20 | Eye To Eye Gallery

Mulai dari awal
                                    

"Apa kau ingin menemuinya? Aku bisa bertanya tempat yang akan dia kunjungi dan kau bisa ... entahlah seolah-olah kau berpapasan dengannya sebagai skenario?" Kupikir Zevo akan menghajarku karena telah menyakiti hati kembarannya, seperti ancamannya kemarin ketika aku merepotkan Zevania karena mabuk. Namun, hari ini Zevo tampak begitu mendukungku agar berbaikan dengan Zevania.

Aku menggeleng. "Kurasa kau benar, aku akan membiarkannya sendiri dulu. Mungkin itu yang dia butuhkan. Bagiku yang terpenting dia baik-baik saja."

Zevo mengangguk paham. "Nanti akan aku kabari kalau dia sudah cerita tentang dirimu. Aku akan pura-pura belum tahu perihal pertengkaran kalian."

"Terima kasih." Aku mengetuk-ngetuk meja, lalu teringat sesuatu. "Foto ini," aku menunjuk sebuah bingkai foto di belakangku, "kuambil pada hari Zevania mewawancarai sebagai man of the match." Sebuah foto hitam-putih sepasang burung merpati yang terbang.

"Oh, kau sudah memiliki bakat fotografi sejak dulu." Zevo memperhatikan foto itu. "Kau sangat menyukai Zevania, ya?"

Pipiku terasa hangat, entah karena Zevo menyebut bahwa aku menyukai—sangat menyukai Zevania—atau karena dia menyebut nama Zevania alih-alih Nia, menyesuaikanku. "Aku tidak berani bertanya padanya. Tadi malam dia juga bilang bahwa pada saat itu—3 tahun yang lalu—dia telah memiliki pacar. Apakah ucapannya benar?"

Kuharap tidak. Untuk pertama kalinya aku berharap seseorang berbohong padaku. Kuharap Zevania berdusta tentang kehadiran kekasihnya itu.

"Andre."

"There is no way you pronounce my name wrong." Tidak ada yang memanggilku Andre. Oh, ada, temanku dari Madrid. Namun, Zevo bukan orang Spanyol. Dia tahu namaku Andrew.

Zevo terkekeh mendengarnya. "No, I meant his name is Andre. He was almost married to her."

Dan jantungku merosot seketika begitu mendengar bahwa Zevania hampir menikah dengan seseorang bernama Andre.

"Almost? What do you mean by almost? They didn't get married yet or?" Aku tidak bisa membayangkan Zevania kini telah menjadi istri orang lain. Jauh lebih buruk daripada kabar bahwa dia telah memiliki kekasih.

Zevo memulai ceritanya.

Pria bernama Andre itu telah berpacaran dengan Zevania selama tiga tahun. Mereka bertemu di universitas dan Andre merupakan seniornya. Hatiku teriris begitu mendengar bahwa selama tiga tahun itu, hati Zevania diisi oleh seorang pria lain, terutama pada bagian bahwa mereka nyaris menikah. Mungkin aku memang jahat dan egois, tapi aku tidak bisa berbohong bahwa ada kelegaan dalam diriku begitu mendengar bahwa Zevania membatalkan pernikahannya. Terdengar tidak mungkin, terdengar seperti sebuah kebohongan. Rasanya dikhianati karena selama 10 tahun terakhir ini, setiap aku membuka mata dan ingat bahwa aku di London, Zevania selalu muncul dalam benakku. Tidak ada satu titik pun di London yang tidak mengingatkanku padanya. Gadis yang tinggal di ujung dunia itu selalu menghantuiku.

"Pernikahannya batal dua bulan yang lalu. Mereka seharusnya menikah bulan depan," jelas Zevo, menunjukkan beberapa foto Zevania yang mengenakan gaun putih bersama seorang pria asing dengan latar pantai pada matahari terbenam. Mereka berdua tampak bahagia, berpegangan tangan layaknya pasangan pada umumnya. Melihat foto itu membuatku tersadar bahwa aku tidak bisa melihat Zevania bersama laki-laki lain.

"Kenapa mereka tidak jadi menikah?" tanyaku, merasa jahat karena lega mendengarnya, aku bahkan harus mati-matian menahan senyum. Bagaimana pun juga, batalnya sebuah pernikahan merupakan berita buruk. (meski dalam kasusku, ini merupakan berita baik)

"Andre selingkuh dan Nia langsung membatalkan pernikahannya tanpa pikir panjang."

"Selingkuh?"

"Nia paling benci perselingkuhan. Orang tua kami juga bercerai karena ayah kami berselingkuh. Keluarga kami hampir hancur." Zevo tersenyum getir, terlihat kekecewaan pada matanya. Dia mirip dengan Zevania ketika sedang kecewa, seperti yang ditunjukkannya tadi malam. "Intinya, aku paham alasan Zevania langsung memutuskan hubungan dengan Andre tanpa memberikan kesempatan kedua, tidak peduli bahwa mereka telah bersama selama tiga tahun atau persiapan pernikahan mereka sudah matang. Sulit mendapat kepercayaan dari Nia, jadi sekali saja kepercayaan itu dirusak, maka tidak ada kesempatan kedua. Dia takut hal yang dialami dulu akan terulang lagi di kemudian hari."

Journal: The LessonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang