sebagai ketua kelompok.

Aghniya membuka buku catatannya dan mulai menulis apa yang ditulis oleh Pak Sidiq di papan tulis. Matanya sedikit menyipit, maklum saja karena tulisan Pak Sidiq memang sangat tidak terlihat jelas. Tiba-tiba saja seseorang memindahkan buku di sebelah Aghniya yang membuat Aghniya terkejut, pelakunya adalah Rafi.

"Numpang sebentar ya? Di Belakang gak keliatan jelas tulisannya, mata Aku ada minusnya,"

"Kok gak pake kacamata?"

Rafi mulai menulis dengan matanya yang menyipit saat melihat papan tulis, "Soalnya kalau pake kacamata keliatan culun,"

"Enggak kok, gak mungkin keliatan culun. Secara wajah kamu gak mendukung keliatan culun,"

Rafi berhenti menulis dan menatap netra Aghniya penuh teliti. Wajahnya semakin lama semakin mendekat pada wajah Aghniya, dengan penuh ketegangan Aghniya menjauhkan wajahnya. Keringat bercucuran di kening Aghniya, sungguh suasana yang sangat tidak diperkirakan.

"Ekhem!" Suara bariton Pak Sidiq akhirnya membuat Rafi menjauhi Aghniya.

"Kalian berdua! Maju ke depan, sekarang!"

Aghniya dan Rafi segera maju ke hadapan Pak Sidiq sebelum beliau menjadi marah.

"Kalian mau ngapain tadi?" Tanya Pak Sidiq penuh intimidasi.

"Gak ngapa-ngapain Pak, serius!" Jawab Aghniya penuh keyakinan.

"Kalau gak melakukan apapun, kenapa kamu ngedeketin Aghniya?" Kali ini pertanyaan untuk Rafi.

Berbeda dengan Aghniya, Rafi memilih untuk diam saja. Dia berpikir jawabannya tidak akan diterima.

"Kalau mau pacaran itu diluar jam pelajaran, gak malu sama Bapak kalian?"

"Maaf Pak.." Lirih Aghniya.

"Ya sudah, kembali ke tempat."

Aghniya dan Rafi kembali ke tempat duduk semula, dengan Aghniya yang menatap ke bawah sedangkan Rafi berjalan dengan santai menatap lurus dan wajah yang datar.

"Cih, buaya betina."

Aghniya melirik sekilas ke arah Sarah, suara Sarah memang tidak terlalu terdengar jelas. Tetapi Aghniya dapat mendengar kalimat yang dilontarkan dengan jelas, terlebih lagi kalimat itu tersimpul untuk dirinya. 

 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AQLAMWhere stories live. Discover now