29. Abuse

358 58 8
                                    

Menjalani hari penuh drama dan topeng menggelikan, Sydney sudah cukup muak. Dia harus selalu memakai topeng anak baik dan manis untuk Roberto, rasanya cukup mual.

Image busuk yang harus mereka umbar untuk tontonan orang lain malah membuat Sydney semakin jengah.

Lihat saja, bagaimana Aletta sangat berusaha menarik perhatian Roberto lagi, mengucapkan kata-kata menjijikkan dengan wajah yang sama menjijikkannya. Munafik, empat orang munafik.

Mungkin dia akan meminum obat pencernaan, sungguh, Sydney sama sekali sulit mencerna makanan.

Roberto melirik Sydney, terlihat jelas bahwa anak perempuannya itu sedang makan dalam diam, tak banyak ikut berinteraksi sama halnya Aletta mau pun Andrean, seakan-akan memiliki dunia sendiri.

Mara melirik, memasang senyum, "Sydney, nanti siang mau makan apa? Biar Mama masakin!" Katanya ramah.

"Iya nak, atau mau makan di luar, biar Ayah kosongkan jadwal." Sahut Roberto, wajahnya cukup teduh namun tak membuat Sydney luluh, dia merasa semakin busuk, getaran aneh selalu menggeliati tubuhnya.

Berpikir bahwa bisa-bisanya ada manusia seenggak tau diri itu. Tersenyum pada anak yang dia buang dan telantarkan bahkan menganggapnya mati.

Diam beberapa saat, Sydney menarik garis lengkung tipis di bibirnya, "Hari ini Sydney udah ada janji."

Roberto dan Mara saling pandang sebentar, "Boleh Ayah tau janji dengan siapa?"

Melirik Aletta sejenak seraya tersenyum miring, "Austin."

Satu kata dari mulut Sydney berhasil menghentikan Aletta dari kegiatannya, dia sontak mengangkat kepala, tak beda hal Andrean———mencengkeram erat sendok yang dia pegang.

Wajah terdistorsi keduanya sangat lucu, terlebih Aletta, lihat, seberusaha apa pun dia menjilat dan mengikuti Austin; Sydney lah pemenangnya, Sydney dengan mudah menarik minat Austin bahkan berhasil membuat pemuda itu mengejarnya.

Seolah Sydney adalah oasis di hamparan pasir, satu-satunya harapan yang bisa menyelamatkan kehidupannya. Austin hanya bertingkah gila kepada Sydney, tak menolak atau memasang wajah muak, tidak seperti ketika bersama Aletta.

Melanjutkan makannya, keheningan terjadi, Roberto kini melirik Aletta. Pria itu sangat mengetahui perasaan si putri, pasalnya hampir setiap hari dia akan bercerita soal Austin, tanpa ada rasa bosan dan menyerah walau Roberto pun tau jika Austin tak menyukai Aletta.

Bisa Roberto katakan, Austin beberapa kali memberikan perlakuan kasar pada putrinya itu.

Mara diam-diam mengepalkan tangan, dia kesal, anak jalang menjijikkan itu selalu saja membuatnya marah.

Getaran ponsel dari dalam sakunya, Sydney berhenti makan, mengambil benda pipih tersebut dari saku. Menatap lamat pesan dari Austin, jarinya mengetik walau cukup malas. Hatinya memaki kelakuan menjijikkan Austin, manusia seperti itu benar-benar ada di dunia ini, ya?

Menyelesaikan sesi sarapan, Sydney berpamitan pada Roberto, mengikat rambutnya, dia berjalan menuju halaman depan. Tanpa mempedulikan tatapan menusuk punggungnya.

Memakai helm lalu memanaskan mesin motor, Sydney melirik celana training yang sedang ia kenakan; memastikan semuanya sudah rapi dan motornya siap untuk di kendarai. Perempuan itu menaiki motor, sekilas memandang sosok Aletta dan Andrean sedang berjalan menuju arahnya.

Aletta tampak masih marah, wajah anak kembar itu masih sama menjijikkannya.

Menarik gas, Sydney akhirnya pergi. Ingin cepat-cepat keluar dari lingkup manusia munafik di sana.

Selama perjalanan menuju sekolah, Sydney beberapa kali menyalip kendaraan lain, bukan, bukan mencari mati, hanya saja Sydney tidak ingin terjebak macet atau bisa saja tanpa terduga akan berpapasan dengan Austin, si gila itu.

SydneyWhere stories live. Discover now