171

3 0 0
                                    

Riba Nasi ah
Jenis-jenis riba yang terakhir adalah riba Nasi'ah yang berarti tambahan yang disyaratkan diambil atau diterima dari orang yang dihutangi sebagai kompensasi dari penundaan pelunasan. Ulama Hanafiah memasukan ke dalam kelompok riba nasi'ah suatu bentuk barter yang tidak ada kelebihan, akan tetapi penyerahan imbalan atau harga diakhirkan. Riba ini hukumnya haram berdasarkan Al-Quran dan hadis.

Riba nasi'ah dikenal sebagai riba jahiliyah karena berasal dari kebiasaan orang jahiliah yang memberikan pinjaman kepada seseorang dan ketika jatuh tempo telah tiba akan menawarkan untuk diperpanjang sehingga membuat riba ini beranak atau berganda. Riba nasi'ah biasanya ada dalam praktek yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan atau perbankan, dengan sistem pinjaman uang yang pengembaliannya diangsur dengan bunga bulanan atau tahunan sekitar 7-5%. Praktek seperti ini jelas disebut riba dalam jenis nasi'ah dan hukumnya haram.

Riba merupakan transaksi haram dan termasuk dosa besar. Pelaku riba mendapatkan laknat dari Allah dan dijauhi dari rahmat-Nya. Riba itu aniaya atau zalim secara realitasnya, meskipun yang terzalimi merasa terbantu, bagaimanapun mengambil tambahan adalah zalim. Riba memang sukarela, jika tidak secara sukarela maka bukan riba melainkan perampasan. Apapun jenis ribanya, yang pasti hukumnya haram dan harus dijauhi.

💌🌹

Riba Qardh
Gambar

(credit: flicker)

Jenis riba yang pertama adalah riba qardh yang masuk dalam riba hutang piutang. hutang piutang yang dimaksud terdapat motif keuntungan (syarth naf'an) yang kembali kepada pihak pemberi pinjaman hutang (muqarid) saja atau sekaligus kepada pihak yang berhutang (muqtarid). Contohnya seseorang meminjamkan uang Rp 100.000 lalu disyaratkan mengambil keuntungan ketika pengembalian. Keuntungan ini bisa berupa materi atau jasa.

Ini termasuk riba dan hukumnya haram, karena yang namanya menghutangi adalah dalam rangka tolong menolong dan berbuat baik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di, jika bentuk hutang yang di dalamnya terdapat keuntungan itu sama saja dengan menukar dirham dengan dirham atau rupiah dengan rupiah kemudian keuntungannya ditunda.

💌🌹

Hukum Asal Perlombaan Dalam Islam
Poin pertama yang akan kami bahas adalah hukum asal perlombaan dalam islam. Sekedar perlombaan, yaitu bersaing dengan orang lain dalam suatu hal dan berusaha lebih dari yang lain ini tentu hukum asalnya mubah (boleh). Yang menjadi permasalahan adalah ketika dalam lomba tersebut terdapat taruhan atau hadiah. Adapun sekedar lomba tanpa taruhan dan hadiah, hukum asalnya boleh. Karena perlombaan merupakan perkara muamalah. Kaidah fiqhiyyah mengatakan:

الأصل في المعاملات الحِلُّ

"Hukum asal perkara muamalah adalah halal (boleh)".

Selain itu, para ulama ketika membahas masalah musabaqah, umumnya mereka mengidentikkan dengan perlombaan yang melatih orang agar siap untuk berjihad. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

السباق بالخيل والرمي بالنبل ونحوه من آلات الحرب مما أمر الله به ورسوله مما يعين على الجهاد في سبيل الله

"Perlombaan kuda, melempar, memanah dan semisalnya merupakan alat-alat untuk berperang yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk membantu jihad fi sabilillah" (dinukil dari Al Mulakhas Al Fiqhi, 2/156).

Oleh karena itu diantara dalil tentang disyariatkannya lomba adalah dalil-dalil yang memerintahkan umat Islam untuk melatih diri sehingga siap untuk berjihad fi sabilillah. Diantaranya Allah Ta'ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi" (QS. Al Anfal: 60).

ILMU-ILMU ISLAMIWhere stories live. Discover now