8

19 1 0
                                    

Warning!

Alur maju mundur

***

Di bawah cahaya bulan yang temaram, sepasang kekasih tengah duduk di sebuah kursi taman. Beberapa lama mereka terdiam, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Apa putus emang satu-satunya solusi, Sal?" Sang pria berusia dua puluh tahun itu kini menatap gadis di sebelahnya, setelah beberapa lama ia mendongak menatap bulan yang tampak sangat indah malam ini.

Gadis yang dipanggil Sal itu menoleh, menatap dalam mata kekasihnya.

"Maafin aku, Gio, tapi aku udah pikirin semuanya dan aku yakin sama pilihan ini."

Xergio menghela nafas panjang. Matanya tak lepas memandangi kekasihnya itu. "Kenapa ga tanya mau ku apa, Sal? Kenapa kamu ambil keputusan secara sepihak kayak gini?"

"Karna kamu ga akan pernah setuju sama aku, Gio."

"Salsa, kalau keputusannya kayak gini gimana aku bisa setuju? Aku udah bilang kan sama kamu, aku ga pa-pa kalau kita LDR-an, kita bisa saling kasih kabar setiap hari. Semuanya sekarang udah canggih, Sal. Kita bisa telponan, bisa video call, kita juga bisa chatan."

Salsa menggeleng, perlahan air matanya turun membasahi wajah cantiknya. "Aku yang ga bisa, Gio. Aku ga bisa kalau kita punya hubungan jarak jauh. Entah aku atau kamu, kita pasti nemuin orang lain."

"Kamu ga percaya sama aku? Aku cinta kamu, Sal. Cuma kamu satu-satunya," Xergio menggenggam erat tangan Salsa, meyakinkan gadis itu.

"Aku percaya sama kamu. Tapi, aku ga bisa percaya sama diriku sendiri. Aku ga bisa kalau harus tetap mencintai kamu tanpa bertemu."

"Kenapa? Karna kamu emang ga cinta sama aku, Sal? Atau kamu emang dari lama mau putus sama aku dan sekarang momen yang tepat buat kamu ngelakuinnya?"

Salsa menggeleng, ia balas menggenggam tangan Xergio begitu erat. "Gak gitu, Gio," lirihnya.

Xergio menundukkan kepalanya, menghela nafasnya mencoba mengendalikan emosinya.

"Sayang, kasih tau aku kalau sejak awal cuma aku yang serius dengan hubungan ini? Biar aku bisa lepasin kamu."

Salsa menggeleng cepat, air matanya semakin deras mengalir di pipinya. "Aku juga ga mau kita berakhir kayak gini. Tapi, aku juga ga bisa kalau harus punya hubungan tanpa bertemu. Aku ga bisa kalau setiap hari harus nahan rasa rindu aku ke kamu."

"Kita bisa telfonan, sayang," Xergio terus meyakinkan Salsa. Gadis itu, sejak ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Amerika, ia juga memutuskan hubungannya dengan kekasihnya.

"Itu ga segampang yang kamu bilang, Gio. Perbedaan waktu di sini sama di sana itu jauh. Aku ga mau kita harus ganti-gantian begadang cuma untuk telfonan. Itu bakal nyusahin kita. Kamu ga akan fokus di sini, dan aku juga ga akan bisa fokus belajar di sana. Ini semua sulit, Gio."

"Aku ga mau sia-siain semua yang udah aku perjuangin selama ini untuk pendidikan aku. Aku mau fokus di sana. Aku mau fokus ke pendidikan aku. Aku mohon kamu bisa ngertiin aku," lanjut Salsa sembari mengusap kasar air matanya yang terus turun.

"Kamu aja ga ngertiin aku, Sal," Xergio berucap pelan, wajahnya tertunduk tak lagi memandang kekasihnya.

"Justru ini demi kebaikan kita berdua, Gio. Nanti, setelah urusan kita selesai, kalau kita emang jodoh kita pasti sama-sama lagi. Aku pasti balik ke kamu." Salsa kembali menyentuh tangan Xergio yang kini sepertinya enggan menatapnya.

XANTHOUSWhere stories live. Discover now