Greyson tersenyum miring. Ia mencium punggung tanganku kemudian kembali berjalan. "Kau tahu, kita tidak bisa menggunakan kata "bodoh" dan "idiot" sebagai panggilan sayang."

"Itu unik."

"Itu kasar, My Lady. Jujur saja. Aku tidak suka memanggilmu bodoh padahal kau cerdik dan aku tidak suka kau memanggilku idiot disaat aku jelas-jelas normal dan tampan."

Mendengar ucapannya, aku tertawa. Aku memang tidak bisa berbohong kalau dia tampan. Apalagi dia memang normal. "Baiklah. Terserah padamu," aku melepas genggaman tangan Greyson saat kami tiba didepan rumahku. "Bye."

"Hm, aku masih mau bersama denganmu," rengek Greyson sambil kembali menggamit tanganku. "Apa dirumah ada Ibumu?"

Aku memandangi suasana rumahku yang sepi. Oh, aku teringat sesuatu. "Ibuku menemani Ayahku dinas ke Washington dan baru akan pulang besok."

"Great! Mari masuk," Greyson menyeretku memasuki rumahku sendiri. Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya.

"Aku ingin mengganti bajuku dulu," ucapku sembari berjalan menuju kamarku.

"Boleh aku ikut?"

"Ya dan aku akan menghajarmu setelah itu."

"Oke, tidak jadi. Aku akan menunggu disini."

***

Hari menjelang malam. Mom tahu Greyson ada dirumahku dan dia mengizinkannya menemaniku di rumah (menginap). Dia terdengar biasa saja. Mungkin karena sejak kecil, Ia memang sering menginap dirumahku dan kami tidur sekasur.

Itu dulu. Usia kami masih enam tahun itu pun aku nyaris tidak bisa tidur karena dia selalu menjahiliku.

Kini kami sedang menonton film. Film Safe Haven, tepatnya. Aku menyukai film ini, dan aku merasa tidak bosan walaupun sudah menontonnya berulang kali.

"Well," Greyson mendesah malas. Ia menoleh padaku yang masih fokus kepada film, "apa kau suka film ini karena ada adegan dewasa?"

"Apa?!" aku memukuli Greyson dengan bantal. Sontak dia tertawa. "Cerita ini bagus. Dia tetap mencintai perempuan itu walaupun merupakan seorang buronan polisi. Walaupun bukan buronan sebenarnya."

"Hm ... terserah."

Suasana semakin hening ketika adegan itu muncul. Aku menelan ludah. Sama sekali enggan menoleh kepada Greyson. Sial. Seharusnya aku menonton The Heat saja tadi. Kenapa aku harus menonton film ini saat bersamanya?!

"Aku akan mengganti filmnya kalau kau tidak menyukainya." bisikku dengan suara agak bergetar.

"Aku hanya tidak menyangka kau menyukai film dengan adegan--"

"GREYSON!"

Greyson terbahak. Ia melirik televisi yang masih menayangkan adegan tersebut. Sialan. Rasanya aku mau melempar TV itu dengan tongkat baseball tapi aku tidak mau Mom memarahiku keesokan harinya.

"Oke, aku hanya bercanda."

Aku menoleh. Greyson tersenyum lebar kepadaku saat menyadari jarak wajah kami begitu dekat. "Aku senang sekali menjahilimu karena wajahmu akan memerah saat marah. Dan aku menyukai ekspresi itu."

"Yang benar saja," aku memutar bola mataku malas. Kubenarkan posisi dudukku, dan ini malah membuat jarak wajah kami semakin dekat. Aku gugup sekali karena Greyson bahkan memandangi bibirku. Sial apa yang dia fikirkan? "Ada banyak cara lain selain membuatku marah."

"Yang benar?" Greyson mengangkat sebelah alisnya. "Apa seperti ini?"

Aku tahu kini wajahku merona malu saat tangan Greyson mengusap leherku, lalu pipiku. Sadar bahwa tebakannya benar, Ia tersenyum penuh kemenangan.

"Kenapa diam saja?"

Aku menahan nafasku saat Greyson berujar begitu lembut dan rendah. Ia memajukan posisi duduknya dan kini hidung kami bersentuhan. Ia tersenyum. "Aku mencintaimu."

Aku menatap matanya. Dia bukan tipe lelaki yang selalu bertingkah manis kepada pacarnya, sungguh. Dia jarang mengatakan hal itu padaku. Tapi dia menunjukkannya padaku melalui perilakunya. Dia selalu berusaha melindungiku dan menjagaku.

Jadi, mendengarnya mengatakan dua kata itu sanggup membuatku senang sekaligus malu.

"Kenapa tidak menjawabnya?" bisik Greyson lembut.

"Ti-tidak tahu," aku menunduk. "Aku malu, tahu."

Greyson nyengir. Ia tampak puas karena melihatku kalap begini. "Kuanggap itu sebagai ya."

Aku dapat merasakan jantungku semakin berdebar saat Ia menempelkan bibirnya padaku. Dengan perlahan dan lembut, Greyson mencium bibirku. Mengkulumnya dan melumatnya bergiliran. Dengan sedikit malu, aku membalas ciumannya sambil menahan dadanya karena Ia mendorongku hingga terbaring di atas sofa.

Selama beberapa menit, kami sama sekali tidak berhenti. Nafas Greyson terdengar berat seperti sesak nafas. Dugaanku dia akan melepas ciumannya pun salah. Dia terus melakukannya. Lama kelamaan pun aku membiarkannya, dan tanganku bergerak mengusap rambutnya sambil membalas ciumannya.

Aku melenguh kaget saat tangannya mengusap punggungku dari balik kausku. Saat tangannya menyentuh pengait bra-ku dan bergerak seakan melepasnya, aku langsung mendorongnya menjauhiku.

Kami saling bertatapan sambil mengatur nafas masing-masing. "Tidak boleh," tegasku. "Aku benar-benar akan menghajarmu jika kau melakukan itu."

Greyson tersenyum lebar. Aku kaget saat Ia menggelitiki pinggangku, dan spontan aku menjerit sekaligus meronta. Sialan dia tahu aku sama sekali tidak tahan jika digelitiki seperti ini!

"Greyson! Lepaskan aku! GAHH!"

"Tidak akan! Hahahah!"

"Lepaskan aku kalau tidak aku tidak mau menciummu lagi!"

"Fine!"

Aku tertawa puas saat Greyson duduk kembali disebelahku. Kubenarkan posisi bajuku yang berantakan karena tingkahnya. "Aku mau tidur. Dagh."

"Lalu aku tidur dimana?" rengek Greyson sambil mengikutiku berjalan ke kamar.

"Kamar tamu."

"Kau kejam sekali. Pacar macam apa kau? Lagi pula aku tidak akan berbuat aneh seperti di film tadi."

"Kau baru saja melakukannya tadi padaku."

"Tapi aku tahu kau menyukainya."

Tepat sekali. "Ayo cepat kalau kau mau tidur bersamaku. Aku sudah mengantuk." seruku berusaha cuek.
"Hahaha! Kuanggap itu sebagai ya."

Aku hanya bersungut kesal. Saat dikamarku, Ia langsung melompat ke atas kasurku yang berukura sedang lalu memeluk boneka-ku. Dengan setengah malu, aku berbaring disebelahnya namun dengan jarak yang agak jauh.

"Kau ini jauh sekali. Aku tidak akan macam-macam. Tenang saja!" sungut Greyson sebal. Bahkan kini Ia menarikku hingga tidur tepat disebelahnya.

Aku hanya diam. Apalagi saat tangannya mengusap rambutku lalu mencium pipiku. "Good night. Aku mencintaimu."

Tak hayal, aku tersenyum. Kucium pipinya lalu tidur dengan posisi miring menghadap ke dadanya. "Aku juga."

***

Palingan segini aja sih wkwk. Aku buat ini soalnya kemarin ada yang minta. Ya udah aku buatin ♥

P.s: ada Sara di multimedia. Dia diperankan Abigail Breslin :)

Bye bye @sekarvavirya

ProbablyKde žijí příběhy. Začni objevovat