Bubur

59 23 1
                                    

Dua mata itu terbuka perlahan, tubuhnya terduduk pada kepala ranjang dengan satu tangan yang memegangi kepala.

Kepalanya terasa nyeri, pening juga berdenyut. Atensi pria itu kemudian teralih pada sebuah kain yang jatuh ke atas pangkuan.

Kain itu basah. Ia menengok ke arah nakas tempat tidur, mendapati sebuah baskom berisikan air yang ia asumsikan sebagai satu set alat kompres dengan kain dalam tangannya.

Mengingat apa yang telah terjadi, Chandra baru saja menyadari jika hal terakhir yang ia ingat sebelumnya adalah, saat dirinya menghampiri Sofia di dapur pada pagi hari.

Ia masih bisa mengingat raut kebingungan gadis itu, juga aroma tubuhnya sebelum dirinya kehilangan kesadaran.

Tapi saat ini, ia terbaring di atas ranjang. Di kamar tamu yang sebelumnya memang ia tempati.

"Siapa yang bawa saya ke mari. Sofia? Badan dia kecil begitu, apa mungkin kuat?" monolog Chandra seorang diri.

Selagi pria itu berpikir, pintu kamar bercat putih itu terbuka. Sosok Sofia muncul dari sana dengan membawa nampan berisikan semangkok bubur juga satu gelas air minum.

Gadis itu sempat terdiam sesaat di ambang pintu. Jika diperhatikan dari raut wajah, ia terlihat agak terkejut dan juga ragu.

Mungkin terkejut mendapati Chandra yang telah sadar dan merasa ragu untuk masuk ke dalam kamar.

Meski sempat terlihat ragu, tapi pada akhirnya Sofia berjalan mendekat ke arah ranjang yang ditempati Chandra.

Gadis itu meletakkan semangkok bubur dan menyiapkan beberapa obat-obatan dalam diam.

Sedangkan Chandra sendiri, pria itu entah mengapa enggan melepaskan tatapan dari Sofia. Bahkan semenjak gadis itu masuk, ia masih senantiasa memperhatikan tiap gerak-gerik yang dilakukan gadis itu.

Senyum kecil terkembang apik pada wajahnya, hal yang tanpa sengaja tertangkap oleh mata Sofia yang baru saja menyelesaikan kegiatannya.

"Kenapa senyum-senyum?"

Pertanyaan Sofia membuat Chandra tergagap. Pria itu kemudian berdeham dan mencoba bersikap se normal mungkin, berusaha untuk menyembunyikan fakta jika ia baru saja tertangkap basah.

"Enggak, saya nggak senyum. Kamu salah lihat," bantah Chandra tanpa berniat menatap Sofia.

Si gadis tidak terlalu ambil pusing. Ia kemudian menyerahkan semangkok bubur tersebut ke hadapan Chandra.

"Makan. Mungkin rasanya nggak seenak buatan restoran atau tukang bubur yang biasa mangkal. Tapi aku buatnya pake kerja keras," ucapnya.

Chandra menerima mangkok tersebut dalam diam, ia mengamati sejenak bubur berwarna oranye tersebut dengan lamat sebelum kemudian kembali mengalihkan perhatiannya ke arah Sofia.

"Itu bubur labu. Aku udah coba beli bubur lewat online tapi selalu nggak dapet drivernya. Entah itu kamu yang sial atau apa. Tapi kalo nggak enak jangan dimakan," sambung Sofia seolah mengerti arti tatapan Chandra.

"Saya mau nyoba dulu, alih-alih dicoba nggak bakalan tahu rasanya gimana," jawab pria itu sekenanya.

Ia mulai menyendok bubur tersebut dengan hati-hati, menyuap ke dalam mulutnya dan berpikir sesaat.

Sofia yang masih berdiri di sisi ranjang Chandra hanya diam menunggu, jemarinya mulai tertaut satu sama lain pertanda resah.

Entah kenapa melihat raut wajah Chandra saat ini, ia menjadi begitu gugup. Ia merasa khawatir akan rasa bubur buatannya.

Apa itu enak, atau justru sebaliknya. Sofia merasa penasaran.

"Gimana?" pertanyaan spontan yang keluar dari mulut Sofia membuat keduanya terdiam secara spontan.

Married with Mr.Gay (CHANSOO GS)Where stories live. Discover now