6. I'm in Love [END]

112 19 6
                                    

LIBURAN musim panas akhirnya tiba. Satoru bersama sopirnya kini menunggu kedatangan Shoko di areal parkir apartemen sang gadis. Rupanya, yang akan menghampiri Satoru tidak hanya Shoko sendiri, gadis itu ditemani dua orang sahabatnya.

Satoru sedikit merasa kikuk saat melihat mereka bertiga berjalan ke arah mobilnya. Saat ia sedang berusaha menenangkan diri dengan mengatur napas, justru ia tersentak ketika mendengar suara ketukan di jendela mobil.

Hampir saja Satoru mengumpat jika saja sang sopir tidak lekas membuka pintu untuk membantu Shoko memasukkan barang bawaannya ke bagasi.

Satoru pun menyusul untuk membuka pintu setelah merasa lebih tenang. Ia mencoba untuk bersikap sesopan mungkin saat memberi salam pada dua sahabat Shoko yang katanya lebih tua dari usianya maupun Shoko.

"Titip Shoko, ya," ujar Mei Mei.

"Awas aja lo kalau Shoko kenapa-kenapa!" ancam Utahime.

"Iya, bakal dijagain supaya gak lecet. Tenang aja."

Shoko tertawa. "Udah, ih. Kayak mau ngapain aja gue jadinya."

"Habisnya kita biasanya pulang bareng ke Kyoto," ucap Utahime sedikit merajuk.

"Kasian deh anak kuliahan!" ledek Shoko. "Nanti gue bawain oleh-oleh aja, ya."

"Bawain mochi!" sahut Mei Mei.

Lantas Shoko membentuk isyarat 'oke' dengan jari kanannya.

Usai berpamitan, Satoru mempersilakan Shoko untuk masuk ke dalam mobil. Gadis itu kemudian membuka jendela dan berdadah ria dengan dua sahabatnya.

Beberapa menit setelahnya, Shoko menutup jendela dan terkejut melihat Satoru yang tiba-tiba berada di hadapannya sebab ingin meraih sabuk pengaman yang berada di sebelah kiri Shoko.

"Sori. Biar aman. Soalnya lo dari tadi nengok ke samping jendela terus."

"Hmm, gak apa-apa."

"Oh, iya ...," ujar Satoru. "Ini, gue bawain permen yang biasa gue kasih ke lo di sekolah."

Shoko menutup mulut dengan telapak tangannya. Ia tak percaya bila lelaki berambut putih salju ini membawakannya satu toples besar permen. Dengan perasaan canggung, Shoko menerimanya. Namun, hati kecilnya seakan tak bisa berkhianat. Rasanya ini saat yang tepat untuk berkata jujur pada Satoru.

"Satoru."

"Ya?" jawabnya sembari membuka bungkus permen.

"Gue mau jujur sama lo."

Tatkala mendengar hal tersebut, jantung Satoru mulai berdetak lebih cepat. Namun, akal sehatnya terus mengingatkan untuk tidak asal menarik kesimpulan.

"Gimana?" respons Satoru karena Shoko tiba-tiba menjeda terlalu lama.

"Maaf ... sejujurnya gue gak terlalu suka makan makanan manis. Dan, tiap kali lo ngasih gue permen, gue tuh merasa berdosa karena yang makan bukan gue sendirian. Kak Utahime, Kak Mei Mei, sama teman-teman kuliah mereka yang sering ngabisin. Soalnya lo kalau ngasih permen tuh banyak banget."

"Wah ... kenapa lo baru bilang sekarang?"

"Eh, aduh ... sori. Gue bukannya gak bersyukur, tapi ...."

"Oke, tenang. Tenang. Gue gak marah sama lo, enggak. Justru kayaknya gue yang gak bisa baca keadaan. Atau mungkin gue yang terlalu memaksakan orang lain untuk harus satu selera sama gue. Sori ... serius. Gue juga minta maaf banget sama lo, Shoko."

Shoko menggelengkan kepalanya usai mendengarkan penuturan Satoru. Shoko benar-benar tidak enak hati. Mengapa jadi Satoru yang meminta maaf kepadanya? Shoko bingung sekali.

『私恋してる』I'm in Love | SatoShoko (Jujutsu Kaisen)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz