Chapter 2 : Kejadian yang Tak Terduga

56 6 3
                                    

Aku sedang berada di mobil bersama Nia. Pagi ini aku diminta oleh papa dan mama untuk mengantar Nia ke sekolah karena mereka harus menangani pasien darurat. Dengan senang hati aku mengantar Nia ke sekolahnya, hitung-hitung cari angin setelah hampir seminggu lamanya aku berada di rumah saja.

“Kak, gimana sudah ada kabar dari Kak Devano? Dia sudah bisa dihubungi?”

“Sudah, tadi malam dia kabarin Kakak. Dia lagi di Australia.”

“Wah, di Australia? Ngapain? Liburan atau ada kerjaan?”

Aku menggeleng.

“Entahlah, Kakak juga nggak tahu. Kemarin dia sama sekali nggak ngomong apa-apa.”

“Oh, kalau begitu … Nia bisa minta titip oleh-oleh nggak?”

“Dasar, memangnya kamu mau titip apa?”

“Apa aja deh, yang penting oleh-oleh. Bisa tolong mintain ke Kak Devano ya, Kak?”

“Hmm… nanti ya? Sesampainya di sekolah, nanti Kakak coba hubungi Kak Devano lagi.”

“Makasih, Kak.”

“Sama-sama.”

Setibanya di tujuan, Nia langsung bergegas turun dan memasuki gedung sekolah. Aku meraih ponselku, mencoba menghubungi pacarku, Devano sesuai permintaan Nia yang ingin dibelikan oleh-oleh. Tak kusangka, Devano langsung membalas pesanku. Meskipun singkat, aku tetap senang Devano langsung membalas pesanku karena Devano bukan pria yang selalu memegang ponsel. Jadi mendapat pesan balasan cepat dari pacarku itu merupakan sesuatu yang berharga.

Devano

Ok, Del. 06:50

06:51 Thanks, Yang. Kamu lagi apa sekarang? Sedang sibuk kah?

Sama-sama. Pasti aku beliin. Sudah dulu ya? Aku masih meeting. 06:51

06:51 Oke, Yang. Semangat meeting-nya.

Seperti biasa, setelahnya aku hanya mendapatkan tanda bahwa pesanku sudah ia baca tetapi tidak dibalas. Sabar, Della. Mungkin memang belum sempat balas lagi karena masih meeting. Aku menaruh ponselku, kemudian segera kutinggalkan area sekolah dan melaju menuju rumah. Setibanya di rumah, aku memutuskan untuk mengerjakan revisi skripsiku di area kolam renang.

-oOo-

Tak terasa sudah tiga jam lamanya aku berkutat di depan laptop menyelesaikan  sebagian revisi skripsiku. Kuputuskan untuk menutup laptopku dan mengedarkan pandangan ke arah lain. Tak lama, Bi Mirna muncul membawakan segelas es jeruk dan sepiring pisang goreng favoritku

“Revisiannya udah kelar, Non? Ini Bibi bawain es jeruk dan pisang goreng.”

“Wah, makasih, Bi. Kebetulan lagi butuh cemilan nih. Revisinya masih ada dikit lagi.”

“Sama-sama. Sok atuh dimakan pisang gorengnya. Bibi permisi ke belakang lagi.”

“Oke, Bi.”

Aku mulai menyeruput es jeruk pemberian Bi Mirna. Setelah itu, barulah aku menyantap pisang goreng favoritku sambil membuka aplikasi Magic App.

Halo, Della!

Selamat datang di Magic App, make your boyfriend as you want.

Apa yang kamu butuhkan sekarang dari pacarmu? 11:30

11:30 Pacarku pulang dan menemui aku.

Permintaan yang ini masih Magic App proses. Ditunggu ya, Kak Della. 11:31

11:31 Apa bisa dipercepat?

Tentu bisa, Kak. Silakan pilih waktu yang kamu inginkan ya? 11:32

Kapan kamu mau ditemui oleh pacarmu? 11:32

·       Malam ini

·       Besok

·       Lusa 

11:32 Malam ini.

Baiklah, malam ini pacarmu akan datang ke rumahmu. Magic App, make your boyfriend as you want. 11:33

Ah, omong kosong! Apa benar aplikasi ini bisa membuat Devano menemuiku malam ini? Apa aku uninstall saja ya aplikasi ini? Pasti nggak akan berguna. Tadinya aku hendak menghapus aplikasi tersebut dari ponselku, tetapi kuurungkan niatku dan memilih menunggu hingga nanti malam.

-oOo-

Waktu telah menunjukkan pukul 18.30. Kami sekeluarga baru saja menikmati makan malam di ruang makan.

“Ma, Papa duluan ke kamar ya?”

“Ya, sudah. Mau Mama buatkan teh jahe hangat?”

“Boleh, Ma. Papa tunggu di kamar.”

“Nia juga pamit ke kamar ya? Mau lanjut belajar, besok ada ulangan.”

“Iya, belajarnya semangat ya, Sayang.”

Papa dan Nia beranjak pergi ke kamar masing-masing. Sedangkan aku memutuskan untuk membantu Bi Mirna membereskan piring-piring kotor. Tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi.

“Siapa yang datang ya? Bi, bisa tolong lihat siapa yang datang?”

“Baik, Nyonya. Biar Bibi lihat dulu.”

“Nggak perlu, Bi. Biar Della saja yang buka. Mungkin itu Devano.”

“Devano? Memangnya kalian sudah janjian?”

“Nggak sih, tapi Della berharap itu Devano.”

“Ya, sudah. Kamu bukain pintunya. Kasihan kalau dia menunggu terlalu lama.”

Aku beranjak menuju pintu depan untuk membukakan pintu.

“Malam, Della. Kamu apa kabar?”

Aku terdiam sejenak melihat sosok yang berada di hadapanku sekarang. Seorang lelaki yang sangat aku rindukan. Ya, lelaki yang ada di hadapanku adalah Devano, pacarku.

“Della sayang? Kamu baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja, Yang. Kamu bukannya lagi di Australia?”

“Iya, aku baru pulang tadi sore. Oh, iya ini ada oleh-oleh buat kamu dan keluarga. Diterima ya?”

“Iya, Yang. Makasih ya?”

“Sama-sama. Boleh aku peluk kamu?”

“Tentu boleh dong, Yang. Kamu ‘kan pacar aku.”

Devano langsung memelukku selama beberapa saat.

“Aku kangen sama kamu. Maaf, aku baru bisa ke rumah kamu sekarang.”

It’s okay. Aku paham kamu lagi banyak kerjaan.”

“Oh, iya gimana sidangnya? Masih ada revisi?”

“Lancar, Yang. Ada, tinggal dikit lagi. Kenapa gitu?”

“Besok ‘kan weekend. Aku bantu revisi ya?”

“Yakin kamu mau bantu?”

“Tentu, apa yang bisa aku bantu?”

“Paling revisi format sih. Beberapa masih ada yang salah.”

“Oke, besok aku bantu ya? Sekarang aku pamit pulang dulu, sudah malam.”

“Ya, sudah. Kamu hati-hati pulangnya. Kalau sudah sampai rumah jangan lupa kabarin aku.”

“Iya, Della. Pasti aku kabari.”

To be continued... ✨✨
©2023 WillsonEP
Don't forget vote, comments, and shares. Thank you.😊

Magic AppWhere stories live. Discover now