Prolog

18 3 0
                                    

"Kita seperti garis paralel,
Kita sangat berbeda, namun menginginkan tempat yang sama."- Danger

°

Sebuah jasad lelaki paruh baya ditemukan di semak-semak tol xx - xx

Ke delapan manusia sedang duduk bersantai di depan televisi, menonton dengan serius acara berita di sana, seolah sedang menunggu pengumuman ujian.

"Aneh,eksekusi nya kapan, ditemuin-nya kapan." Seorang gadis berucap sembari mengunyah roti coklat kesukaannya.

Seorang lagi mengangguk menyetujui, sisanya memperhatikan layar televisi dengan seksama, foto korban yang di blur membuat salah satu dari mereka berdecak sebal.

"Ck, ngapain pake di blur segala sih, kan jadi gak bisa nganalisis," sebal seorang pemuda bermata sipit.

Sang gadis menoleh ke arahnya, "bilang aja mau nyontek hasil kerja keras kita, iya kan, Jen?"

"Setuju," jawab pemuda lainnya, bermata bulat dengan gigi kelinci khasnya.

Asara Ghivana dan Rajendra Maheswara bukan pasangan kekasih, bukan juga saudara kembar tetapi keduanya sering berada di tim yang sama, bukan tim kerja kelompok, tapi tim dalam kelompok mafia berdarah dingin mereka The Rose.

"Yaelah, baru sekali doang berhasil aja sombong amat dua bocil," celetuk Tian tidak terima.

"Sekali? Sekali? Hellow, kak Nathan ini udah yang keberapa ya bulan ini?" Sara menoleh meminta pesetujuan leader mereka, Nathan Bagaskara.

Tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar televisi, "lima atau enam- an kayaknya," jawabnya.

Tian dan Gibran terdiam seketika,yah meski umur mereka tidak jauh berbeda, tetap saja kedua pemuda ini selalu mencoba menyaingi kedua bungsu di tim mereka, bukan karena saling membenci, hanya saja pasti menyenangkan jika mereka yang bergantian mengejek dua bungsu itu.

Tian Bagaskara dan Gibran Kavindra tim lainnya yang berada di The Rose,mereka berdua seumuran, hanya berbeda 2 tahun dengan Sara dan Jendra, tetapi setiap kali menjalankan misi mereka lebih sering tertinggal oleh dua bungsu itu, mungkin karena keduanya memiliki kebiasaan menganalisis dan berencana sebelum bertindak, apalagi Tian yang terlalu sering nge lag setiap kali berdiskusi membuat keduanya sering terhambat dan berakhir mengerjakan misi mereka dengan santai, moto mereka adalah belum deadline belum panik.

Berbeda dengan Sara dan Jendra, selama mereka sudah mendapatkan info tentang target,mereka akan langsung menyelesaikan-nya, bagi mereka semakin cepat selesai semakin cepat juga mereka akan bersantai ria.

"Yaelah, baru enam, kak Yohan sama kak Jehan yang hampir 10 kasus selesai aja anteng-anteng aja."

Namanya disebut membuat keduanya mengalihkan perhatian mereka pada Gibran, "gapapa, pokoknya ga cuma dua yang selesai." Jehan menyeringai.

"Moto mereka kan, ga selesai gapapa yang penting sombong," Yohan menimpali tanpa berperasaan.

Semuanya tergelak mendengar penuturan tajam dari pasangan tim paling ahli di kelompok itu, Jehan Bagaskara dan Yohan Samudra adalah tim paling senior, bukan hanya soal pengaman, tapi juga soal usia mereka yang paling tua diantara yang lainnya.

"Udah-udah nanti dedek Gibran nangis, ulu ulu." Mahesa Nareswara, wakil ketua yang selalu membantu Nathan dalam mengurus segala hal, Nathan itu orang yang ceroboh, makanya Mahesa yang adalah seorang perfeksionis dibutuhkan di samping-nya.

"Kak Hesa mau bela atau ikut ngejek sih?" Gibran mencabik kesal.

Lagi, mereka tertawa gemas pada Gibran karena sekali lagi bisa membuat pemuda itu jengkel. Selalu menyenangkan menggodanya, sedangkan Tian yang mungkin tidak paham bahwa dirinya juga diejek ikut tertawa dengan yang lainnya.

THE ROSEWhere stories live. Discover now