09 | Kok Bisa?

56 9 0
                                    

Saki mengangguk paham. "Masih banyak cewek, slow. Di deket lo tuh, cewek banyak. Tinggal pilih dah mana yang cocok sama hati lo." Cowok jangkung itu tertawa. "Jadi, final chapter kan ini?"

Naufal hanya tersenyum tipis. "Iya, ini epilognya."

Kalau sebelumnya, Naufal tak bisa menyangkal apa yang Saki ucapkan karena itu memang benar adanya. Hatinya masih disesaki oleh satu nama. Bahkan semua hal tentang gadis itu masih tertata rapi dalam pikirannya. Tak peduli sekeras apa pun ia mencoba melupakan, ingatannya tentang Sarah, bahkan rasa harap masih terus berdatangan tanpa ampun.

Tanpa peduli bagaimana kerasnya dia berjuang untuk melupakan. Orang berkata jika melupakan adalah hal yang mudah. Tapi, bagi Naufal hal itu sulit karena dirinya memang belum sepenuhnya bisa melupakan.

Namun berbeda dengan sekarang. Masa-masa itu sudah terlewati. Tidak lagi menepi apalagi berhenti. Hatinya sudah bersih tanpa si pemilik nama itu lagi. Yang biasanya, hati Naufal masih seringkali bergetar saat mendengar nama Sarah disebut, kini rasa itu sudah hilang. Tergantikan oleh orang baru yang suara tawanya mampu membuat Naufal lupa akan rasa sakit itu.

Setelah makan malam selesai, Naufal memutuskan untuk pamit. Saki menawarkannya untuk mengantar pulang, tapi Naufal lagi-lagi menolak. Pada petang ini, Naufal ingin naik transjogja sajs. Alhasil, Saki hanya mengantarnya sampai halte yang tidak jauh dari perumahan tempat cowok itu tinggal.

Naufal berdiri di halte yang tidak begitu ramai, hanya ada beberapa orang yang juga sama dengannya menunggu bus datang. Kebisingan jalan raya menyelimutinya. Lalu lalang kendaraan saling mengejar seolah jalanan aspal tersebut adalah arena balapan. Dirinya masih terpaku dalam keheningan hingga langkah pelan seseorang memecah keheningan yang ia ciptakan sedari tadi.

Gadis yang memilik rambut bergelombang sepunggung itu menggunakan masker untuk menutupi wajahnya. Naufal hanya melirik sekilas tanpa memperhatikan lebih jelas siapa gadis tersebut. Meski wangi dari aroma parfum gadis itu cukup menusuk indra penciuman Naufal.

Kemudian, Naufal kembali hanyut dalam keheningan.

"Long time no see, Fal."

Naufal serasa waktunya terhenti saat itu.

Suara yang sangat dia kenali kembali menyapanya setelah sekian lama. Naufal menengok dan mendapati gadis itu sudah membuka separuh masker yang menutupi wajahnya. Senyum tercetak di wajah cantik miliknya.

Itu Sarah.

Sarah Adriella Kusuma.

"Sarah?"

Gadis itu mengangguk. "Iya. Gue Sarah. Kaget?"

"Kok bisa di sini?"

Sarah justru tertawa, membuat retakan kecil di benteng pertahanan milik Naufal.

"Tadi abis dari rumah temen, sih. Nggak kepengin dianterin, gue lagi pengin naik transjogja. Bareng aja, gimana?"

Seandainya saja degup jantung manusia bisa terdengar dengan jelas, sudah pasti jantung Naufal akan berirama dengan keras sampai manusia bisa mendengarnya. Degup itu kencang karena pertemuan ini di luar prediksinya.

Naufal berusaha setenang mungkin. "Boleh, deh."

Lagi, Sarah kembali tertawa. "Lo kok bisa di sini? Seinget gue, ini perumahannya Saki nggak, sih?"

"Iya, abis main tadi gue."

Sarah mengangguk. "Kenapa nggak bawa motor? Tumben banget naik transportasi umum?"

"Lagi kepengen aja."

Mendadak raut wajah Sarah menjadi murung. "Lo nggak seneng ya, Fal papasan sama gue?"

Kosan 210Where stories live. Discover now