2. Monolog diri

9 0 0
                                    

Sore hari pun tiba, kini kusudah berada di rumah. Sama dengan hari-hari lainnya, diriku menunggu kedatangan teman-temanku. Namun kali ini aku pun menunggu suatu hal lain, dengan sabar aku menunggu unduhan game di ponselku menjadi 100%. Lama kutunggu dan kuperhatikan, akhirnya aku sadar bahwa unduhanku terus terhenti di 50% sedari tadi. Aku menggaruk kepalaku dan mencoba untuk mengunduh ulang sampai lebih dari tiga kali, aku bahkan sampai mematikan dan menyalakan router wifi-ku kembali agar jaringannya semakin cepat namun hasilnya tetap saja sama.

"Duh, kenapa sih? Aneh banget!" keluhku sambil menutup aplikasi pengunduh dengan kesal.

Tak lama kemudian aku mendengar suara ketukan dari luar pintu kamarku, lalu aku mendengar ada suara Andy, Jiko, dan Robi memanggilku, akhirnya mereka datang juga, aku lantas menyuruh mereka untuk masuk, nampak mereka langsung tersenyum kepadaku ketika pintu kamar terbuka dan melangkah mendekatiku yang sebenarnya masih kesal karena gagal mengunduh game ini.

"Yuk, run buka TP-nya," ucap Andy. "Nanti kita main di mode custom dulu buat ngajarin, kamu," tambahnya.

"Belum ke download ini lama banget, padahal udah sampe mati-idupin router," jawabku dengan nada kesal.

"Coba sini aku liat," ucap Andy kembali.

Aku pun langsung memberikan ponselku kepada Andy, Andy yang menerima handphoneku itu tiba-tiba menjerit.

"Anjrit! Panas banget! Ini sih bisa dipake buat nyetrika!" ucap Andy.

Ucapan Andy tersebut membuat yang lain tertawa, sedangkan aku cuma cengengesan karena memang begitulah adanya.

"Kayaknya Kamu harus beli HP lain, deh. Yang lebih kekinian dan speknya tinggi, kalau kamu maksa main pakai ini sih bakal susah mainnya, bakal lemot sama lagging juga," ucap Andy.

"Iya, lu kan kaya, kok pake HP kentang, sih?" tanya Jiko.

"Ya, gimana, ya? Aku kan cuma asal pilih aja," jawabku polos.

"Pantesan! Pasti kamu kena genjutsu mbak-mbak sales HP di tengah jalan, ya?" canda Andy.

Aku hanya menggaruk-garuk kepala sambil sedikit tertawa, karena yang dikatakan Andy bisa dibilang benar adanya, ketika ia membeli handphone di mall, diriku sangat memercayai saran dari sales, karena aku tidak mau ambil pusing, namun ternyata hasilnya malah jadi repot begini.

"Bentar, deh, ya aku ambilin cemilan dulu buat kalian," ucapku karena merasa tidak enak pada teman-temanku.

Mereka menganggukkan kepalanya, aku pun berjalan menuju dapur dan meminta untuk bibi menyiapkan cemilan juga sirup untuk Andy dan lainnya, di tengah-tengah itu aku pun membuka HP-ku dan mengirim pesan kepada Mama yang tengah menemani Papa keluar kota, aku mengirimkan pesan mengenai keinginanku yang ingin membeli handphone baru.

Aku kemudian berjalan menuju kamar kembali, tapi aku jadi terpikir dengan keadaannku saat ini, aku hanyalah seorang introvert yang berusaha mendekati gadis yang kusuka dengan caraku sendiri, aku harap ini tidak akan terdengar konyol atau menyedihkan bagi orang lain, walau mungkin ini sepele bagi orang-orang tapi ini menjadi sebuah langkah besar bagiku, untuk pertama kalinya aku ingin mencoba mendekatkan diri pada orang yang benar-benar kusukai.

Kini setelah dipikir-pikir aku memang memiliki teman-teman yang baik, jelas maksudku adalah Andy dan lainnya, namun perasaanku berbeda terhadap Anetha, aku yang selalu kesepian karena selalu ditinggal orang tua menemukan kehangatan ketika melihat Anetha, aku juga tidak tahu mengapa, mungkin karena hal inilah spesialnya cinta pertama?

Selama ini aku selalu sendirian, Mama dan Papa selalu pergi keluar kota karena Papa pemilik sebuah perusahaan pendanaan non hukum, atau bisa dibilang pemborong, karena itu ia harus memantau aktifitas pendanaan yang dilakukan perusahaannya. Jujur saja aku bahkan tidak tahu lebih detail soal pekerjaan Papa sebab aku jarang sekali bertemu dengannya, yang kutahu tentang pekerjaanya hanyalah jembatan layang yang ada di dekat SMP Zhair adalah hasil proyek dari perusahaan Papa.

Tournament of Love: The Art of SurrenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang