#2 Dijemput Ibu

78 12 0
                                    

Saking ketakutan, tubuh anak perempuan itu seketika dingin gemetar. Winarti bisa membaca jika Dika akan berbuat jahat. Boro-boro berontak, berteriak minta tolong saja dia tidak bisa. Tenggorokannya mendadak beku.

"Heh, anak pelacur, berani teriak kubunuh kamu!" ancam Dika, mencengkeram leher kurus Winarti. Mata beloknya melotot besar, menakuti.

"Itung-itung latihan pertama melayani laki-laki. Ya kan, Winarti? Hehehe." Dika menyeringai serigala.

Winarti bergidik ngeri. Air matanya merebak berjatuhan. Isak tangis gadis itu pecah saat coba mempertahankan pakaian yang ditarik dengan cara paksa.

Sreeekk!

Terdengar bunyi kain yang sobek memanjang. Terusan berbahan kaos yang sudah lusuh dengan mudah terbelah. Memperlihatkan tubuh mungil kurus kerempeng Winarti yang masih terbalut singlet tipis serta celana dalam. Payudara gadis itu belum tumbuh. Datang bulan pun belum dapat. Tak ada lekuk sama sekali. Namun, yang namanya Dika sudah dikuasai nafsu setan, tubuh kanak-kanak Winarti tetap menggiurkan bagi otak mesumnya.

"Mbah, uuuhuhuhu...."Winarti segugukan, membayangkan raut teduh Mbah Darso yang penyayang. Selama ini hanya lelaki tua itu yang peduli padanya. Tega sekali si Mbah pergi. Sekarang tidak ada lagi sosok pelindung. Dunia begitu kejam untuk Winarti.

Brakk!

Tiba-tiba daun pintu kamar di samping ranjang terbanting sangat keras. Seolah ada seseorang yang sengaja melakukannya dengan penuh amarah.

Pyarr!

Sebuah figura foto di atas meja ikut terhempas jatuh bersama benda-benda lain. Kacanya  pecah berserakan ke lantai. Fas foto  hitam putih wajah Mbah Darso semasa masih muda tergeletak.

Dika terperanjat kaget menyaksikan semua itu. Cengkraman pada tubuh Winarti dilepaskannya. Sambil merapikan celana mata beloknya liar menyapu sekeliling ruangan. Tak ada angin, tak ada hujan pintu tiba-tiba terbanting sebegitunya. Kekuatan dari mana?

Aneh.

Di luar sepi, hanya derik jangkrik dan kesiur angin malam yang menelisik dedaunan. Nafsu yang membakar hingga ke ubun-ubun Dika seketika lenyap bak disembur segalon air. Apalagi saat matanya bersirobok dengan mata Mbah Darso dalam foto, yang seakan sedang menatap tajam.

Bulu kuduk Dika langsung merinding.  Jangan-jangan arwah Mbah Darso masih gentayangan sebelum genap 40 hari kematiannya. Arwah itu mungkin saja marah melihat cucunya akan dikerjai Dika. Hiiih, Dika bergidik. Si pemuda brengsek tapi luar biasa penakut itu kemudian memilih keluar rumah lewat belakang. Langkahnya lalu tertahan di depan pintu.

"Huwaaahh... huwaaaaaahh! Hantuuuuuu...!"  Dika menjerit-jerit kesetanan. Jantungnya terasa melorot jatuh.

Currr....

Pemuda itu terkencing-kencing saking histerisnya.

Saat dia membuka pintu, satu sosok perempuan sudah berdiri menghadang di kegelapan pekarangan belakang. Rambut yang panjang semrawut menutupi sebagian wajah, membuatnya semakin terlihat menakutkan. Manik hitam di balik rambut yang menutupi sedang menatap penuh selidik.

Gemetar hebat tubuh Dika berjalan menyisi melewati perempuan itu, lalu terpontal-pontal berlari melintasi pekarangan yang memisahkan rumahnya diiringi satu tatapan dingin.

"Kenapa dia?" desis orang yang dikira Dika penampakan. Disibak rambut yang menutupi pandangan, sebelum melangkah masuk melewati pintu yang menganga.

Parno berlebihan menyebabkan Dika tak bisa membedakan antara setan dan manusia.  Perempuan yang dilihatnya itu Sari -- ibu dari Winarti yang sudah lama tak pulang.  Seorang supir truk kenalan Sari membawakan kabar tentang Mbah Darso yang telah berpulang. Mengetahui Winarti kini tinggal sendiri, Sari segera berangkat.

LOSMEN KEMBANG KUNINGWhere stories live. Discover now