13. The Do Over

409 44 2
                                    

2025
2 tahun kemudian

Minggu lalu tepatnya 23 Agustus, aku berusia 27 tahun.
Aku merayakannya bersama keluarga dan teman-teman terdekatku. Meski sibuk di hari ulang tahunku, aku tidak lupa untuk menyempatkan waktu menonton Grand Prix dari layar ponselku. Sudah 2 tahun lamanya aku tidak bertemu maupun berhubungan dengan Charles, tetapi aku masih bisa melihatnya. Lewat televisi, lewat ponsel, lewat media manapun yang bisa kulakukan untuk mendukungnya. Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan, setelah menghancurkan hatinya. Senang mengetahui bahwa dia melanjutkan hidupnya dengan baik. Dia adalah 3x Juara Dunia F1, menuju ke 4x. Tahun ini dia berada posisi yang bagus, meyakinkanku dia akan menjadi juara dunia lagi.

Terakhir kali aku melihatnya secara langsung adalah di final 2023 World Championship di Abu Dhabi saat Charles memenangkan gelar juara dunia keduanya. Saat itu, aku mencoba untuk tersenyum. Harus. Aku mencoba untuk terlihat bahagia. Aku ingin senyumanku mengatakan "Aku baik-baik saja," padahal hatiku sedang hancur terbagi menjadi ribuan keping kesedihan.

Semua baik-baik saja selama 2 tahun ini, aku hidup bahagia (ini tidak sepenuhnya bohong.) Ayahku sekarang berusaha lebih mengertiku, membebaskanku akan pilihan pilihan hidupku. Bisnisku tambah sukses, menjadikanku wanita karir yang amat sibuk. Kisah cintaku? Simpel. Tidak ada. Karena aku sedang menyibukkan diriku untuk terus mengembangkan usahaku, mengelola bisnis-bisnis baru, menghasilkan lebih banyak uang. Aku sudah bukanlah Daisy yang dulu, 2 tahun yang lalu, yang naif, polos, dan begitu terobsesi dengan Charles. Aku menghabiskan 2 tahunku dengan baik. Tentu, awal-awal terasa sangat menyesakkan bagiku mengetahui bahwa Charles telah sepenuhnya pergi dari hidupku, bahwa aku telah menyakiti hatinya, dan dia tidak akan pernah ingin berbicara lagi denganku. Bahwa aku tidak akan pernah melihat senyuman indahnya lagi. Bahwa aku tidak akan mendengarnya memanggilku "ma belle" lagi. Tetapi perlahan-lahan, semua kembali normal seperti sebelum aku bertemu dengan Charles. Semua mulai kembali seperti semula, yang memang dimana semua ini tidak seharusnya terjadi pada awalnya. Aku mulai hidup seperti maniak kerja menjadi penghuni kantor hampir 24/7. Semua baik-baik saja sampai malam ini di hari rabu, bertepatan di minggu ajang Singapore Grand Prix, dengan kemungkinan 1 : 5,4 juta manusia di Singapore, menjadikannya 0.0001%, Charles sedang berdiri di depanku, di suatu restoran di Hotel Bintang 5, terlihat berbincang dengan Hugo tentang sesuatu yang serius membuatnya tak melihatku. Apa yang harusnya kulakukan? Menyapanya seolah tidak terjadi apa-apa? atau berpura-pura tidak melihatnya? Keduanya bukanlah pilihan yang bagus.

Tepat saat itu, Andrew Jesjardins menyapaku dari jauh, melambaikan tangannya, "Daisy, mon ami!" membuat beberapa orang menoleh ke arahku, termasuk Charles. Sial! pikirku. Sekarang dia tahu bahwa aku ada disini. Aku mengalihkan pandanganku tepat ke Andrew Desjardins. "Hey, Andrew. Senang melihatmu!" "Aku juga!" Lalu persis seperti yang kutakutkan, Andrew langsung membahas Grand Prix akhir pekan ini, yang tentunya dia mengajakku untuk melihatnya, sebab Camille juga akan datang akhir pekan ini untuk melihatnya, sekalian untuk mengunjungiku, yang sudah kutegaskan pada Camille bahwa aku TIDAK AKAN menontonnya. "Tolong, temanilah Camille, aku akan sangat sibuk nanti, dan dia akan sendirian. Kamu akan jadi teman pendamping yang baik." rayunya. Aku berpikir keras tentang bagaimana harusnya kumenolak ajakan Andrew secara sopan dan halus, lalu Charles terlihat mendekat. Andrew merangkul Charles, "Ya, kan, champ? Kamu juga akan senang kan kalau Daisy nonton Grand Prix minggu ini?" Goddamnit, Andrew. Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan barusan membuatku ingin meninjumu tepat di senyuman bodohmu itu. "Tentu. Kamu harus nonton, Daisy. Aku akan menang. Lagi." Andrew langsung mengeluarkan senyuman menyeringainya, "See?" Ah, aku benci senyuman bodohnya itu. "Baik, baik, akan kupikirkan." jawabku. Andrew lalu pergi, kurasa dipanggil oleh salah satu staff-nya, meninggalkan aku dan Charles hanya berdua. "Leclerc, apa kabar?" sapaku sambil tersenyum, Apa kabar? Ayolah! Kamu bisa lebih baik dari itu, Daisy Elizabeth. "Apa kabar?" Pertanyaan yang sangat sangat membosankan.

