CHAPTER 2

196 15 6
                                    

SELAMA BERTAHUN-TAHUN Beau tidak pernah menyangka ia akan menerima hukuman dari sekolah. Pada dasarnya, tentu saja ia pernah melakukan kesalahan. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, tidak ada orang di dunia ini yang sempurna. Tapi ia belum pernah merasa begitu kesal, dan ia benci fakta bahwa ia menerima hukuman atas kesalahan yang tidak ia perbuat. Itu tidaklah adil.

Fabio tidak terlihat lagi di kelas maupun di sekitar sekolah. Bahkan sampai jam pelajaran terakhir, ia tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Sungguh hebat, bolos di hari pertama sekolah. Andai Beau bisa membuktikan bahwa Fabio yang telah melanggar peraturan dan merusak fasilitas sekolah, pemuda itu pasti dalam masalah besar─bukannya Beau.

Sebagai hukuman, dan sebagai konsekuensi karena Beau tidak bisa memberikan bukti sebab dia satu-satunya orang yang ada di rooftop saat itu, dia harus memungut sampah di sekitar sekolah setelah semua pelajaran usai. Sampahnya tidaklah banyak, tapi ada begitu banyak tempat yang harus diperiksa oleh Beau satu per satu. Sekolah begitu ketat, setiap pelanggar peraturan harus menerima konsekuensi tak perduli siapapun yang melakukannya.

Jadi, sepulang sekolah, seorang Head Boy berkeliling menenteng sebuah kantung besar mencari keberadaan sampah yang sebenarnya tidak ada. Bagi beberapa murid yang sempat berpapasan mungkin berpikir Beau sedang melakukan hal terpuji lainnya sebagai seorang murid panutan di sekolah. Tidak ada yang akan mengira Beau sedang dihukum. Itu bagus, setidaknya Beau masih bisa menyelamatkan wajahnya.

Ia baru selesai saat matahari sudah hendak tenggelam. Dengan kaki yang pegal dan kulit yang lengket karena keringat, Beau berjalan kaki menyusuri jalan menuju rumahnya. Setiap hari, Beau diantar oleh Ayahnya ke sekolah menggunakan mobil dan pulang dengan bis atau berjalan kaki. Namun karena pulang terlambat, ia melewatkan jadwal bis ke rumahnya dan ia benci harus menunggu. Ia ingin segera pulang ke rumah, membersihkan diri, lalu tidur. Berjalan kaki tidaklah terlalu buruk.

"Aku benar-benar sial hari ini," monolog Beau menendang kerikil di trotoar dengan ujung sepatunya. Langit semakin gelap, kendaraan tampak berlalu-lalang, dan kehidupan malam pun dimulai.

Seharusnya, tidak ada yang perlu Beau takuti. Ia tinggal di kota besar, kota yang tidak pernah tidur. Cahaya dari lampu gedung-gedung, restoran, atau unit apartemen di sepanjang jalan membuatnya merasa aman. Orang-orang juga melakukan aktifitas mereka seperti saat di siang hari.

Beau hafal jalan-jalan itu, jalan-jalan yang ia lewati setiap hari. Beberapa meter di depan, ada sebuah gang buntu yang diapit oleh dua gedung apartemen yang kosong. Itu adalah satu-satunya tempat yang gelap di sepanjang jalan.

Biasanya, Beau hanya akan berjalan melewati gang itu dan mengabaikannya. Namun hari ini, ada sesuatu yang menarik perhatiannya—atau seseorang, lebih tepatnya. Ia memperlambat langkahnya seiring jarak menuju gang buntu yang semakin dekat. Ia melihat seseorang berjalan di trotoar lalu tiba-tiba berbelok ke arah gang buntu itu. Apa yang membuat Beau merasa tertarik adalah fakta bahwa ia mengenali sosok itu.

"Fabio?" gumam Beau berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Sebab, entah bagaimana orang itu punya wajah yang mirip seperti si anak baru yang juga tetangganya itu, akan tetapi dia punya rambut berwarna pirang.

Itu aneh, karena Fabio berambut cokelat tua.

Beau tidak berpikir panjang ketika memutuskan untuk melanjutkan langkahnya mengikuti jejak sosok itu. Jantungnya menggebu-gebu, setelah melihat orang yang harusnya bertanggung jawab atas hukuman yang ia terima tetapi tiba-tiba menghilang begitu saja, kini berada di depan matanya. Meski, keraguan masih sempat menghantuinya karena Fabio tidak seharusnya berambut pirang.

Begitu berbelok dan mendapati dirinya berada di gang buntu itu, Beau baru sadar bahwa ternyata keadaan di sana jauh lebih gelap dari yang ia kira. Tentu, keadannya tidak gelap gulita. Sisa-sisa cahaya dari jalanan di belakangnya masih bisa merangkak masuk ke dalam gang buntu itu. Tapi tetap saja, perubahan suasana yang begitu kontras sempat membuat Beau tercengang selama beberapa detik.

The Black Feathers [FORCEBOOK]Where stories live. Discover now