05 | Seblak Kematian

Start from the beginning
                                    

"Iya, Arka. Santai aja nanti pasti kalo ada perlu sesuatu, aku bakal hubungin kamu. Nanti bantu pindahan, ya? Ada beberapa barang yang mau dibeli juga ini."

Arka mengangguk antusias. "Boleh, Mbak. Mobilan aja, ya? Kalo motoran takutnya malah ribet."

"Bebas. Gimana kamunya aja. Kan yang nyupirin juga kamu."

Kalau ditanya lebih enak tinggal bersama keluarga besar atau ngekos, kayaknya dari keduanya tetap ada kurang lebihnya.

Lia juga menyadari hal itu. Tapi, demi kenyamanan diri sendiri dengan pikiran matang, dia memilih mengekos saja. Kerjaannya sudah cukup pusing dan juga waktu istirahatnya harus berkurang karena Lia juga harus kuliah.

Ada beberapa hal seperti aturan yang kurang cocok untuk Lia. Aturan Tante dan Ibunya jelas berbeda. Sementara, Lia sendiri adalah pribadi yang tidak mau terikat dengan banyak aturan.

Dari situ juga yang membuat Lia pada akhirnya bersungguh-sungguh untuk segera pindah mencari tempat tinggal sendiri dibanding terus menerus menetap di rumah Tantenya.

Udah gede juga lagian. Belajar mandiri dan apa-apa sendiri, lah. Harus terbiasa nggak bergantung ke orang lain.

Lia segera masuk ke kamar. Membereskan beberapa barangnya. Dia juga sudah menghubungi Naufal yang lagi-lagi Lia repotkan. Lia meminta bantuan Naufal saat pindahan nanti. Karena yang Lia kenal saat ini hanya Naufal dan beberapa teman kosannya.

Semoga saja keputusan yang Lia pilih ini tidak salah. Dan dia berharap dengan pilihannya ini, hidupnya menjadi lebih baik lagi.

***

Pagi ini, Naufal bangun kesiangan. Semalam, Jazmi mengajaknya bermain game online sampai pukul tiga pagi. Kondisi rumah sepi, sepertinya yang lain juga masih terkapar di kamar masing-masing.

Naufal mengerjapkan mata beberapa kali, mengecek ponselnya.

Pukul 10.00 pagi.

Kepalanya agak sakit saat dia mencoba bangun dari posisi tidurnya.

Aduh, anjir! Jemput Lia hari ini!

Sontak, Naufal segera bangun. Matanya sudah membulat sempurna. Dia ada janji pada pukul delapan pagi dengan cewek itu.

Dengan tergesa dia mencari ponsel di sekitarnya. Semalam dia ketiduran setelah selesai bermain game bersama Jazmi. Ponselnya berada di atas karpet. Saat akan menyalakan, layarnya mati. Ponselnya kehabisan baterai.

Elah, bisa lupa ngecas gini.

Panik mulai menyerangnya. Naufal paling tidak suka dicap sebagai orang yang tidak tepat waktu. Apalagi melihat seorang Athalia yang sangat menghargai waktu, membuatnya merutuki diri sendiri.

Setelah mencolokkan kabel pengisi daya pada ponselnya itu, Naufal keluar dari kamarnya. Mencari temannya yang sekiranya sudah bangun lalu meminjam ponsel untuk mengabari Athalia melalui direct message instagram.

Terdengar suara kompor yang baru saja dinyalakan. Naufal tersenyum saat melihat Devan dengan kaos putih serta celana jogger abunya itu berdiri menghadap kompor. Wajahnya khas orang baru bangun tidur. Bedanya, Devan sudah mencuci wajahnya terlebih dahulu.

"Van, pinjem hape bentar, boleh?"

Devan menoleh. "Hape lo ke mana?"

Naufal cengengesan. "Habis batre, semalem mabar sama si Jazmi. Pinjem, ya? Bentar doang, kok."

"Itu ambil aja."

Naufal melirik ke arah meja makan. Ponsel dengan casing berwarna biru itu tergeletak rapi di sebelah mangkuk yang berisikan susu serta sereal.

Kosan 210Where stories live. Discover now