#1 Anak Lotek

241 30 8
                                    



Losmen Kembang Kuning

a novel by Indhie Khastoe

****

Siang yang panas. Cukup lama seorang perempuan paruh baya berdiri di sana, berlindung di bawah sejuk daun-daun lebar pohon Ketapang. Matanya yang bulat dan besar menatap nyalang ke belokan jalan. Gegas dia beranjak dari sana begitu melihat kemunculan seorang anak perempuan berseragam merah putih. Winarti nama anak itu.

Terhalang perawakan yang jauh lebih tinggi, Winarti mau tak mau berhenti. Mendongak, diamati wajah kusam berlapis flek hitam milik tetangganya.

Kulit gelap Buk Tutik yang berkeringat mengkilap tertimpa terik matahari. Jilbab kaos hijau pupus terpasang asal-asalan, seperti dipakai terburu. Banyak anak rambut yang dibiarkan mencuat keluar. Daster jumbo lengan panjang, warna merah cabai, motif bunga kangkung. Winarti hapal betul itu baju khusus untuk Buk Tutik tiap keluar rumah.

"Winarti ikut, yuk!" Tanpa persetujuan langsung disambarnya lengan kurus si bocah.

"Mau ke mana kita Buk Tik?" tanya Winarti heran.

"Ke rumah Pak erte."

"Ngapain kita ke sana?"

"Halah, ndak usah banyak nanya! Nanti juga bakal tahu," jawabnya dengan nada gusar.

Sepanjang jalan lengan Winarti terus dipegang erat. Seolah takut si bocah sewaktu-waktu akan kabur darinya. Langkah yang lebar membuat Winarti merasa tengah diseret.

"Lebih cepat jalanmu! Keburu mereka semua bubar," ketus Buk Tutik tak sabar.

Tak berani membantah, Winarti memacu kakinya yang lelah. Hanya hitungan menit, mereka sudah tiba ke tempat tujuan.Dia lalu disuruh menunggu di luar. Entah untuk apa. Winarti tidak berani menanyakannya lagi.

Ada syukuran kah di rumah Pak RT? gadis kecil itu membatin. Dipanjangkan lehernya memandangi meja tamu yang masih kosong di dalam sana.

Saat ini dia sudah lapar dan haus. Menelan ludah membayangkan segelas es sirup meluncur keluar dari pintu rumah, lalu hinggap ke tangannya. Lalu dia akan pulang membawa sebuah besek berisi nasi urap lengkap dengan paha ayam goreng. Namun, sampai para tetangga berdatangan memenuhi ruang tamu, harapan Winarti tidak terpenuhi. Sekedar air putih pun tidak dia dapati.

Pintu rumah dibiarkan terbuka lebar. Orang-orang dewasa duduk berkumpul di dalam. Winarti masih di beranda memerhatikan tiga anak kecil yang sedang bermain masak-masakan. Sementara langit siang sudah mulai meredup.

"Apa ada yang tahu bapak sama ibunya sekarang tinggal di mana? Biar kita antar saja dia ke orang tuanya," saran Pak Surya. Lelaki berperut buncit itu mengedarkan pandangan pada semua warga yang hadir. Sudah dua periode terakhir dirinya menjabat sebagai ketua RT.

Rapat dadakan diadakan siang ini atas usul Buk Tutik. Agenda utama membahas tentang nasib anak perempuan tetangga mereka. Sudah tiga hari Mbah Darso-- kakek Winarti dikuburkan, setelah meninggal mendadak akibat serangan jantung sewaktu dia bekerja di kebun.

Masalah besar saat ini adalah kedua orang tua Winarti entah ada di mana, setelah berpisah hampir dua tahun yang lalu. Winarti kini hidup sebatang kara.

"Halah, susah, Pak erte. Dua-duanya orang ndak bener. Itulah sebab, Mbah Darso larang mereka pulang, biarpun cuman buat nengok Winarti," sahut Buk Tutik menyebut nama almarhum kakek Winarti. Hatinya pun tidak setuju kalau Winarti berkumpul lagi dengan ayah atau ibunya.

"Ndak bener apanya, to, Buk? Ana-ana wae!" Kening Pak Erte berkerut, pura-pura tak paham yang dimaksud, mata saling melirik dengan isteri di sampingnya.

LOSMEN KEMBANG KUNINGWhere stories live. Discover now