“Sebentar. Aku punya ide bagus.” King menatap Jack dan Queen bergantian. Kemudian, tatapannya berakhir pada Queen. “Pakai cara biasa yang dilakukan wanita. Harusnya Queen bisa. Tugas Jack kali ini adalah culik, sekap, dan habisi satu wanita yang dekat sama anak itu. Sisanya biar aku urus seperti biasa.”

Queen menggeleng sambil tersenyum. “Nggak semudah itu, King. Yang sedang kita bicarakan ini seseorang yang memiliki ingon. Apa kamu sungguh ingin menjadikannya musuh setelah membaca laporan yang aku berikan?”

“Keadilanku adalah mutlak. Kota Anggur tidak membutuhkan bocah sok jago.”

“Nyatanya, bocah yang kamu bilang sok jago itu bukan bocah biasa. Apa kamu lupa darah siapa yang mengalir di dalamnya?!” Queen naik pitam. Emosi meledak-ledak ketika tahu ucapannya sama sekali tak dipertimbangkan oleh sekelas keponakan Komisaris Jenderal Kue Lumpur di dalam tubuh Badan Intelijen Negara Berflower.

“Darah biru keluarga Geni sudah binasa. Sabda Geni mati. Dua keturunannya ikut tewas. Hanya istrinya, Ratu Geni, yang selamat, atau sengaja diselamatkan, yang kini justru berbalik dan berniat menghabisi Bara, anaknya sendiri. Apa yang kamu khawatirkan, Queen? Bukankah ini menjadi momentum yang bagus untuk menyiram bensin ke dalam kobaran api?”

Queen mengepalkan kedua tangan di atas meja. “Bodoh. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Demi Tuhan! Lebih baik aku jadi budak preman pasar dibanding berurusan dengan Bara.”

“Kenapa gitu?”

“Cara dia bertarung dan menghabisi musuhnya di luar nalar. Dia nggak segan mengambil nyawa orang. Nggak ada keraguan di matanya. Benar-benar perpaduan buaya dan hiu. Ganas, buas, dan sadis.”

“Efek ingonnya aja kali. Parno amat kamu, Queen,” timpal Jack, santai.

“Diem kamu, Jack. Coba kamu ketemu langsung sama dia, udah ngompol kamu.”

“Serius. Ini lebay.” King nyeletuk.

“Hahaha. Queen emang gitu. Suka heboh sendiri dan melebih-lebihkan. Nyatanya, manusia tetaplah manusia. Punya kelemahan dan bisa mati.”

“Terserah kalian mau menanggapi ucapanku seperti apa. Tapi yang jelas Bara bukanlah tandingan orang-orang biasa. Kalau kalian penasaran, aku sarankan untuk mencarikan Bara lawan yang sepadan, lebih bagus lagi di atasnya.”

“Aku heran. Kenapa kamu kayak yang bangga gitu, seakan Bara itu orang terkuat di bumi?”

“Apa perlu aku pertegas kalau Bara itu orang gila yang kebal bacok? Pedang katana sekali pun nggak mempan. Kulitnya lecet pun enggak.”

“Kebal bacok? Ini bukan semacam lawakan era kolosial, kan?”

Queen tersenyum lebar. Gemas. “Seperti yang kamu dengar, Jack.”

“Tapi kena peluru juga dia berdarah gitu. Harusnya dia mati dengan kaliber 0.8 mm kalau ditembak pas di jantungnya.”

“Jangan ngawur dan asal memvonis Bara mati! Kita bertiga nggak tahu siapa orang yang berada di belakang Bara sampai dia tanpa rasa takut melenggang santai di kota ini. Membunuh, bercinta, mabuk, dan jajan es krim. Bara bukanlah lelaki bodoh. Dia tahu apa yang dia lakukan."

“Kamu ngomong gitu, aku jadi overthinking, Queen.”

“About?”

“Aku punya opini liar kalua Bara juga seorang intel sama seperti kita.”

“Sejauh ini, ini yang paling jauh.” Queen tepuk jidat. “Dengar, para lelaki bodoh. Aku akan memberi informasi tambahan mengapa aku bersikeras agar kalian tidak mengusik Bara. Pertama, Bara punya agenda sendiri. Dia nggak ada hubungan sama sekali dengan kegiatan underground Rantai Hitam. Jadi, lebih baik mulai sekarang kita harus menanamkan anggapan jikalau Bara hanya semacam popok bawang, lah. Cuma menurutku, dia lagi apes aja gabung sama kelompok ekstrim itu. Harusnya Bara gabung kelompok barat, sih. Kedua-”

Hak Asasi Money 21+ [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang