3 - Malam Mencekam

Start from the beginning
                                    

"Hati-hati, Kak. Hubungi aku kalau ada apa-apa!" seru Adli setengah berteriak, sebab hujan makin deras, membuat suaranya menjadi sayup.

Yunan mengiyakan. Pintu mobil ditutup. Adli diam melihat mobil itu pergi membawa Yunan.

Adli menelepon ke rumahnya. "Prama, kirim dua body guard bersenjata, ke rumah Kak Raesha, sekarang. Kak Yunan sedang otw ke sana. Suruh mereka back up Kak Yunan, kalau ada apa-apa."

"Baik, Tuan," sahut Prama.

Aman insya Allah, batin Adli. 

.

.

Petir seolah membelah langit. Cahaya kilatnya memasuki jendela dapur rumah Raesha. Di bawah meja dapur, seorang ibu hamil meringkuk ketakutan.

Langkah kaki terdengar makin mendekat ke arah wanita itu.

"Ustadzah Raeshaa! Kamu di manaa? Main, yuk!" ucap pria bertopeng hitam, dengan kapak di tangan kanannya.

Raesha menangis sambil membekap mulutnya sendiri. Berkali-kali ia berusaha menabahkan hatinya. Bersiap jika malam ini ia akan menjadi korban pembunuhan sadis seorang sociopath yang ia sendiri tak tahu siapa.

"Mau main pakai apa, Ustadzah? Kapak atau pisau?" suara pria itu terdengar meledek, bergema di ruang kosong yang hanya diisi mereka berdua.

Kapak dilempar ke lantai. Suaranya membuat Raesha berjengit terkejut.

"Pisau aja, deh!" gumam pria itu yang kini menggenggam sebilah pisau di tangan kanannya. 

Pria itu memasuki ruang dapur. Raesha kini bisa melihat kaki pria itu yang mengenakan sepatu bot hitam, sewarna dengan pakaiannya.

Habislah aku! Raesha membatin. Dengan air mata berderai, ia memegang perutnya. Tak apa jika aku mati, ya Allah. Tapi tolong selamatkan bayi perempuanku. Aku mohon! 

"Ketemu!" seru pria itu yang tiba-tiba berjongkok dan wajahnya muncul mengejutkan Raesha hingga wanita itu menjerit.

Tangan Raesha ditarik hingga Raesha terpaksa keluar dari persembunyiannya.

"Ayolah. Jangan sembunyi di sini. Bukankah semestinya kamu menjamu tamu?" ucap pria bertopeng itu.

"T-Tolong jangan sakiti bayi saya! Tolong! S-Saya akan kasih kamu uang. Kamu mau berapa?" pinta Raesha memelas.

"Bukankah sudah kubilang, aku bukan ke sini untuk uang?" 

"K-Kamu mau apa??" jerit Raesha dengan suara melengking.

Pria itu terdiam membeku di tempatnya. Ia kemudian melepas topeng yang menutupi wajahnya.

Cahaya kilat yang masuk melalui jendela, membuat Raesha kini bisa melihat dengan jelas wajah pria di hadapannya. Awalnya, ia tidak mengenalinya. Tapi kemudian ... 

"Sobri ... ?" gumam Raesha dengan tatapan tak percaya. Sobri kini nampak berbeda sekali. Rambutnya dicat pirang. Tubuh tambunnya kini kurus.

"Aku ke sini bukan untuk uang, tapi untuk menuntaskan sisa dendamku," kata Sobri dengan suara datar.

Emosi mendadak naik ke kepala Raesha. Pria yang membunuh Ilyasa, akhirnya ada di sini. Akhirnya! 

Plakk!! 

Tanpa pikir panjang, Raesha menampar wajah Sobri, sambil menangis. 

"Brengsek, kamu! Tega kamu meracuni Ilyasa! Dia sudah mengizinkanmu mengajar bertahun-tahun di madrasah! Sungguh tidak tahu syukur!" bentak Raesha lantang. Wajahnya merah karena marah.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now