2 - Malam Mencekam

Start from the beginning
                                    

Siapa? batin Raesha. Wanita itu berdiri dan melangkah ke arah pintu depan. Tak ada siapa pun di sana. Namun anehnya, pintu pagar bergetar pelan. Angin memang agak kencang malam ini, dan ternyata hujan gerimis turun. Baru kali ini Raesha melihat pagar yang berat itu bergetar karena angin. Aneh juga. Pagar itu rasa-rasanya cukup berat.

Raesha menggeleng pelan dan memutuskan akan kembali meneruskan makan malamnya. Baru makan beberapa suap, Raesha merasa seperti mendengar suara dari luar jendela kamarnya.

Sekarang apa lagi? Angin? batin Raesha yang menghentikan makan malamnya dan pergi mengecek ke dalam kamar.

Rintik hujan mengenai kaca jendela. Lebih deras dibanding tadi saat Raesha mengecek ke luar teras.

Lagi, suara itu terdengar. Raesha pucat saat menyadari bahwa itu adalah suara langkah kaki. Seseorang, berada di luar dinding kamarnya. Kapan dia masuk ke dalam? Ingatan akan pintu pagarnya yang tadi bergoyang, membuat Raesha gemetar tubuhnya. Sambil menelan saliva susah payah, Raesha mengintip dari celah tirai di salah satu ujung jendela. Raesha menutup mulutnya saat melihat sesosok orang berpakaian serba hitam dan topeng hitam, sedang berjalan celingukan di taman, di luar kamarnya.

Dengan langkah berjingkat, Raesha meraih ponselnya di nakas. Orang pertama yang ada di pikirannya adalah Yunan. Ia berusaha menelepon Yunan lagi, tapi ponsel Yunan masih belum aktif. Pesawatnya belum mendarat mungkin, atau sudah mendarat tapi Yunan belum menyalakan kembali ponselnya.

Raesha menelepon Adli. Nada sibuk. Tentu saja. Pastinya chaos di rumah duka, karena mereka tidak menyangka akan ada dua jenazah yang datang. Haya dan Elaine juga sama, ponselnya bernada sibuk.

Terdengar suara pelat besi dimasukkan ke celah jendela. Raesha mulai berair matanya.

Dak!

Air mata Raesha mulai berjatuhan. Siapa pun itu yang berada di balik jendela kamarnya, hendak masuk melalui jendela! 

Allah! Ya Allah! benak Raesha menjerit. Apa yang sebaiknya dia lakukan? Kalau ia menjerit minta tolong, mungkin tetangga baru akan datang terlambat, dan orang itu keburu masuk melalui jendela kamarnya.

Raesha memaksakan kakinya yang gemetar, untuk berdiri dan meraih jilbab instan sedada. Ia memakai jilbabnya, dan berusaha menghubungi tetangga sebelahnya. Nada tak diangkat. Mungkin suara ponsel ibu tetangga sebelah, tidak terdengar karena hujan. Raesha menelepon rumah Pak RT. Sama saja, tak ada yang mengangkat. 

Brak! 

Jendela berhasil terbuka sedikit. Raesha berlari keluar kamar dan menutup pintu kamar. Mengunci kamarnya dari luar. 

Raesha jatuh terduduk, bersandar di pintu kamarnya sambil menangis tanpa suara. Siapa gerangan penerobos itu? Maling? Hanya itu yang ada di tebakan Raesha. 

Terdengar bunyi jendela dibuka paksa, lalu suara pecahan kaca. Langkah kaki terdengar memasuki kamar Raesha. 

"Assalamu'alaikum, Ustadzah Raesha! Afwan, saya tidak masuk lewat pintu depan!" 

Teriakan pria itu membuat Raesha makin gemetar tubuhnya dan makin deras air matanya. Di mana dia pernah mendengar suara itu sebelumnya? Terdengar familiar.

"K-Kamu mau apa? Kalau mau uang, saya akan kasih. Tapi setelah itu, saya minta kamu pergi dari sini!!" balas Raesha dengan suara ketakutan. Wanita itu masih bingung, apakah ini mimpi buruk atau sungguhan?

"Wah wah. Ustadzah Raesha sungguh wanita pemberani. Bahkan dalam situasi seperti ini, masih berani tawar menawar. Gimana kabarnya, Ustadzah? Sehat? Perutnya sudah besar sekali. Saya jadi ingin lihat seperti apa bayi perempuan Ustadzah!"

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now