3. Maaf Kalau Aku Posesif

1.4K 263 95
                                    


Akhirnya comeback juga Eros the Second.
Doakan semoga aku punya waktu luang kayak sekarang lagi. 🥲

Yang masih nunggu, absen sini!

***

Ada delapan belas panggilan tak terjawab sementara Musa membersihkan rumah Nea yang bocor di mana-mana setelah hujan berhenti. Nea mendorong air dari dapur ke halaman belakang sebelum dikeringkan dengan lap pel.

Rasanya jika musim hujan bertahan dua minggu lagi, rumahnya akan runtuh, tak sanggup menahan rembesan air yang masuk melalui atap.

"Telepon lo dari tadi getar," ucap Nea setelah menuang air hangat ke dua cangkir berisi teh warung, membuat aroma air hujan bercampur kayu lapuk berganti dengan aroma wangi teh kering dan bunga melati ke seluruh ruangan.

Musa meliriknya sekilas sebelum mengangkat lagi ember di ruang tengah ke belakang untuk membuang air di dalamnya. "Mau makan apa? Biar Mbak Iis buatin mumpung Mbak Iis belum balik?"

"Enggak usah, gue udah beli rendang tadi siang." Bohong tentu saja, satu-satunya yang tersisa di lemari penyimpanan adalah mie instan dan telur dua butir.

"Gue penasara," kalimat itu muncul saat Musa melepas kausnya yang basah kemudian memerasnya di atas ember berisi air terakhir yang belum dibuang. "Lo kenapa selalu jauhin gue setiap gue punya pacar?"

Ia pikir, dirinya sangat ahli menyembunyikan suatu hal, tapi ternyata Musa menyadarinya?

"Amu tadi bilang begitu, setiap gue punya pacar, lo pasti menjauh. Termasuk sama Embun. Lo nggak suka sama Embun?"

Oh, dari Amu.

"Gue nggak pernah ada masalah sama pacar-pacar lo sih, cuma gue jaga jarak aja, enggak enak kalau mereka anggap gue penganggu di hubungan kalian."

Seharusnya dia tidak berharap, bahkan dari kalimat sekabur apa pun yang ia sampaikan pada Musa.

Pria itu tergelak sambil menggelengkan kepalanya. "Ya ampun, Ne, mereka juga tau kalau kita nih sahabatan dari kecil, nggak bakal juga gue suka sama lo secara romantik, kan? Lucu banget pemikiran lo. Dah, mulai besok, nggak usah canggung lagi kalo ngomong sama Embun, dia pengen kok akrab sama lo."

Nea tersenyum kecut, menanggapi kalimat barusan dengan kedua alisnya yang naik sebagai tanda setuju meski Nea menggaris bawahi untuk tidak melakukannya.

"Gue bisa urus sisanya," Nea meraih lap pel dari tangan Musa, "Embun udah teleponin lo dari tadi."

"Masih gerimis, gue tunggu sampai reda."

Beruntungnya suara motor yang memasuki halaman rumah Nea akrab di telinga. Abia datang tepat waktu membawakan dua bungkus soto mie di tangan kanannya.

"Nea! Gue bawa soto mie!" teriak Bia sambil mengetuk—menggedor pintu rumahnya.

Let the Right One InTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang