Chapter 2: That Man, Hollow

28 5 3
                                    

Daniel terbangun karena mendengar suara yang keras. Dia segera bangkit dari tidurnya dan memandang sekitar. Menyipitkan matanya, lalu teringat akan apa yang terjadi kemarin.

Daniel menoleh dan melihat Vera baru saja keluar dari kamar. Ternyata suara yang membangunkannya tadi adalah suara Vera menutup pintu dengan keras.

Vera memakai riasan wajah yang sama seperti kemarin. Kini Daniel baru menyadari kalau di balik jubahnya, Vera adalah seorang wanita bertubuh kurus dan pucat yang mengenakan gaun tipis berwarna merah dan hitam. Ujung roknya kotor dan sobek-sobek, panjangnya hanya sebatas setengah dari betisnya. Perempuan itu juga membiarkan telapak kakinya tetap telanjang.

Walau Daniel terus menatap Vera, Vera tidak memperdulikannya dan tetap berjalan menuju perahu. Wanita itu menaikkan tudung kepala setelah berpijak di atas perahu. Daniel menoleh, dan melalui pintu menuju dok, dia melihat langit yang berwarna jingga. Air laut yang bergelombang pun memantulkan cahaya dari langit dengan sangat indah. Apakah ini pagi hari? Ataukah justru sore hari?

"Kau sudah bangun, Daniel?" ujar seorang pria dari belakang Daniel.

Daniel segera memalingkan wajahnya dari Vera dan menatap Master. Pria itu sudah mengenakan pakaian rapinya, tersenyum ramah pada Daniel, berdiri tanpa suara di belakang Daniel entah sejak kapan.

"Kau tertidur seharian penuh. Sekarang ini sudah sore hari menjelang malam," jelas Master. Daniel kembali menggaruk kepalanya. Tidak menyangka jika dirinya tertidur selama itu. "Sekarang, biarkan aku menjelaskan sedikit tentang dunia ini."

Master duduk di sofa di hadapan Daniel, lalu menautkan jari-jari tangan di depannya. Daniel pun otomatis meluruskan tubuhnya dan duduk menghadap Master dengan sopan.

"Dunia ini, bukanlah dunia yang bisa ditinggali manusia sepertimu. Manusia-manusia yang datang ke sini, biasanya adalah manusia-manusia yang tersesat," paparnya. "Ada tiga kemungkinan manusia bisa tersesat ke dunia ini," mulai Master, "yang pertama, manusia itu kebetulan saja sedang sial dan tidak sengaja terbawa arus ke dunia lain. Yang kedua, manusia itu berada di tempat yang dikelilingi energi negatif. Yang ketiga, manusia itu dikirimkan ke dunia ini oleh seseorang."

Daniel menelan ludah. "Bagaimana dengan saya?"

"Kurasa, kamu bisa tersesat kemari karena kemungkinan yang pertama," jawab Master.

Daniel bernapas lega. Setidaknya, dia tiba di tempat ini bukan karena dikirim oleh seseorang.

"Apakah itu berarti saya masih hidup?"

"Tentu saja. Manusia yang tersesat kemari adalah manusia hidup," jawabnya. Master mencondongkan tubuh dan mengecilkan suaranya meski tak ada seorang pun yang akan menguping pembicaraan mereka. Vera sendiri sudah sejak tadi menghilang dari dok. "Hanya saja, seharusnya kami tidak menyelamatkanmu."

"A-apa...?" gagap Daniel yang turut mencondongkan tubuhnya.

"Jiwa manusia... adalah makanan bagi kami," ucap Master pelan, memastikan bahwa Daniel bisa menerima informasi ini dengan baik. Jelas saja, remaja itu tampak bingung, tidak percaya, dan sedikit lagi menganggap kalau pria itu hanya bercanda. "Kamu lihat itu." Master menunjuk sangkar burung berisikan bola-bola berpendar yang ada di atas meja. "Itu adalah jiwa manusia yang kami 'pancing' dari lautan."

Daniel kembali menelan ludahnya. Pemuda itu tidak pernah melihat bola berpendar yang melayang-layang seperti itu di dunianya. Daniel tidak punya pilihan lain selain mempercayai perkataan Master, dan menyadari seberapa gawat situasinya. "Lalu, apakah nanti Master juga akan mengambil jiwa saya?" tanyanya tanpa menyembunyikan getaran dalam suaranya.

"Tentu saja tidak," jawab Master sambil tertawa ramah. Daniel mengembuskan napas lega mendengarnya. "Aku dan Vera melihat jiwamu begitu putih dan murni, penuh kebaikan hati. Kami rasa, manusia sepertimu akan jauh lebih baik jika dikembalikan ke dunia manusia."

The Black SoulWhere stories live. Discover now