Aisenodni

15 2 0
                                    

'Kamu kenapa sih tidak menyerah saja! Sana pergi! Jangan pernah ngetuk-ngetuk pintu rumah saya lagi!' Seorang bapak berteriak di depan wajahku sambil menutup pintu rumahnya dengan keras. Kenapa? Kenapa banyak yang tidak percaya bahwa negara ini sudah kacau?! Kenapa tidak ada yang mau mengubahnya?! Kenapa mereka diam saja ketika uang mereka dirampok oleh negara? Kenapa mereka membiarkan anak-anak mereka duduk di institusi pendidikan yang padahal tidak mendidik sama sekali?! Kenapa mereka membiarkan penebangan liar hanya demi kertas yang dinamakan uang?! Kenapa?!

Itu rumah terakhir yang aku ketuk hari ini. Hari sudah mulai gelap dan sekarang aku mau pulang. Dengan pakai pakaian compang-camping, rambut berantakan, dan menahan lapar bukanlah hal terbaik yang dimiliki manusia. Di tembok sisi jalan terlihat tulisan vandalisme dari cat semprot bertuliskan "Aratnasun Keras!", orang yang tinggal di ibu kota memang harus lebih kuat daripada orang biasanya. Aratnasun adalah ibu kota dari negara yang bernama Aisenodni, dulu Aratnasun terkenal dengan hutan-hutannya yang lebat dan banyak hewan endemik tinggal di sini, tapi semenjak menjadi ibu kota dari sepuluh tahun yang lalu, hutan Aratnasun perlahan-lahan gundul, sungai-sungai tercemar, dan udara semakin kotor, diperparah dengan terpilihnya (dengan curang) Presiden Aisenodni sekarang ini, Otrahus.

Bukan hanya alamnya yang rusak. Sebuah pemandangan yang biasa di Aratnasun jika melihat orang-orang terdiam berdiri di jalanan, orang-orang itu pecandu narkoba sehingga menjadikan mereka seperti zombi. Di Aratnasun juga sangat mudah ditemukan orang-orang yang "pakai" pelacur di gang-gang, dan transaksi narkoba juga dilakukan secara terang-terangan. Bukan karena di sini tidak ada polisi, polisi ada, bahkan terkadang mobilnya lalu-lalang. Tapi bukan untuk menangkap bandar dan pemakai narkoba, bukan juga untuk menangkap pelacur dan pemakai jasanya, tapi untuk menagih uang ke para kelompok yang mengatasnamakan diri mereka dengan organisasi masyarakat supaya mereka tidak ditangkap. Karena selama ini wilayah Aratnasun juga dikendalikan dan "dikelola" oleh ormas-ormas ini.

Negara Aisenodni ini belum genap berusia seratus tahun, tapi kekacauan sudah terjadi di mana-mana. Bahkan ini bukan kekacauan biasanya, karena aku kemarin tidak sengaja melihat orang browsing di warnet, dia membuka video berita yang berkata bahwa Aisenodni adalah negara terburuk di dunia saat ini, dan itu diberitakan oleh media asing. Entah bagaimana caranya orang di warnet itu bisa membuka berita dari luar, padahal sudah lima tahun ini pemerintah mengambil alih semua media dan menjadikan media sebagai alat propaganda.

 Entah bagaimana caranya orang di warnet itu bisa membuka berita dari luar, padahal sudah lima tahun ini pemerintah mengambil alih semua media dan menjadikan media sebagai alat propaganda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Aku pulang!' Aku tetap berkata seperti itu walaupun aku tahu tidak ada yang menjawab. Aku tinggal sendirian di gubuk kumuh ini (bahkan aku tidak menganggapnya sebagai rumah), gubuk yang sebelumnya keluarga kami buatkan untuk peternakan sapi. Aku duduk di tikar lusuhku sambil melihat foto kecil keluargaku yang dipajang di sebuah bingkai lusuh, itulah satu-satunya benda berhargaku saat ini.

Kedua orang tuaku meninggal tiga tahun yang lalu dalam kondisi mengenaskan di dalam mobilnya. Polisi bilang bahwa itu hanyalah kecelakaan biasa, tapi aku menyangkalnya, karena ditemukan banyak sekali kejanggalan seperti luka sayatan bahkan tusukan di beberapa bagian tubuh ayah dan ibuku, aku meminta untuk meninjau kembali kasus meninggalnya orang tuaku, tapi apa daya, polisi dan penegak hukum lainnya mempersulitku untuk mendapatkan keadilan.

Aku juga jadi teringat kedua adikku. Aku melihat ke arah langit-langit gubuk, teringat salah satu adik perempuanku, namanya Lola Dwi. Dia perempuan yang sangat ambisius dengan mimpinya, dia ingin mencapai pendidikan formal setinggi mungkin dan menjadi ilmuwan fisika yang fokus pada energi nuklir. Dia selalu bilang bahwa nuklir adalah salah satu energi ramah lingkungan yang punya kekuatan besar, dan ia ingin Aisenodni menjadi negara pertama di dunia yang bisa memanfaatkan energi nuklir untuk kepentingan bersama. Setelah kedua orang tua kami meninggal dan kami bertiga tinggal di gubuk ini, Lola mulai frustrasi dan bahkan mungkin depresi, dia sering terlihat terdiam sambil meringkuk di pojok gubuk. Dia tidak bisa melanjutkan kuliahnya di jurusan teknik nuklir karena terkendala biaya. Bahkan sejak masyarakat mulai terkena propaganda pemerintah, banyak masyarakat yang berpola pikir mundur, yang menganggap bahwa perempuan tidak berhak untuk sekolah dan kuliah. Jadi walaupun misal kami punya uang yang cukup untuk membiayai Lola kuliah, Lola pun akan kuliah dengan hati yang berat dan sedih, karena di setiap jalan ia akan dirundung dengan perkataan dan kontak fisik oleh masyarakat. Beberapa bulan setelah dia mengalami stres dan frustrasi yang luar biasa, ketika aku baru saja pulang dari mencari makan di tempat pembuangan sampah, aku melihat dia sudah tergantung dengan tali tambang di lehernya, tali yang dulunya untuk mengikat sapi-sapi, itulah mengapa aku melihat ke arah langit-langit.

Adikku yang satu lagi bernama Ifah Tri. Dia seorang perempuan yang kelewat realistis, dia tidak punya pedoman dan prinsip dalam hidupnya, hanya mengandalkan pola pikir pragmatis dan sangat licik. Setelah aku dan dia mengubur jasad Lola di tanah lapang yang cukup jauh dari rumah, dia tiba-tiba sangat marah kepadaku, dia terus mengomel kenapa aku tidak bisa membuatnya kaya dan hidup enak, aku pun tidak bisa menjawab apa-apa. Setelah pulang ke gubuk aku tidak menemukannya di mana-mana, aku pikir dia sedang di tempat lain untuk meluapkan kekesalannya dan nanti akan pulang, tapi sampai sekarang dia belum pulang.

Ya, dulu kami keluarga yang cukup kaya, ayahku bekerja sebagai politisi dengan jabatan yang tidak tinggi, ibuku mengurus peternakan sapi yang dibantu oleh beberapa orang yang dipekerjakan. Orang tuaku punya mobil, aku dan adik-adikku punya motor masing-masing, serta rumah kami cukup luas untuk berlima. Tapi ketika orang tuaku meninggal, semua harta tersebut dirampas, karena sejak kediktatoran Presiden Otrahus hukum waris dihilangkan dan mengharuskan semua harta kekayaan orang yang meninggal diserahkan kepada negara. Jadi semua kendaraan kami, sapi-sapi kami, rumah kami dan segala barang-barang di dalamnya diangkut dengan truk dan mobil pick up hanya sehari setelah orang tua kami meninggal. Dan kami hanya disisakan masing-masing satu potong pakaian serta makanan yang hanya cukup untuk satu hari.

 Kurasa cukup untuk nostalgianya. Aku membereskan gubuk, mengambil dan memakai jaket hitam peninggalan ayahku, mengambil foto keluarga dan memasukkannya ke dalam kantong dalam jaket sebelah kiri dekat jantung. Tidak lupa membawa sebilah pisau yang sarungnya masih ada, lalu pisau tersebut kusangkutkan di pinggang kiriku. Aku bersumpah, jika Otrahus tidak mau berubah dengan kata-kataku, aku harus mengubahnya dengan pisauku!

Aku keluar dari gubuk dan siap menuju ke kompleks pemerintahan yang sebenarnya jaraknya cukup jauh. Apalagi jika hanya berjalan kaki, itu pasti melelahkan. Tapi demi untuk mengalahkan Otrahus, kulangkahkan kakiku sejauh apapun itu!

Baru selangkah aku keluar gubuk, tiba-tiba ada suara yang memanggilku, 'Asev! Asev Pratama!' Aku menoleh dan melihat perempuan seusiaku yang sedang melambai-lambaikan tangan ke arahku. Dia temanku dari kecil, Madya Mulyani.


Character Unlocked!

Character Unlocked!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AisenodniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang