Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Lo suka Biantara?" adalah pertanyaan yang keluar dari mulut gue buat Rere.
Rere nggak jawab dan cuma senyum-senyum.
Secara nggak langsung, tindakannya barusan udah jadi jawaban atas pertanyaan yang gue kasih ke dia.
"Jangan direbut ya? Gue naksir dia banget soalnya."
Cih.
Siapa juga yang mau rebut.
Tertarik juga enggak.
"Lo, nih, naksir orang kayak arisan. Tiap minggu nama yang keluar beda," ucap gue sambil balik bikin tabel di lembaran HVS buat laporan praktikum kali ini.
Ya, di zaman yang secanggih sekarang ini, dosen gue tetep minta semua mahasiswanya buat tulis tangan laporan praktikum di setiap minggunya. Untung mata kuliahnya cuma seminggu sekali. Ya walaupun tetep gempor karena yang minta begini nggak cuma satu dosen, melainkan tiga.
Soal Rere yang gue bilang naksir orang kayak ikut arisan, itu bener. Minggu lalu dia bilang naksir anak praktikum sebelah, eh sekarang naksir sama Biantara, nggak tahu deh minggu depan nama siapa lagi yang bakal keluar dari mulutnya.
"Kayaknya yang sekarang, nih, bakal lama, Uy. Soalnya gue nggak pernah-"
"-senaksir ini," ucap gue motong omongan Rere. Gue sampai hapal dialog dia tiap naksir orang baru.
"Hehehe," Rere malah nyengir. Bukannya selesain buat tabel di kertas HVSnya. Udah jauh-jauh ke meja gue padahal. Tadi katanya mau lihat laporan praktikum hari ini, eh malah lihatin Biantara yang duduk di meja sebrang.
"Gue tuh dulu mikirnya anak kelas kita nggak ada yang menarik tahu, Uy. Makanya gue selalu anggep mereka biasa aja. Terus naksirnya anak-anak fakultas lain."
"Terus yang bikin lo berubah pikiran, terus naksir Biantara, apa?"
"Gara-gara temen satu kosan gue yang anak Akuntansi bilang kalau cowok-cowok di jurusan kita tuh kenapa cakep-cakep banget. Katanya, gue pasti bahagia karena bisa cuci mata tiap hari. Gara-gara omongannya itu, gue jadi mikir. Terus perhatiin satu-satu temen sekelas kita. Dan akhirnya gue sadar kalau omongan dia ada benernya. Salah satu contohnya ya... Bian. Cakep ya dia, Uy?"
Gue naikin satu alis gue.
Rere nih beneran tipe orang yang plinplan, yang gampang terpengaruh omongan orang. Perihal naksir aja harus ada validasi penyebabnya dulu.
"Coba lihat!" ucap Rere lagi sambil pegang ujung dagu gue, terus arahin kepala gue ke arah jam satu. Tempat di mana ada Biantara yang lagi fokus sama mesin Osiloskop di depannya. "Cakep, 'kan?"
Gue ngerutin jidat gue. Merhatiin cowok yang beberapa hari lalu kepergok lagi ngelamun di danau angker belakang gedung FT itu.
"Lumayan."
"Kan! Apa kata gue!" ucap Rere. "Inget ya, Uy, jangan direbut."
Gue muterin bola mata males. Siapa, sih, yang mau rebut?
"Eh, by the way, nanti lo ikut, 'kan?"
"Ke?"
"Jenguk Sabit. Sakit dia. Makanya nggak masuk hari ini," ucap Rere. "Masa lo nggak ngeh, sih?"
Gue langsung celingukan lihat ke sekeliling. Bener apa kata Rere. Nggak ada Sabit hari ini.
"Enaknya bawa buah apa ya, Uy?" tanya Rere lagi. "Eh, jangan buah deh, lo dulu pernah bilang kalau lagi sakit biasanya Sabit maunya dibawain eskrim. Enaknya eskrim apa ya, Uy? Rasa coklat udah biasa, vanilla apa lagi. Mintchoco aja kali ya? Gimana?"
"Sabit nggak suka mintchoco. Paling benci malah sama rasa itu."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