"Happier than ever." jawabnya tersenyum lebar. "Kamu gimana?"
"Baik juga, kok. Aku sekarang hidup untuk bekerja, bukan bekerja untuk hidup." balasku mencoba untuk mencairkan suasana sambil tertawa. "Maksudnya aku bekerja seperti wanita gila sekarang, sebentar lagi aku rasa aku akan mengalahkan Bill Gates."

Ok, mungkin ini salah, mungkin aku tidak seharusnya bercanda gurau dengannya seolah tidak terjadi apa-apa, karena jujur apa yang terjadi kepada kita 2 tahun lalu adalah sesuatu. "Terlalu banyak bekerja juga tidak bagus. Work, Life, Balance." kata pembalap Ferrari itu.

Uhmm, ok, apa yang barusan terjadi? Apa kita berdua benar-benar mengalami percakapan alami seolah kita adalah teman yang lama tak bertemu? Karena kita tentu bukanlah teman lama. Apa yang terjadi 2 tahun yang lalu ketika Charles menyatakan cintanya untukku dan aku menolaknya secara kejam masih teringat sangat jelas dalam ingatanku. Apa Charles sudah melupakan semuanya? Makanya dia bisa bersikap sesantai itu? Karena aku belum. Aku tidak bisa bersikap biasa saja kepadamu, Charles. Aku sadar malam ini, aku belum melupakan semuanya. Aku belum melupakanmu.

Beberapa wajah lalu mulai pergi menghampiriku, beberapa staff Charles yang dulu sering menemaniku saat Charles sedang berada di area balap. Ada Hugo, asisten termanis dan tersabar yang pernah kutemui. Ada Andrea, fashion stylist Charles dan ada Jared, fotografer pers Ferrari yang selalu mengambil foto-foto candidku. Mereka lalu mengajakku untuk bergabung. Aku menolaknya secara halus, karena memang ada meeting penting yang harus kuhadiri berjarak 1 lantai dari restoran ini. (ps: aku tidak berbohong.) Sebelum pergi, mataku dan Charles sempat bertemu. Dia tersenyum.

•••

"Ya, aku pikir juga itu adalah ide yang bagus, Ms. Chen. Kolaborasi ini akan sangat menjual." Selena Ng, pebisnis dan juga sekaligus partnerku dalam suatu event kolaborasi mendatang Dear Daisy itu sedang mengutarakan pendapatnya dalam meeting kami. Ada beberapa orang dari tim inti Dear Daisy yang ikut serta. Ada Esther, asistenku, Jena, Direktur Keuangan-ku dan Michael, Direktur Penjualan-ku. Mereka semua menunggu responku. Aku terkaget saat Esther menyenggol tanganku dari samping. Pikiranku sedang tidak disini. Aku tidak memperhatikan meeting ini sama sekali. Padahal aku adalah CEO-nya. Aku tahu, sulit dipercaya.

Yang terpikir olehku hanyalah bagaimana reaksi Charles saat bertemu denganku. Ia begitu.. biasa saja. Aku tidak tahu apakah harus senang/ kecewa/ marah? Reaksinya sungguh jauh dari bayanganku. Aku pikir ia akan cuek dan dingin, seperti bagaimana ia memperlakukanku 2 tahun yang lalu setelah aku menolak cintanya. Tapi, alih-alih dia sangatlah ceria. Charles Leclerc, permainan apa yang kamu lakukan kali ini?

Meeting malam ini tidak berjalan produktif tentunya. Aku memerintahkan semuanya untuk menutup laptop mereka, dan melanjutkannya di esok pagi. Karena masalahnya bukan mereka disini, tapi aku. Aku tidak bisa berpikir. Aku tidak bisa berkonsentrasi. Fokusku hanya tertuju pada seorang pria Monegasque yang tampan yang tidak lain adalah Charles Leclerc.

Aku sedang menunggu mobilku dari petugas valet ketika Charles sedang berdiri tidak jauh dari sampingku. Ia kemudian mendekat. Oh, tidak, jangan mendekat! Aku lalu terpaksa tersenyum untuk bersikap sopan, tapi tidak mengucapkan satu patah kata apapun dari dalam mulutku.

"Aku berbohong, Daisy." katanya.
"Apa?" tanyaku.
"I'm not happier than ever. I was never happy. Karena aku telah kehilangan kebahagiaan dari hidupku. Kamulah kebahagiaanku, Daisy Elizabeth." Charles menatapku dengan kedua mata biru-nya penuh cinta.
Kehilangan kata-kata, aku menatap matanya dan mulai berkaca-kaca, "Charles.."
"Kamu tidak perlu menjawabku sekarang, Daisy. It's Okay. I understand. Jika kamu tidak mencintaiku, maka aku akan membuatmu mencintaiku perlahan-lahan." Ia sedang membukakan pintu mobilku yang sudah tiba di lobby.
"Selamat Tinggal, Daisy. Sampai ketemu di akhir pekan." Ia tersenyum lalu pergi menjauh setelah menutup pintu mobilku.

Sama sepertimu, aku juga memiliki suatu kebohongan, Charles. Bedanya milikmu hanyalah kebohongan kecil sedangkan milikku adalah kebohongan yang sangat besar. Kebohongan yang berubah nenjadi suatu rahasia yang selamanya akan kusimpan dalam diriku. Rahasia yang sama sekali tidak boleh kamu ketahui. Karena aku takut ketika kamu mengetahui kebenarannya, semua itu akan menghancurkan masa depanmu. Aku hanya ingin melindungimu. Semua ini kulakukan untuk kebaikanmu, Charles.

Formula of ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang