Chapter 2 - Saudara

252 32 2
                                    

"... Apakah aku harus melarikan diri?" Ia mengetuk-ngetukkan penanya pada cover buku catatan miliknya.

Saat ini Reiji sedang duduk termenung di meja belajarnya sambil mengingat kejadian yang terjadi dalam buku One Piece.

"Hm. Setidaknya aku butuh menyiapkan makanan yang cukup untuk 2 bulanan, obat-obatan, peta, senjata, log pose...? Apa lagi ya." Ucap Reiji sambil menghitung dengan tangan.

Tidak ada yang mengetahui masa depannya seperti apa, mungkin bertahan di kerajaan mengerikan ini adalah pilihan terbaik untuk sekarang, tetapi ia juga perlu menyiapkan banyak hal untuk segera kabur dari sini.

Lagian siapa yang ingin hidup di neraka ini?

Ia menghela napasnya sebelum mulai menguras otaknya untuk menulis hal-hal penting, serta informasi-infomarsi yang hanya ia ketahui.

Disela menulisnya, Reiji mulai berpikir. Apakah ia perlu ikut dengan Luffy?

"..."

"Engga dulu deh. Aku ingin cari uang yang banyak terus beli pulau dan bangun istana dimana aku bisa ngeteh sambil liatin sunset setiap harinya dan memiliki 10 pembantu untuk membersihkan rumah jadi aku hanya tinggal diam tidur-tiduran makan minum eek mandi berjam-jam."

Reiji menjadi terlena oleh kehaluannya sendiri dan dalam sekejap melupakan untuk menulis lagi, karena baginya, halu lebih menyenangkan.

"Kehidupanku sebelumnya sudah terlalu berat, jadi aku pantas mendapatkan kehidupan yang layak kali ini-"

Saat dirinya masih menghalu tiba-tiba saja perutnya begetar dan mengeluarkan bunyi yang cukup keras. Reiji terdiam sesaat masih mencerna reaksi tubuhnya.

"Oh. Aku lupa untuk makan."

Ia segera berjalan keluar dari kamarnya dan berjalan mengikuti instingnya. Disaat seperti ini ia hanya dapat mengandalkan insting untuk memberinya petunjuk.

Benar saja, setelah beberapa menit berjalan ia dapat mendengar suara piring pecah yang dilemparkan berkali-kali menggema di seluruh lorong tersebut.

'piring itu pasti berasal dari dapur'

Tanpa pikir panjang Reiji mengikuti suara itu dan tiba di suatu ruangan.

Di dalam ruangan, Ia melihat sosok saudaranya berwarna biru dan hijau sedang menggangu Sanji, dan keadaan dapur yang benar-benar kacau.

'apalagi cobaannya, aku hanya ingin makan..' Reiji menghela napasnya sebelum masuk ke dapur dengan tenang.

Saat Reiji memasuki ruangan tersebut, mata ketiga orang yang berada di sana langsung tertuju padanya dan membuat tubuh mereka membeku ketika mengetahui sosok yang memasuki ruangan tersebut.

Reiji hanya memperhatikan mereka sebentar sebelum pandangannya menelusuri dapur tersebut, mencari bahan makanan yang tersedia.

'dagingnya masih fresh. Hm, mungkin aku bisa membuat sesuatu yang simpel dan mengenyangkan.'

Ditengah lamunannya, ia akhirnya menyadari suasana disana yang menjadi hening dan tegang.

'lah, kok pada diem?'

"Kalian kenapa diam saja. Cepat bersihkan dapur ini. Aku akan segera menggunakannya." Ujarnya dengan tegas sambil memandangi mereka dengan mata yang mengintimidasi.

"H..ha'i!" Ujar spontan dari ketiga bersaudara itu.

Respon dari ketiga bersaudara tersebut membuat Reiji kebingungan. Padahal menurutnya ia berucap dengan santai.

'dulu aku ini menakutkan ya?'

~~~

"Aniki! Dapurnya sudah bersih!" Lapor salah satu saudara.

"Kerja bagus"

Ia meletakkan koran kembali ketempatnya dan segera berjalan untuk mengecek sekitar ruangan.

"Hm. Kalian boleh pergi." Ujarnya sebelum mengambil sebuah pisau.

"Anu... Aniki apa yang aka-"

"Pergi." Tangannya bergerak di pinggiran pisau, bermaksud untuk mengecek ketajaman pisau tersebut. Namun hal itu justru - membuat mereka salah paham dan ketakutan.

"Ah. Tapi Sanji, kau tetap disini." Lanjutnya.

Sementara yang lain sudah kabur, Sanji hanya bisa terdiam kaku sambil menangis dalam hati.

'dia pasti akan memasakku..' batin Sanji.

"Pisau ini cocok, untuk memotong daging bukan?" Ia berkata dengan senyuman, mencoba untuk seramah mungkin.

Melihat kakak tertuanya yang biasa dingin dan tak berperasaan tersenyum padanya, membuat bulu kuduknya berdiri dan badannya bergetar ketakutan.

'Jadi benar dia ingin memasakku.. TT'

"Y..ya sangat cocok untuk memotong daging."

"Bagus," ia meletakkan pisau tersebut dan berjalan menuju kulkas. "Sanji, kau bisa memotong sayuran?" Ucapnya sambil mencari sayuran yang cocok di dalam kulkas.

"Tentu saja.."

"Yosh. Bersihkan sayur itu dan potong." Ia melempar seikat sayuran kepada Sanji.

"Potong seperti apa?"

"Seperti kau mencabik-cabik seseorang."

"..."

"Apa? Apakah aku perlu mempraktekkannnya?"

"T- tidak, tidak perlu! ..haha" ia menggelengkan kepala dengan cepat membuat Reiji kebingungan.

"Aku akan segera melakukannya.." ucap Sanji sebelum pergi menuju wastafel.

