I. Tolong beli saya

545 47 56
                                    

Perhatian! Ini adalah fiksi semata! Isinya mungkin tidak akurat dengan kebudayaan dan tradisi yang ada, karena penulis mengubahnya agar sesuai dengan alur cerita. Mohon maaf jika terdapat kesamaan nama dan tempat.

Lee Heeseung : Mahendra Cokrokusumo
Yoo Jimin/Karina : Sekar Andari
tokoh-tokoh lain : OC

***

Tolong Beli Saya

***


Tok tok tok!

Pintu depan rumah besar keluarga Cokrokusumo diketuk dari luar, suaranya terdengar nyaring di telinga.

Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Karena disini merupakan pedesaan, maka meski listrik sudah bisa masuk, tetap saja keadaannya sepi tidak seramai di kota. Apalagi kediaman keluarga mendiang tuan tanah pemilik puluhan hektar kebun teh itu hanya ditinggali sejumlah kecil orang, sehingga membuat keadaan disana sangat sunyi dan lengang.

Drap drap drap...

Langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari dalam rumah, hingga kemudian suara kunci diputar dan diikuti decitan gesekan antara pintu tua berdaun dua itu dengan permukaan lantai. Saat kedua daun pintu kayu setinggi dua meter itu terbuka, berdiri seorang gadis muda yang sedang tersenyum ramah di luar pintu.

"Loh Sekar, monggo masuk" Yang membukakan pintu tersenyum, sapaan hangat diutarakannya kepada gadis yang berdiri itu.

Seorang wanita paruh baya dengan pakaian santainya muncul menyapa, sosoknya bertubuh gemuk dan berwajah lembut. Setelah tadi membuka pintu ia pun mempersilahkan yang dipanggil 'Sekar' untuk segera masuk ke ruang tamu.

Si gadis muda membalas sapaannya dengan tersenyum canggung, terlihat sedikit gusar di pandang. Lalu mengangguk dan masuk kedalam, kemudian ia berjalan dibelakang wanita paruh baya yang tadi membukakan pintu dengan patuh.

Kursi dari rotan pernis dengan guci-guci antik berjejeran di pinggir dinding, aneka lukisan klasik serta foto-foto mendiang Ki Ageng Cokrokusumo tampak dipajang untuk menghiasi dinding. Suasana disana semakin terasa hangat karena keberadaan lampu neon bercahaya kekuningan di pasang bersusun pada lampu hias kristal di tengah ruangan, tidak terlalu terang memang tapi sangat indah dipandang mata.

"Silahkan duduk" ujarnya mempersilahkan si gadis muda duduk di salah satu kursi.

"Suwun budhe" si gadis menjawabnya lalu duduk disana.
Terimakasih budhe

Setelah dipersilahkan duduk, ia memilih mendudukkan diri di salah satu kursi rotan panjang. Berusaha tenang meskipun sedikit kesusahan, karena balutan kain batik yang menjadi rok wironnya terlalu ketat di bagian perut hingga membuat ia sulit bernafas.

"Mau ketemu Raden pak dokter kan?" sebenarnya wanita paruh baya ini tahu bahwa sosok didepannya sedang kesulitan bernafas. Jadi ia langsung membuat kesimpulan bahwa Sekar pasti sedang ingin berobat.

"Iya budhe" yang ditanya mengangguk, dan menjawab singkat.

"Sebentar budhe panggilkan yo"

Setelahnya sosok yang dipanggil budhe segera beranjak pergi ke bagian lain rumah, meninggalkan Sekar sendirian di ruang tamu yang luas ini.

Ia meremat jari-jari tangannya sambil sesekali menoleh ke arah tempat si wanita paruh baya pergi, harap-harap cemas ditempat duduk tanpa berani bergeser sedikitpun meski hatinya sungguh ingin.

Tak lama kemudian sesosok pria muda berkemeja putih lengkap dengan celana kain berwarna cokelat muncul dari balik pintu tengah, ia tersenyum ramah pada Sekar lalu mempersilahkannya masuk ke kamar yang berada tepat di depan ruangan tempat anak dara itu menunggu tadi.

Lengkara TresnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang