29. Spoiled Husband

106 9 2
                                    

Berkumpul dengan keluarga, membuat suasana hati Rere menjadi lebih baik. Selain itu juga ia merasa tidak kesepian. Rencananya juga selama keluarganya ada di sini, Rere juga ikut menginap. Meskipun Ares beberapa kali memintanya untuk pulang ke rumah, lalu mereka akan ke sini lagi setelah ia pulang kerja. Membayangkan saja sudah membuatnya lelah karena bolak-balik dan tentunya juga membuang-buang waktu. "Bolak-balik bikin capek. Kak Ares kalo mau pulang, pulang aja sendiri." Rere terus menggerutu karena Ares selalu saja merajuk padanya untuk meminta pulang.

"Kenapa kak Ares minta pulang terus? Biasanya juga betah tidak di rumah." Lanjut Rere menyindir.

Ares memeluk Rere dari belakang, lalu meletakkan dagunya pada pundak Rere. "Nanti kalo aku tiba-tiba lagi pengen gimana?"

"Yakan bisa di sini. Lagian rumah ini kamarnya banyak, kenapa dibikin pusing sih, kak?"

"Tapi tetep aja rasanya beda, Re. Rasanya nggak leluasa kalo bukan di rumah sendiri."

"Apa kabar kemarin kita pas di Swiss?" tanya Rere kesal.

"Itu, kan, beda. Suasananya aja juga beda. Di sini rame. Di Swiss cuma ada kita berdua."

Rere mendengus, mendengar Ares yang terus saja ada jawabannya. "Yaudah, puasa aja. Ditahan sampe kita pulang ke rumah."

"Ya nggak bisa gitu dong."

"Bisa. Kalo buat manusia kayak kak Ares."

"Reee ... dosa tau kamu nggak nurut suami."

"Nggak boleh ngancem kayak gitu, ah, kak." Rere memprotes tidak terima. "Kalo kak Ares bisa bilang gitu, aku juga bisa ngasih fakta. Mau denger?"

Mendengar kalimat Rere, membuat Ares diam. Ia paham maksud dari perkataan wanita itu. "Yaudah, iya. Kita nginep di sini. Fine."

Rere tersenyum penuh kemenangan saat mendengar kalimat Ares. "Nah, gitu dong. Kan adil."

"Yaudah yuk?" Kalimat Ares membuat Rere beranjak dari duduknya. Wanita itu berkacak pinggang, menatap Ares malas. "Males."

Ares dengan sigap memeluk pinggang Rere dan tanpa diduga pria itu memberi kecupan-kecupan pada perut Rere. "Biar kita cepet punya bayi. Ayo dong, Re."

Sejenak, Rere terdiam mendengar. Kalimat Ares terdengar tulus, tidak ada paksaan. Malah Rere merasa, pria itu mengatakannya dengan nada manja. "Masih siang. Takutnya nanti dicariin mama atau gimana, kak."

"Tahan dulu, ya?" Lanjutnya tersenyum hangat sembari mengusap-usap pipi Ares, membuat pria itu memejamkan matanya.

"Yaudah, duduk sini." Ares memberi kode pada Rere untuk duduk di pahanya. Mereka berhadapan, lalu Ares menyandarkan kepalanya tepat mengenai leher Rere sambil memeluk wanita itu. Bahkan Rere harus menahan rasa geli, karena napas Ares yang mengenai lehernya.

"Pengen punya anak laki-laki atau perempuan, Re?" tanya Ares masih dengan posisinya dan juga matanya yang terpejam.

"Sedikasihnya sama Allah, kak. Laki-laki atau perempuan yang penting sehat," ujar Rere. "Memangnya kak Ares pengennya laki atau perempuan?" Lanjutnya balik bertanya.

"Sebenernya sama kayak kamu, Re. Tapi kalo boleh request, lebih ke laki. Karena dia kan harus jadi pewaris keluarga kita. Kalo perempuan, nanti kasian dia," balas Ares menjelaskan, membuat Rere mengangguk paham.

"Udah nyiapin namanya, kak?" tanya Rere.

"Udah, tapi buat perempuan."

"Apa tuh kalo boleh tau?"

"Andalusia."

"Cantik namanya." Rere tersenyum hangat saat mendengarnya. "Jadi, salah satu nama di kota Spanyol dong."

"Iya, bener. Biar sama kayak wilayahnya yang cantik. Nanti anaknya cantik paras dan juga hatinya," ujar Ares menjelaskan. "Selain itu biar kita selalu inget, dulu selama kurang lebih delapan abad lamanya, Islam benar-benar pernah berjaya dan menguasai Eropa khususnya wilayah Spanyol."

Lagi-lagi, Rere tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Mendengar penjelasan Ares mengenai nama yang akan diberikan kepada anak perempuannya nanti membuatnya senang. Terlihat sangat tulus, hingga tidak mampu membuat Rere banyak berkata.

Setelah keheningan kembali melanda. Rere hanya diam, menikmati setiap momen bersama Ares. Dalam hati, Rere bertanya-tanya kenapa suaminya ini mendadak manja padanya. Tentu Rere senang bukan main dengan sikap Ares tidak terduga ini. Ia juga tidak ingin memikirkan segala pikiran jelek yang datang menghampiri, memilih menikmati momen yang sekarang sedang terjadi, tanpa memikirkan apa pun. Rere hanya berharap, momen seperti ini bisa bertahan lama. Pun sampai mereka tua dan hanya maut yang memisahkan. Rere berdoa, agar Ares segera menatapnya sebagai istrinya, wanita yang dicintainya, tanpa bayang-bayang masa lalu.

Rere mengusap-usap kepala Ares, memainkan rambut pria itu dengan lembut. Sesekali, ia tersenyum. Hanya merasa bahagia saja. Ares dengan segala sikapnya yang selalu tidak terduga yang mampu membuatnya blushing, Rere menyukainya.

💐

Waktunya makan malam tiba, membuat semua keluarga berkumpul di ruang bersantai. Duduk lesehan di atas karpet, membuat suasana kekeluargaan semakin terasa. Mereka duduk melingkar, sembari berbincang-bincang ringan. "Re, jangan-jangan kamu hamil lagi?" Jihan, adik ipar Tania itu menatap Rere menebak. Kali ini, kalimatnya mengundang tanya seluruh keluarga yang sedang berkumpul. "Ngeliat Ares yang mendadak manja nggak kayak biasanya. Bawaan bayi kali?" Lanjutnya.

Semua pasang mata menatap ke arah Ares yang memang terlihat beda dari biasanya. Pria itu sejak tadi terus saja menempel pada Rere. Ke mana saja Rere pergi, selalu saja ada Ares yang mengekor. Seperti sekarang, Ares terlihat sedang bergelayut manja di lengan Rere. "Aamiin. Doain aja, semoga secepatnya." Ares menjawab dengan ringan.

Rere hanya diam, tidak tau bagaimana harus menanggapi. Jika benar begitu, maka ia akan mengamini.

"Seneng banget mama tuh, liat kalian yang kayak gini. Nempel terus nggak bisa dipisahin," ujar Tania menimpali.

"Besok coba dicek, Re," ujar Silvia memberi usulan yang diangguki semuanya.

Namun, saat Rere hendak membuka suara, Ares sudah terlebih dulu menjawab. "Jangan ... ditunggu saja seiring berjalannya waktu. Memang tidak ada salahnya, tapi Rere juga belum merasakan gejala wanita hamil pada umumnya. Iya, kan, Re?"

Rere mengangguk saat mendengar jawaban Ares. Selain itu juga mereka tidak ingin membuat harapan besar terhadap keluarganya itu. Takut jika memang belum, akan mengecewakan mereka. "Pasti jika nantinya Rere positif, Ares langsung mengabari kalian semua."

"Bener, ya. Awas aja nanti diem-diem, terus ngasih taunya pas uda empat bulan." Hana menimpali dengan candaan, membuat semua yang mendengarnya, tertawa.

"Tenang nenekku sayang yang paling cantik sedunia," ujar Ares lalu memberi pelukan hangat pada Hana yang memang posisinya berada di samping kanan Ares.

"Ngeliat Ares makin lengket, berarti pelet Swiss ampuh banget ya." Tio yang sejak tadi diam, mendengarkan obrolan keluarganya itu akhirnya membuka suara.

"Alhamdulillah, pa. Ada untungnya kemarin Rere iyain pas kak Ares ngajak liburan ke Swiss," ujar Rere menanggapi dengan disertai tawa kecil.

Perihal kejadian beberapa bulan lalu yang menimpa Rere, mereka juga tidak memberitahukan kepada keluarga, terutama Tio dan Tania. Takut akan membuat mereka kepikiran. Karena sejak awal, Rere juga sudah melarang Ares untuk memberitahukan semuanya.




















12 March 2024

Love Story: Ares And Rere (On Going)Where stories live. Discover now