~~~

Taktaktaktaktaktaktaktak..

Sanji menoleh melihat kearah Reiji yang menjadi akibat dari suara bisik tersebut.

Saat melihatnya, Ia terpana oleh kemampuan Reiji yang dapat memotong berbagai bahan dengan cepat tanpa adanya rasa takut seperti orang yang sudah terbiasa dengan hal itu.

"...dia begitu terampil dengan pisau.." gumamnya sambil menghampiri Reiji.

'dan dia akan mencincang dagingku seperti itu..'

"Reiji.."

"Ah, apakah sudah selesai?" Ujarnya menoleh ke Sanji sambil mengeluarkan air mata namun masih dengan wajah datarnya.

"EH? REIJI?? K-K-K-K-KAU MENANGIS?!" ia berkata kaget tak main.

"Oh.. maaf aku tidak tahan dengan bawang merah."

"Ah..." Ia termenung diam dengan bodoh sambil memperhatikan Reiji yang masih melanjutkan memotong dengan air matanya yang mengalir.

"Sanji, taro sayurannya di dalam panci. Oh, sama tolong siapin dagingnya."

"Daging..?" Ucapnya masih bengong.

"Iya, dagingnya ada di dekat kulkas. Cepatlah bergerak, airnya udah mendidih!"

"O-oh.. Ha'i!!"

'jadi dia tak menggunakan dagingku... Aku selamat TT'

. . .

"Wah..." Sanji nampak gembira melihat hasil masakan mereka yang bermacam-macam di atas sebuah meja.

"Sanji, ayo duduk."

"Eh? Boleh?"

Ia berdecak dan mengerutkan keningnya, "kau ingin aku mengulanginya dua kali?"

"Tidak.. maaf." Ia segera duduk berhadapan dengan Reiji, namun masih terlihat ragu dan kaku.

Reiji yang sedari tadi sudah lapar, mencicipi makanannya terlebih dahulu dan mengangguk puas karena rasanya yang cocok di mulutnya.

"Sanji"

"Ap-" perkataannya terhenti sebab Reiji yang langsung memasukkan makanan ke dalam mulutnya membuatnya terkejut.

"Yang itu wajib di coba sebelum yang lain."

"Ah..enak?"

"Tentu saja, cobalah yang lain."

"Eh?? Yang ini enak juga!" Ucapnya mencoba soup yang mereka buat bersama.

"Mn, kau benar. Ternyata kau bisa memasak dengan cukup baik." Ia tersenyum tipis sambil mencicipi soup yang mereka bikin.

"Memasak..." Ia terdiam dan memperhatikan masakan yang telah ia buat bersama Reiji.

"Anu... Reiji?"

"Hm." Jawabnya sambil makan dengan lahap.

"Itu... Kau tidak malu untuk memasak?"

"Apa." Ia berhenti memakan dan terdiam menatap Sanji dengan bingung.

"Ah, tidak tidak! Maksudku, mereka bilang kalau aku tak perlu memasak karena itu hal yang tak penting-"

"Orang tolol." Potongnya.

"Eh?!"

"Ya, mereka orang-orang idiot yang manja dan ga tau cara bertahan hidup sendiri. Sanji lain kali jangan di dengarkan dan langsung lempar saja pisau. Ah, tapi jangan sampai kena."

"U..umn.." ujarnya dengan canggung

"Dengar, memasak itu hal yang penting," ia berkata memulai sesi ceramahnya sambil melipat tangan di atas dada. "Tanpa tau cara mengolah bahan dengan benar, kau tak akan selamat diluar sana."

"Eh? Diluar?"

"Ya, diluar. Banyak bahan yang dapat membahayakan diri kita jika tidak mengolahnya dengan baik. Kau tidak mau kan mati konyol karena memakan jamur random di tengah hutan."

"Eh?! Kau bisa mati hanya dengan memakan jamur?!"

"Tentu saja, selain itu ikan harus diolah dengan benar juga, jangan asal-asalan. Jika tidak, ada kemungkinan parasit di dalam ikan masuk ke dalam tubuhmu dan menggerogoti tubuhmu secara perlahan."

"Itu... Mengerikan..."

"Apakah kau mau bernasib seperti itu?"

Sanji menggelengkan kepalanya dengan cepat sebagai jawaban. Ia tak tau, kalau bahan-bahan yang tidak diolah dan dipilih dengan baik, dapat menyebabkan hal itu.

"Ya, memang sebaiknya jangan menganggap memasak hal yang remeh. Jadi mulai dari sekarang jangan dengarkan mereka lagi."

"Mn baiklah!" Sanji berucap dengan semangat dan menatap Reiji dengan kagum. Ia tak menyangka seseorang seperti Reiji mempedulikan hal seperti itu, tak seperti saudaranya yang lain.

"Hm, baguslah kalau kau mengerti," ia tersenyum dengan senyuman yang tulus kemudian melanjutkan melahap makanannya. "Makan makananmu sampai habis."

Melihatnya tersenyum seperti itu membuat Sanji tertegun sejenak sebelum ia tersenyum balik padanya.

"Ya!"

'rupanya Reiji tak sejahat itu :)'
_________________________________________


Cruel Life [M! OC X ONE PIECE]Where stories live. Discover now