Ch. 2

401 54 5
                                    

[Aku, kamu.]

.

.

.

Hari ini adalah hari pertama mereka tinggal bersama setelah melaksanakan akad pernikahan kemarin. Hinata kira setelah menikah maka hari ini akan berjalan seperti biasanya, namun ia salah besar.  Mereka memang memutuskan untuk tidak sekamar  dan hidup masing-masing —dalam hal ini hanya Hinata yang menekankan-, akan tetapi kenyataannya, itu tak mudah.
Sedangkan hari yang bersalju yang membuat orang malas untuk keluar dari selimut tebal. Malangnya, Hinata hari ini harus keluar, ia tak dapat membayangkan betapa canggung dirinya  seharian bersama pria yang baru dinikahinya.

Contohnya seperti kemarin malam, itu adalah malam pertama Sasuke tinggal di apartemennya. Hinata langsung pingsan begitu melihat Sasuke bertelanjang dada setelah mandi.  Begitu  sadar, ia telah berada di kamarnya. Setelah mengingat kejadian itu, kini ia tak dapat menghindarkan dirinya dengan membenturkan kepala di depan bantal.

Itu sungguh memalukan. 

Dan ketika jam sudah menunjuk angka 7 lewat 15 menit, Hinata bergegas menyanduh tasnya. Akan tetapi sebelum ia benar-benar keluar dari kamar, sejenak ia mengintip dari sela pintu kamar. Di dapur yang berada jangkauan penglihatannya, ia bisa melihat Sasuke masih berada di sana. Pria itu sudah sejam lebih berada di sana.

Jika ditanya apa yang dilakukannya?

Tentu saja masak, jawaban yang paling tepat untuk menggambarkan kegiatannya. Tapi, bagi Hinata yang sudah mengenalnya cukup lama, ini sungguh mengejutkannya. Apa ini keahlian yang dihasilkan Sasuke setelah menghilang sekian lamanya?

Hinata akhirnya keluar dari kamarnya setelah sejenak ia menatap punggung Sasuke.

"Aku berangkat dulu!" Pamitnya yang segera berlari ke pintu depan.

"Kau gak sarapan dulu?" Kini Sasuke berdiri di belakangnya.

Hinata yang memakai sepatunya lantas melirik Sasuke sejenak lalu menggeleng pelan.

"Aku buru-buru. Ada rapat mendadak pagi ini. " Sahut Hinata yang tengah terburu-buru memakai sepatunya.

Sasuke kemudian melihat kedua tangannya yang lengket karena nasi.

"Kalau begitu, aku bekalin dulu onigiri-nya."

"Ah, gak usah!" Kali ini suara Hinata sedikit naik, ia menggeleng dengan panik,

"Aku beneran terburu-buru."

Dan setelah mengatakan hal itu, Hinata menghilang bersama pintu yang tertutup. Sasuke kembali melihat tangannya, lalu melirik dapur. Ia mendesah. Padahal ia sudah berantusias untuk sarapan bersama.

Pagi yang dingin ini, Sasuke melewati sarapan hangatnya dengan dingin.

.

.

.

"Nee-chan, ayo kita ke rumah sakit!" seru Hanabi yang tiba-tiba muncul dari mana merangkul lengan Hinata.

Sementara itu Hinata yang sontak mendengar kata rumah sakit lantas mengerutkan alis. Dia kemudian menghentikan langkah mereka dan menatap bingung adiknya.

PernikahanHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin