35/2

418 36 3
                                    

dan setiap yang datang pasti pergi
namun hatiku tertambat dalam pelukmu
serapuh apapun aku
asalkan kau bersamaku
aku bisa mengarungi apapun jua

~~~

“Apa rasanya menyakitkan?”
“Ah, tidak. Lupakan. Mana mungkin tidak sakit.” Si paman merasa bodoh dengan pertanyaannya sendiri.

Jisung tertawa. Entah apa yang membuatnya terasa tergelitik ingin tertawa. Padahal yang diucapkan oleh si paman tidak ada lucunya sama sekali.

Sedang pria itu hanya memandanginya dalam diam sesekali tersenyum dibalik masker yang senantiasa dikenakan. Si paman yang akan mendatanginya jika ada sela keluarga Jung tak ada yang mengawasi.

“Rasanya sangat sakit.”
Pria itu memberikan atensinya begitu Jisung berkata-kata memulai cerita.

“Hingga terkadang,

saking sakitnya..
aku berharap, aku mati saja saat itu juga.”
manik matanya yang mengerjap jernih seperti memberitahunya, betapa tersiksanya ia selama ini.

Deg.

Bunyi dalam dadanya terasa menghantam rasa empatinya yang jarang terpakai.
Hanya karena kata-kata yang tak seharusnya diucapkan bocah seusia Jisung. Kata-kata itu meluncur ringan seolah bukan apa-apa dan tidak berarti.

Sudah berapa lama kiranya bocah ini menahannya hingga terpikir kata itu tanpa memikirkan hal lain. Lebih memilih mati dibandingkan hidup nyaman bergelimang harta ditengah-tengah keluarga Jung. Dia yakin bahkan sampai mati bocah itu tidak akan kesusahan dalam hal materi juga kasih sayang.

Nyatanya. Uang-uang itu tidak bisa membuatnya tergoda.

“Tapi.. jika aku terlihat kesakitan, orang yang paling menderita adalah papa ona. Papa akan melukai dirinya sendiri, kadang papa akan menjambak rambutnya, menampar wajah bahkan membenturkan kepalanya ke dinding.” Itu adalah hal paling mengerikan yang Jisung pernah lihat.

“Apa? Kenapa?”

“Kata daddy, papa ona merasa bersalah.”
“Setelah itu semua, papa akan mengurung diri. Dan daddy takut papa ona bunuh diri.”

“Apa Jae- maksudku papamu, kau pernah melihat papamu berusaha untuk bunuh diri?”

Jisung mengangguk polos.

“Dulu aku pernah melihat papa ona menyayat tangannya.” Jisung berceloteh sambil memperlihatkan tangannya yang tertancap infus seolah memperagakan dia adalah Jaemin.

Tepat ketika Jisung berumur empat tahun, bocah itu melihat dengan mata kepalanya sendiri. Jaemin yang tergeletak bersimbah darah. Ketika  penyakit Jisung kambuh akibat bocah itu diam-diam keluar untuk bermain.
Seluruh kediaman Jung heboh. Jisung yang saat itu pasca menjalani perawatan terkejut dan menangis keras dalam gendongan Sooyoung. Jaehyun? Jangan ditanya lagi betapa paniknya pria itu, serasa nyawanya ikut melayang.

Karenanya Jisung tidak berani lagi membantah ataupun pergi secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Cukup kala itu menjadi pengalaman tak terlupakan. Diusia empat tahunnya, dia mendapat memori yang akan selalu diingat.

[ S͓̽2 ] 𝐋ᴜsᴛ, 𝐎ʙsᴇssɪᴏɴ, 𝐕ɪᴄᴛɪᴍ, 𝐄ɢᴏ, 𝐑ᴇᴠᴇɴɢᴇWhere stories live. Discover now