"Tidak, Pak," jawab Elena singkat. Alih-alih mengancam, Theo terdengar semi menggodanya. Menggoda, tapi sekaligus menyeramkan. Maaf ya, Theo. Kamu ganteng, tapi Adli masih lebih ganteng dan lebih normal walau kelakuannya ajaib, batin Elena ingin tertawa.

"Saya jadi izin ke penjara sebentar ya, Pak," kata Elena pada Hadi.

"Oke. Hati-hati. Kalau ada apa-apa atau perlu bantuan, kabari Rizal," sahut Hadi.

"Kamu ngapain ke penjara, Elena?" tanya Rizal.

"Masih riset kecil-kecilan tentang Theo," jawab Elena dengan cengiran.

"Masih belum kapok?" canda Rizal.

"Belum!" jawab Elena tertawa. Meski dari luar tertawa, dalam hatinya Elena ketar-ketir. Kalau nanti disamperin Theo lagi, fix Elena auto-kabur.

.

.

Seorang pria mengenakan kaus oblong yang bolong di bagian bahu, tertidur pulas di meja hingga mulutnya ternganga. Asap dari celah tutup kuah pangsit, mengepul di udara siang ibukota, di sebuah kios mungil pinggir jalan.

"Pak! Bangun, Pak!"

Pria berumur tiga puluh tahun itu, terbangun setelah tubuhnya diguncang seorang wanita berjilbab sedada.

"Ada yang cari kamu, Pak!" kata wanita itu yang adalah istrinya.

Pria itu buru-buru mengusap mata.
"Siapa? Pelanggan?" tanyanya pada sang istri.

Namun istrinya menggeleng. "Kayaknya bukan. Coba Bapak tengok. Suruh dia masuk saja. Pelanggan biar aku aja yang urus."

Pria itu mengambil kacamatanya dan melangkah keluar, menemui tamunya.

Sosok tinggi sang tamu dan sorot matanya yang dingin, membuat pria itu terdiam berdiri. Untuk sesaat, wajah tamunya samar karena berdiri membelakangi arah cahaya matahari, namun perlahan ia bisa melihat bahwa tamunya ini bukan orang sembarangan. Setelan jas rapi, dasi mahal, sepatu dan tas bermerek. Tidak mungkin orang parlente semacam ini, ingin makan siang mi pangsit di kedai sederhana miliknya.

"Bapak Hanif?" tanya tamu pria itu dengan suara dalam.

Hanif menelan saliva. "I-Iya. Maaf, anda siapa?"

Tanpa menjawab, tamu misteriusnya malah melihat sekeliling.
"Apa anda pernah membayangkan akan menjadi tukang mi pangsit dan bukan seorang Ustaz?"

Pertanyaan yang terkesan meledek itu, terlontar sebelum seulas senyum nampak di bibir tamunya.

Hanif mengecil pupil matanya. Perutnya sontak merasa bergejolak. Jika pria ini tahu bahwa dulunya dia adalah seorang Ustaz, berarti maksud kedatangan tamunya ini, terkait dengan kejadian itu. Noda di masa lalu Hanif yang lama sudah terkubur.

Sang tamu menyodorkan tangan. "Theo Hayden."

.

.

Elena duduk di ruang berkunjung napi. Perutnya selalu mulas tiap kali harus berurusan dengan penjara.

Pintu terbuka. Seorang pria berewokan dengan rambut acak-acakan, dikawal seorang sipir, lalu pintu ditutup, meninggalkan Elena dengan napi itu.

Elena berdiri tersenyum menyambut pria itu. Adam Zulfikar. Seorang warga Betawi yang dulu pernah berseteru dengan klien Theo, memperebutkan status tanah di tengah kota. Perseteruan itu masuk ke sidang perdata, dan berakhir dengan Adam masuk penjara dengan tuduhan pemalsuan sertifikat.

"Assalamu'alaikum," sapa Elena sopan.

"Wa'alaikum salam. Lu siape? Mau ape?" sahut Adam tanpa basa-basi.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now