Dengan bantuan cahaya lampu kamar mandi yang terang benderang, tubuh Dira dapat Bara telisik lebih jelas. Begitu sempurnanya ciptaan Sang Esa yang diturunkan ke muka bumi. Seolah wanita berdarah India ini terlahir dari pecahan bidadari bidadari surga. Tinggi berisi. Wajah cantik natural. Alis tebal. Mata lebar nan tajam. Bulu mata yang lentik. Bibir atas tipis, bibir bawah tebal. Kemudian, onderdil kebanggaan yang melekat di tubuhnya dari buah dada, pinggul, pantat, hingga liang vagina kelewat indah. Sungguh proporsional.

Merasa ditelanjangi oleh mata cabul Bara, Dira yang berada di depan wastefel dan tengah bercemin, cepat menoleh. Senyum jenaka melengkung di bibirnya. "Gitu amat ngelihatinnya sampai melotot? Kayak nggak pernah liat cewek cantik aja."

Bara tergelak. "Apaan, sih? Aku kan lagi menikmati keindahan ciptaan Tuhan."

"Hush, jangan bawa-bawa Tuhan kalau masih ada nafsu di antara kita."

Bara mendekat. Memegang pinggang Dira, lalu membalikkan badan wanita itu. Keduanya bertatapan. "Kalau nggak ada nafsu, bukan manusia namanya."

"Apa? Kodok zuma?"

"Ngawur. Kerang ajaib, tau."

"Hei, kerang ajaib. Bisa nggak manusia di depanku ini kamu jadikan koci-koci?"

"Cuk. Kenapa ya cewek suka hubung-hubungin segala sesuatu ke makanan? Nggak bisa apa kalau otaknya di isi apa gitu? Yakult misalnya."

"Kalau nggak makan bisa mati, dong."

"Hm talah. Ngomong ae, tak jejeli manuk, lho." (Hm talah. Bicara mulu, aku masuki penis, lho.) Bara menarik kedua pipi chubby Dira sampai merah.

"Mau, dong!" Dira melumat bibir Bara buas. Agresif sekali. Lalu, ia cekikikan saat merasakan batang penis Bara mulai menegang. "Cieee! Ngaceng lagi dia, hihihi."

"Cuk, deh. Ayo cepet bersih-bersih, Mbak." Bara menarik Dira yang tertawa-tawa sinting untuk menuju shower glass room. Sedikit melirik ke bawah.

Keduanya pun mulai saling meraba tubuh satu satu sama lain di bawah guyuran water heater yang di setting hangat. Bara puas-puaskan mengerayangi setiap tubuh Dira berkedok menyabuni. Demikian pula dengan Dira yang bodohnya, ia baru sadar jika sosok Bara terlihat seksi di matanya. Wajah tampan beraura kuat. Tatapan tajam, buas, dan ganas. Tinggi menjulang bak tiang bendera. Pundak lebar nan kokoh. Dada bidang. Juga roti sobek berjumlah enam yang begitu menggoda. Dan yang paling utama, batang penis yang mulia layu namun terlihat besar meski dalam mode tidur, tak diragukan lagi mampu membuat menjerit-jerit keenakan.

Mata Dira kembali menelusuri tubuh berotot Bara. Bodohnya, Dira baru menyadari sesuatu yang terlewat. Yaitu tato Bara.

"Ya ampun! Aku baru sadar kamu punya tato sebanyak ini, Bar!" pekik Dira.

Sejenak aktifitas Bara meratakan sabun cair di buah dada Dira terhenti. Ia memandang heran wanita di depannya ini. "Kok baru sekarang ngomongin tatoku? Wah, fiks kamu mabuk kecubung."

"Ih, bercanda mulu, deh. Tapi serius nih kamu udah tatoan di umurmu yang dua puluh aja belum?"

"Seperti yang Mbak liat." Bara menjawab, dan kembali melanjutkan aktivitas terlarang.

"Ini tato asli, kan? Bukan temporer, kan?"

"Iya."

Dira kian terpukau. Sudah jelas kehidupan keras telah banyak dilalui Bara. Bahkan Dira sangat yakin jika berbagai model tato di tubuh Bara memiliki arti mendalam. Inginnya bertanya lebih jauh perihal arti tato Bara, tapi Dira sadar jika Bara pasti tak nyaman kalau diusik masa lalunya.

Hak Asasi Money 21+ [On Going]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin