Chapter 1 : Seandainya...

90 8 7
                                    

Namaku Della Revanno, seorang perempuan usia 23 tahun yang baru saja menyelesaikan sidang tugas akhir dua hari lalu. Aku bersyukur bisa menyelesaikan sidang tersebut dengan baik. Saat ini,  aku sedang berusaha menghubungi pacarku, Devano. Sudah seminggu ini, aku tidak menghubunginya agar aku dapat fokus mempersiapkan sidang skripsi. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya, tetapi tidak ada jawaban.

“Della, makan malam sudah siap. Kamu lagi apa di kamar? Boleh Mama masuk?”

“Boleh, Ma. Pintunya nggak Della kunci kok.”

Tak lama, Mama membuka pintu secara perlahan, kemudian menghampiriku.

“Kamu sedang apa, Sayang?”

“Hmm… Della lagi coba telepon Devano, Ma, tapi nggak dia angkat-angkat. Apa dia marah ya sama Della? Soalnya sudah seminggu ini Della nggak hubungi dia.”

“Kamu jangan negatif thinking dulu, siapa tahu dia memang sedang sibuk juga.”

“Bisa jadi sih, tapi nggak biasanya Devano seperti ini. Biasanya kalau Della telepon pasti diangkat.”

“Kalau nggak sibuk, mungkin dia lagi makan malam juga. Sekarang kita makan malam ya? Nia sama papa sudah nungguin tuh.”

“Iya, Ma. Kebetulan perut Della juga sudah keroncongan nih.”

Kami pun langsung beranjak keluar kamar, bergabung dengan Papa dan Nia di ruang makan untuk menyantap makan malam. Selesai makan malam, aku kembali ke kamar. Kubaringkan diri di tempat tidur sambil membaca Wattpad melalui tablet.

“Hmm… seandainya saja ada aplikasi yang bikin pacar menuruti semua keinginanku pasti berguna banget. Ah, mana mungkin ada aplikasi seperti itu di dunia nyata.”

Setelah membaca beberapa bab cerita yang sedang kubaca, mataku mulai terasa berat. Sebelum nanti ketiduran, aku memutuskan untuk menyikat gigi terlebih dahulu. Ting! Tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan aku mendapatkan pesan baru. Segera kuraih ponselku untuk melihat siapa yang mengirimkan aku pesan. Ternyata, Devano yang menghubungiku.

Devano

Kamu sudah tidur, Del? 21:00

21:00 Belum, Yang. Kamu kenapa baru menghubungi aku? Ke mana aja?

Maaf, aku baru sempat chat kamu. Aku lagi di Australia. Oh, iya gimana sidangnya kemarin? Kamu lulus ‘kan? 21:01

21:01 Lulus dong.

Puji Tuhan. Pacarku ini memang pintar. Sudah dulu ya? Aku mau istirahat. 21:02

21:02 Kok udahan sih? Kita ‘kan sudah lama nggak ngobrol. Aku kangen sama kamu, Yang.

Hmm… aku sudah ngantuk banget, Del. Besok lagi ya? Di sini udah mau tengah malam. 21:03

21:03 Ya, sudah. Kapan kamu pulang? Aku kangen kamu.

Aku belum tahu, Del. Di sini aku masih banyak kerjaan. Sudah dulu ya? Bye, Del. Sampai ketemu nanti. 21:04

21:04 Oke, Yang. Selamat istirahat.

“Yah, kok langsung nggak ke kirim sih. Yang, kamu kok jahat banget. Aku belum selesai ngomong udah main matiin HP aja. Dasar menyebalkan!”

Aku beranjak keluar dari kamar mandi, kuletakkan ponselku pada nakas, kemudian barulah aku mulai memejamkan mata sambil terus berpikir mengapa Devano bersikap seperti itu. Apa dia nggak kangen sama diriku ini? Seandainya aplikasi yang seperti cerita Wattpad tadi ada, pasti seru banget. Aku akan meminta Devano segera pulang untuk menemuiku.

-oOo-

Waktu berlalu begitu cepat saat aku terlelap. Waktu telah menunjukkan pukul 04.30 pagi. Aku segera meraih ponsel untuk mengecek apakah Devano sudah menghubungiku lagi atau belum. Ternyata, ia sama sekali tidak menghubungiku lagi. Padahal kalau berdasarkan waktu Australia, seharusnya Devano sudah bangun karena waktu di sana hanya berbeda dua jam. Aku langsung menutup jendela obrolanku dengannya, kemudian kugulir menu melihat aplikasi-aplikasi yang terpasang pada ponselku. Entah kapan aku mengunduhnya, tiba-tiba saja aku menemukan sebuah aplikasi asing bernama Magic App. Karena penasaran, kubuka aplikasi tersebut.

Selamat datang di Magic App...

Sudah siapkah kamu untuk make your boyfriend as you want?

“Aplikasi apa ini? Make your boyfriend as you want? Ini bukan mimpi ‘kan? Kok bisa ada aplikasi seperti ini. Apa aplikasi ini benar-benar berfungsi atau hanya sebuah kebohongan publik? Hmm… coba saja deh.”

Aku segera melanjutkan dengan menekan tombol “SAYA SIAP” untuk melanjutkan. Di jendela selanjutnya, aplikasi itu pun meminta data diri Devano. Segera kuisi data diri pacarku itu pada aplikasi tersebut. Proses registrasi hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga menit. Ting! Pendaftaran selesai dilakukan!

Halo, Della!

Selamat datang di Magic App, make your boyfriend as you want.

Apa yang kamu butuhkan sekarang dari pacarmu? 04:34

04:34 Aku mau Devano segera pulang dan temui aku.

Baik, itu saja? 04:35

04:35 Iya, itu saja.

Baiklah, Magic App akan membuat pacarmu sesuai yang kamu inginkan. Ditunggu ya, Kak Della. 04:36

“Apa aplikasi ini benar-benar bekerja? Bagaimana caranya aplikasi bisa membuat Devano yang lagi sibuk di Australia pulang secepatnya. Ini sama sekali nggak masuk akal.”

Aku segera beranjak ke kamar mandi untuk menjalani rutinitas pagiku. Awalnya aku menganggap ini adalah sebuah mimpi, tetapi setelah mencubit pipi aku sama sekali tidak terbangun. Ini bukan mimpi, ini nyata. Selesai menjalani rutinitas pagi, aku keluar kamar mandi untuk mengecek ponselku sekali lagi. Magic App benar-benar terunduh di ponselku.

Pertanyaanku sekarang apakah aplikasi ini benar-benar bekerja dan bisa membuat semua keinginanku nyata? Atau hanya sebuah aplikasi sampah untuk seru-seruan saja. Ah, aku nggak mau terlalu banyak berharap sama aplikasi ini. Memang tampilan aplikasi ini cukup meyakinkan, tapi masalah berfungsi atau tidaknya aku ragu. Mana ada aplikasi yang bisa membuat pacar seperti yang diinginkan.

Aku baru saja menyelesaikan sarapanku di ruang makan bersama Papa, Mama, dan Nia, adikku. Oh, iya aku belum sempat memperkenalkan keluargaku pada kalian. Sesuai dengan nama belakangku, Revanno, seorang berjenis kelamin laki-laki yang menjadi kepala keluarga di rumah ini. Kalau di rumah sakit, ia berperan sebagai dokter bagi pasiennya sekaligus pemilik rumah sakit Revanno International Hospital. Latar belakang keluargaku memang kebanyakan berprofesi sebagai dokter, tapi entah kenapa aku sama sekali tidak tertarik dengan dunia kedokteran.

Aku pernah mengambil kuliah kedokteran selama dua semester demi meneruskan profesi dokter pada keturunan Revanno. Selain itu, aku ingin membuat Papa bangga. Sayangnya semua itu sia-sia karena aku sama sekali tidak menikmatinya. Nilaiku semester satu dan dua di jurusan kedokteran hancur lebur. Papa sama sekali tidak marah, ia justru bersyukur aku tidak melanjutkan kuliah kedokteran. Katanya jadi dokter itu harus pakai hati, kalau bukan passion-nya bakalan susah. Kedokteran bukan untuk main-main, urusannya dengan nyawa seseorang.

Aku paham itu. Karena aku nggak mau menjadikan nyawa seseorang menjadi taruhannya, akhirnya aku mengambil jurusan bisnis. Setidaknya aku bisa membantu Papa mengurus rumah sakit keluarga walau aku tidak menjadi dokter. Mamaku Putri Alenia Revanno pun berprofesi sebagai dokter. Mama bekerja juga di Revanno International Hospital. Kalau adikku, Nia Revanno masih duduk di bangku SMA kelas 2.

To be continued... ✨✨
©2023 WillsonEP
Bagaimana dengan chapter perdana "Magic App" ?

Don't forget vote, comments, and shares. Thank you.😊

Magic AppWhere stories live. Discover now