Ch. 4

175 28 3
                                    

[Sakit, senang.]

.

.

.

Semenjak pertengkaran, sudah seminggu mereka saling mengunci mulut. Namun, ini membuat pikiran Hinata penuh akan Sasuke. Kerja di kantor pun jadi begitu mengesalkan, ia jadi pemarah, dan para bawahannya pun kebingungan dengan sikap barunya ini.

"Ini perlu diperbaiki, kau pikir konsumen mau membelinya dengan tampilan kemasan seperti ini?!"

"B-Baik, bu."

Hinata memijat keningnya setelah bawahannya kembali ke meja kerjanya. Ia pun kemudian merasakan banyak pasang mata melihat kearahnya. Mereka pun mulai bergosip, bahwa pernikahan bosnya tidak sedang baik-baik saja. Ia hanya mendesah sambil menatap jam di ponselnya. Dalam hati kecilnya, ia berharap Sasuke mengirim chat padanya.

Hingga sore menjemputnya, Hinata bergegas menyingsing tas kesukaannya untuk pulang yang tak pernah begitu ia nantikan beberapa hari ini. Ada firasat ganjal yang terus menghantuinya seharian ini. Namun begitu sampai di lingkungan apartemennya, sesuatu yang tak pernah pikirkan terjadi di depannya, mengguncang dunianya.

"NEJI NII-SAN!!?"

Di depan banyak orang Neji menghajar Sasuke sampai babak belur.

.

.

.

Hinata menatap wajah Sasuke dengan cemas. Menyentuhnya dengan hati-hati seolah porselin yang mahal dengan jemari lentiknya. Kini ia bisa melihat beberapa lebam di wajahnya. Ia sempat mendesah beberapa kali saat Sasuke meringis karenanya.

Tak pernah ia sangka bahwa kepulangannya justru menyaksikan hal membuatnya terhina. Dinding yang baru ia bangun kembali runtuh hanya karena tak dapat memegang kunci dengan benar.

Sementara itu, dengan kegaduhan yang dibuat Neji, semua tetangganya berhamburan mengintip di depan pintu apartemen mereka yang terbuka. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi sebenarnya. Pengantin muda yang mereka kira harmonis namun sedikit tertutup itu ternyata menyimpan masalah.

"G-Gomenasai Hinata-san, saya berusaha melerainya, ta-tapi-!"

Tak sampai Genma menyelesaikan kalimatnya, Hinata menatap nyalang petugas keamanan itu dengan amarah yang berasap. Dan yang tambah membuatnya kesal adalah bisik-bisik para tetangganya. Mereka seakan-akan mulai menerka-nerka kondisi keluarganya.

"Genma-san, kami sangat terbantu jika anda bisa menertibkan para tetangga." ujar Hinata yang bernada bak bos yang mengatur bawahannya.

Genma pun segara mengusir para tetangga, dan ketegangan lain justru baru dimulai.

"Aku bisa saja melaporkan Nii-san atas apa yang dilakukan pada Sasuke, tapi kali ini Nii-san beruntung karna aku lagi bad mood." ujar Hinata yang melotot tak hanya pada Neji, namun pada Hanabi yang membisu sedari tadi.

Sementara itu, Neji mendengar hal ini malah mendengus.

"Aku gak bisa melupakan apa yang dilakukan pria disebelahmu, aku hanya datang untuk balas dendam lalu pergi. "

Suasana pun tiba-tiba hening. Wajah Hinata tertunduk-tertutup oleh helai rambutnya. Bukan hanya itu saja, sayup-sayup mereka mendengar suara Hinata yang sumbang menahan tangisan. Neji dan Hanabi meneguk ludahnya canggung, sedangkan Sasuke yang mencoba menatap wajahnya ditepis begitu saja.

"H-Hinata?"

"A-Apa sekarang kalian semua sudah puas pada suamiku?"

Hanabi sejenak menatap Neji yang menatap lurus ke arah Hinata, seolah tengah membaca pikiran sepupunya tersebut. Ketika Hinata menekankan suaranya pada kata 'suamiku', dalam sekejap telinga Neji merasa gatal.

PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang