2.9.2 Rapat

Mulai dari awal
                                    

Aji tersenyum smirk, "belum tau aja lo kalau gue juga bisa masak. Ya emang enggak sejago Nadhif. Tapi buat beberapa menu makanan bisa di adu lah," katanya dengan sombong. 

Orang tuanya saja punya bisnis rumah makan, yakali anaknya tidak bisa masak. Untuk ukuran cowok, skill memasak Aji juga perlu diacungi jempol. 

"Lah terus kok selama ini lo kagak pernah bantuin atau inisiatif masak gitu sih?" sahut Dhisti yang masih sedikit tak percaya.

"Males aja. Lagian udah ada Nadhif kan? Terus kalian, Kirana, sama Naura kadang sama Lita juga,"

"Yee kampret lu. Setidaknya nyumbang ide kek buat masak apa. Gue sama Nadhif kadang sampe buntu mau belanja apa buat bahan masak. Endingnya itu itu lagi," kata Dhisti sedikit kesal.

Yeshika mengangguk setuju, "Iya, gue kadang yang masak sampe bosen sendiri. Kalau enggak sayur asem ya sayur sop, itu mulu sampe jengah sendiri" imbuh Yeshika.

Aji hanya tertawa sungkan, "Iya-iya, mulai besok deh gue bantu masak. Mumpung Nadhif lagi sakit juga."

"Oh jadi kalau Nadhif udah sembuh lo enggak mau bantu masak lagi?" tanya Dhisti dengan tatapan menyelidik.

"Ya iyalah, bantu masak kan enggak wajib. Yang wajib mah sholat" seru Aji yang dihadiahi pukul di bahunya oleh Dhisti.

"Udah yuk buru masak. Biar nanti habis isya langsung bisa makan terus evaluasi," lerai Yeshika dan beranjak dahulu ke dapur.

Sesampainya di dapur, mereka segera membagi tugas. Dhisti membantu mengupas bawang beserta teman-temannya sebagai bumbu nasi goreng, Yeshika yang akan mempersiapkan mienya, dan Aji yang bertugas memasak nasi gorengnya terlebih dahulu.

"Penyedap sama kecapnya abis nih, beli dulu sana Dhis mumpung belum gue masak nih,," titah Aji menyerahkan uang lima ribuan pada Dhisti dari kantong celananya.

Dhisti segera mencuci tangannya dan menerima uang dari Aji, "Ada motor yang di depan enggak?" tanya Dhisti, soalnya malah harus mengeluarkan motor dari parkiran.

"Gatau, tapi kayaknya motor Nadhif masih di depan." jawab Aji.

"Ya terus maksud lo gue pake motor Nadhif gitu?"

"Emang lo enggak bisa?" 

"Ya bisa sih, tapi enggak ah, motor mahal. Takut lecet. Duit UKT gue kagak cukup buat benerin kalo rusak." Dhisti memang bisa mengendarai segala motor, entah matic, gigi, atau pun kopling. Karena dulu awal belajar mengendarai motor pakai motor bapaknya juga yang kebetulan merek Megapro.

"Ya lo bawa motornya hati-hati lah, timbang ke warung doang bukan mau balapan!" ucap Yeshika mewanti-wanti.

"Udah sana berangkat. Kalo enggak jalan kaki aja biar sehat!" titah Aji yang membuat Dhisti langung beranjak.

"Iyaiya."

Dhisti segera ke warung, tapi tidak jadi memakai motor Nadhif. Dia jadinya pinjam motor Raihan saja yang kebetulan masih di luar juga.

Tak lama setelah adzan isya berkumandang anak-anak bimbel membubarkan diri untuk mengikuti sholat isya berjamaah di Mushola, begitu juga dengan anak-anak KKN lainnya kecuali Dhisti yang masih halangan.

"Eh entar kalau mau pada langsung makan, duluan aja ya. Gausah nungguin gue, yang penting sisain aja. Gue mau mandi sekalian nyuci dulu soalnya" pesan Dhisti pada Yeshika yang juga hendak ke mushola setelah selesai memasak dengan Aji. Sedangkan Aji sendiri sudah lebih dulu pergi.

"Oke jangan lama-lama. Udah malem soalnya," kata Yeshika lalu menyusul teman-temannya yang lebih dulu ke mushola.

Dhisti hanya membalas dengan gerakan OK saja. 

KKN 110Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang